Topic
Home / Berita / Internasional / Asia / 30 Tahun Peristiwa Sabra Satila, Keadilan Belum Ditegakkan

30 Tahun Peristiwa Sabra Satila, Keadilan Belum Ditegakkan

(knrp)

dakwatuna.com – Peristiwa pembantaian warga Palestina di kamp pengungsi Sabra dan Satila di Lebanon, sudah 30 tahun berlalu. Tapi keadilan untuk para korban belum ditegakkan.

Pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat mengungkapkan, sampai detik ini belum ada pihak yang dimintai pertanggungjawabannya, apalagi diadili, atas peristiwa berdarah tersebut.

“Mereka yang bertanggung jawab atas peristiwa pembantaian itu belum dihukum, dan para pengungsi Palestina masih tetap tidak boleh kembali ke tanah air mereka,” tukas Erekat.

Ia mendesak dunia internasional untuk memastikan bahwa hak-hak pengungsi Palestina untuk “kembali, pulih dan hak kompensasi” dihormati.

“Pada tahun 1982, wartawan-wartawan asing menulis ‘berapa banyak warga Sabra dan berapa banyak warga Shatilla yang akan dibutuhkan untuk dunia agar ketidakadilan ini segera berakhir?’”  ungkap Erekat.

“Dan sejak 1982, banyak peristiwa Sabra dan Shatila lainnya yang terjadi, dan semuanya berkomponen sama; darah dan kekebalan hukum,” tukasnya.

Peristiwa Sabra dan Shatila terjadi setelah Israel menginvasi Lebanon, dan kaum milisi dari kelompok Kristen Phalangi masuk ke Beirut dibawah perlindungan militer Israe. Kelompok Kristen itu menyerbu ke Lebanon untuk menuntut balas atas kematian pemimpin mereka Bachir Gemayel, yang diduga tewas dibunuh.

Sasaran serangan kelompok Phalangis adalah kamp pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila. Selama tiga hari serangan, pengungsi Palestina yang gugur syahid dipekirakan mencapai 700 orang. Tapi menurut saksi mata, seorang wartawan Inggris bernama Robert Fisk, jumlah korban meninggal dari kalangan pengungsi Palestina nyaris mencapai 1.700 orang. Bulan Sabit Merah mempekirakan pengungsi Palestina yang gugur syahid dalam peristiwa itulebih dari 3.000 orang.

Tentara-tentara zionis Israel yang menguasai kamp tersebut, hanya diam dan tidak berupaya menghentikan pembantaian dan kerusuhan yang dilakukan oleh kelompok Phalangis yang bersenjata.

Investigasi atas peristiwa tersebut yang dilakukan oleh Israel menyatakan bahwa Menteri Pertahanan Israel ketika itu Ariel Sharon bersalah karena gagal mencegah jatuhnya banyak korban di kalangan warga sipil. Jabatan Sharon dicopot, tapi kemudian ia malah terpilih sebagai perdana menteri Israel.

Para pemimpin Phalangist tidak pernah meminta maaf atas keterlibatan mereka dalam pembantaian yang merupakan peristiwa paling berdarah di Lebanon selama 15 tahun perang sipil yang menelan korban hingga 150.000 jiwa. (aisyah/mn/knrp)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Opick: Jangan Berhenti Bantu Rakyat Palestina!

Figure
Organization