Topic
Home / Pemuda / Kisah / Pancaran Iman Mush’ab, Hantarkan Sa’ad Menuju Syahid

Pancaran Iman Mush’ab, Hantarkan Sa’ad Menuju Syahid

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Adalah ia, Sa’ad bin Mu’adz, berwajah tampan berseri, bertubuh gemuk gempal menjulang tinggi. Usia pengabdiannya kepada Allah dan Rasul-Nya memang relatif singkat. Hanya enam tahun. Terhitung sejak usia 31 tahun saat pertama kali ia berbaiat sepenuh hati, hingga di usia ke 37 tahun ia menjemput syahid. Meskipun perjalanan baktinya begitu singkat, namun kontribusinya tak dapat dibandingkan dengan kita yang telah Islam sejak lahir. Jauh sangat.

Disingkatnya waktu yang ia miliki, ia memainkan berbagai peran penting dalam menegakkan kalimat tauhid. Ketika dahsyatnya perang Badar, ia turut serta ambil bagian. Di waktu perang Uhud berkecamuk, ia berdiri tegap di dekat Rasul, berjuang dan bertahan hingga titik darah penghabisan. Hingga datanglah perang Khandak yang menjadi wasilah bagi Sa’ad bin Mu’adz untuk menemui syahidnya.

Ia syahid karena luka anak panah yang menghujam nadi lengannya. Di tengah derita luka yang ia rasakan, ia menyempatkan diri untuk berdoa, memohon kiranya musibah yang menimpa dirinya saat itu, dapat menjadi sarana baginya untuk menjemput syahid di jalanNya.

Pintanya terkabul. Makin hari, lukanya makin bertambah parah. Hingga akhirnya, ia menemui syahid di pangkuan Sang Rasul yang mulia.

Di akhir hayatnya, ia kembali menegaskan persaksiannya, “Salam atasmu, Wahai Rasulullah… Ketahuilah bahwa aku mengakui bahwa Anda adalah Rasulullah…”

Rasul memandang lekat pada wajah tampan Sa’ad bin Mu’adz seraya berkata, “Kebahagiaan bagimu, Wahai Abu Amr…”

Kisah perjalanan heroik Sa’ad bin Mu’adz bermula kala intelektual muda -Mush’ab bin Umair- tiba di Madinah dengan membawa misi profetik untuk penduduk Madinah. Sa’ad yang saat itu masih jahil, bergegas berlari menghampiri, hendak mengusir sang duta besar nabi. Ketika itu Mush’ab tengah beretorika dan berdealektika di kediaman As’ad bin Zurarah, sepupu Sa’ad. Ia mengajak penduduk Madinah untuk berbaiat pada Muhammad, Rasul Allah.

Pada kesempatan itu, Sa’ad belum sempat mengambil bagian dari majelis yang Mush’ab gelar. Untaian seruan untuk memeluk Islam pun belum sempat disimak telinga dan dinalar oleh akalnya. Tapi niat awalnya -untuk mengusir Mush’ab- dengan serta merta luluh lantak. Yang ada ialah kelapangan hati untuk mengulurkan tangannya pada Mush’ab untuk berbaiat. Ia bersaksi bahwa tiada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah.

Begitu indahnya pancaran iman Mush’ab bin Umair. Hingga seorang Sa’ad bin Mu’adz dapat serta merta ber-revolusi dan berafiliasi pada Allah dan Rasul-Nya. Dikatakan ber-revolusi, karena drastis dan menyeluruhnya perubahan yang ditempuh oleh Sa’ad bin Mu’adz. Ketika ia menyatakan diri berhijrah, maka ia harus menyuntik mati segala bentuk kejahiliyahan yang melingkupi hidupnya selama ini. Ia harus membunuhnya hingga ke akar-akarnya, dan menggantikannya dengan akar ketauhidan.

Luar biasa. Hidayah memang hak prerogatif Allah, tapi wasilah untuk memperolehnya terbuka lebar. Alangkah beruntungnya jika kita dapat turut ambil bagian sebagai wasilah turunnya hidayah.

Dengan media pancaran iman Mush’ab bin Umair, Allah bukakan hati Sa’ad bin Mu’adz untuk berbaiat, lalu turut menjadi pejuang di jalan Allah. Hingga akhirnya, ‘arasy pun bergetar menyambut sang mujahid syahid… Subhanallah…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (7 votes, average: 8.29 out of 5)
Loading...
Berusaha Menjadi Berarti dan Memberi Arti

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization