Topic
Home / Pemuda / Essay / ROHIS = Sarang Teroris…?

ROHIS = Sarang Teroris…?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (hdn)

dakwatuna.com – Masih lekat dalam ingatan saya kala itu. Adzan Ashar berkumandang dari Masjid At-Taqwa SMA N 1 Comal. Bukan suara “berat” ala bapak-bapak apalagi suara lemah kakek-kakek yang sudah sadar ajalnya mendekat. Suara itu begitu tegas. Khas anak muda yang dalam jiwanya masih bergelora semangat berkarya. Serempak seluruh siswa baru berseragam Pramuka SMP itu digiring ke masjid. Saya pun termasuk dalam rombongan calon penegak itu. Keadaan ini tak hanya terjadi sesekali saja, penggiringan massal “jamaah” Pramuka untuk shalat fardhu berjamaah adalah tradisi. Itu yang saya dengar dan alami sendiri. Tak cukup sampai di situ. Ambalan WR Supratman dan Fatmawati (nama satuan Pramuka Penegak di SMA saya) memiliki kebiasaan mengadakan kuliah Subuh di tiap event perkemahan yang kami selenggarakan. Meski belum sempurna, kontak langsung lawan jenis (bersalaman) juga jarang saya jumpai kala itu. Lho kok bisa? Usut punya usut, ROHIS telah bermain di sana. Asal tahu saja, di tangan merekalah Pramuka kami berjaya meski baru di level provinsi. Kamilah peserta tergiat Raimuna Daerah Jawa Tengah. Saya lupa tahun persis penyelenggaraan event bergengsi itu.

Juga di SMA N 1 Comal, saya menjumpai sosok inspiratif lain. Kakak kelas persis di atas saya, bisa mengawinkan pencapaian akademik dan organisasi dengan memuaskan. Mas Bayu, begitu saya biasa memanggilnya, adalah ketua OSIS periode 2006-2007. Dialah kontingen Olimpiade Biologi, langganan peringkat satu paralel, dan seabrek prestasi lain. Dan tahukah kamu? Salah satu aktivitas rutinnya ialah ikut bergabung dalam kajian rutin ISC (Islamic Study Club), ROHIS SMA kami tercinta. Sepanjang tak ada jadwal bentrok dengan tugasnya sebagai ketua OSIS, tiap Sabtu siang selalu saya jumpai dia bergabung dengan jamaah setia ISC.

Lagi-lagi di SMA N 1 Comal, kakak kelas dua tahun di atas saya, tak kalah hebatnya. Pirman itulah namanya. Walau diamanahi sebagai ketua OSIS di periode 2005-2006, aktivitas halaqah dan kajian rutin ROHIS ternyata masih dijabanin secara istiqamah. Eiitts…tak berhenti di situ. Dia pernah pula menjadi finalis Siswa Teladan se-Jawa Tengah, lho! Walhasil, dia menjadi salah satu kakak kelas yang paling sering saya dekati sampai dia lulus. Berharap ketularan kepandaian dan “keberutungan” yang sepertinya akrab dengan kesehariannya.

Ada lagi seorang akhwat satu angkatan dengan saya. Untuk imannya, saya tidak akan menyebut nama aslinya. Sebut saja Bunga. Ups…bukan, bukan! Anggap saja dia memiliki inisial “S”.  Tak mau kalah dengan pendahulunya, dia yang memegang salah satu amanah strategis di ROHIS ternyata juga amat prestatif. Berdasarkan sumber terpercaya, dialah satu-satunya siswa di kelasnya yang tidak pernah ikut remedial di satu mata pelajaran pun. Nilainya selalu di atas rata-rata, bahkan sering masuk kategori “memuaskan”. Tak heran kalau dia kemudian pernah mencicipi atmosfir persaingan Olimpiade Fisika se-Jawa Tengah. Peran keorganisasiannya pun tak hanya di ROHIS, ada satu lagi ekskul plus satu komunitas menulis di luar kampus yang dia geluti. Dan sepanjang yang saya dan teman-teman tahu, tak ada efek negatif yang signifikan terhadap studinya. Jadwal halaqahnya juga (masih menurut sumber terpercaya) terjaga.

Dan yang terbaru, saya mendengar kabar valid dari teman satu angkatan Mas Pirman. Saya biasa memanggil dia “Mbak N”. N adalah inisial nama panggilannya. Salah satu kawan kental Mbak N, yaitu Mbak R, belum lama ini baru kembali dari Amerika Serikat. Mbak R mendapat kesempatan menjadi salah satu perwakilan dari Jawa Tengah dalam sebuah program pertukaran pelajar di sana. Pernah saya melihatnya sekilas bersama para akhwat lain di sebuah pantai sedang bercengkerama. Setidaknya, saya berhusnuzhon, dia sepertinya berhasil memfilter hal negatif yang mungkin dia jumpai di kultur negeri Paman Sam. Beberapa kali saya “memergoki” status, komentar, dan aktivitas lain di dunia maya juga masih menunjukkan keistiqamahannya. Dan tahukah kamu? Dialah salah satu alumni ROHIS kami yang paling antusias ketika mengetahui ROHIS di SMA tercinta masih eksis. Dia pula yang vokal menyuarakan kata setuju saat saya dan beberapa teman menginisiasi silaturahim alumni ROHIS pasca Idul Fitri kemarin.

Itulah beberapa profil nyata mereka yang saya kenal sebagai didikan ROHIS. Dalam penilaian saya, minimal ada tiga keywords yang cocok disematkan kepada mereka: agamis, prestatif, dan kontributif. Apa yang mereka dapatkan di ROHIS dan aktivitas lainnya seakan menjadi bahan bakar kelas wahid. Dengan bahan bakar itu mereka mampu berubah menjadi sosok-sosok luar biasa. Malu memperlihatkan identitas sebagai Muslim seperti tak pernah ada dalam kamus mereka. Kegigihan menggali ilmu, mengamalkan, dan mendakwahkan dengan cara mereka masing-masing juga patut diacungi jempol. Prestasi selaku akademisi dan aktivis organisasi bak makanan sehari-hari, sudah biasa dijumpai. Dan terakhir, kontribusi dan kebermanfaatan mereka bagi orang di sekelilingnya tak bisa diragukan. Ketiadaannya menjadi satu hal yang amat dibenci orang sekitarnya. Sebaliknya, keberadaannya dalam membersamai rekan-rekannya adalah spirit tersendiri yang dampaknya bisa menggairahkan dalam tiap menempuh aktivitas.

Lalu, mungkinkah ROHIS menjadi sarang TERORIS? Pasti mereka yang memiliki akal jernih yang bebas polusi akan dengan mudah menjawab pertanyaan retoris ini. Dan ini baru secuil potongan kecil puzzle kisah nyata dan pribadi alumni ROHIS di negeri ini.

# SAVE ROHIS.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (7 votes, average: 9.43 out of 5)
Loading...

Tentang

Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Lihat Juga

Kepolisian Diraja Malaysia Tangkap Pendana Kelompok Teroris ISIS

Figure
Organization