Topic
Home / Berita / Opini / Kenapa Mayoritas Orang Islam di Indonesia Miskin?

Kenapa Mayoritas Orang Islam di Indonesia Miskin?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi – Antri zakat (inet)

dakwatuna.com – Dulu, beberapa bulan yang lalu atau mungkin beberapa tahun yang lalu, ada pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang teman; “Kenapa sih kok Orang miskin di Indonesia itu, orang Islam semua?”

Sebenarnya masalah kemiskinan bukan masalah agama yang dianut. Apalagi kita hidup sekarang ini dalam tatanan Negara kesatuan yang dipimpin oleh pemerintahan dengan seorang Presiden. Jadi urusan miskin itu sama sekali bukan urusan agama apa yang dianut. Tapi ini urusan Negara yang memang “ngga becus” mengurusi keserasian dan keseimbangan ekonomi negara.

Ya kalau di Indonesia, kita akan menemukan orang miskin yang bertebaran di saentero Indonesia ini ya orang Islam semua. Karena memang Indonesia adalah Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Bukan hanya orang miskin, tapi juga ada anak gelandangan, anak jalanan, pengemis, perampok, tukang jambret, sampai orang gilanya dan segala macamnya yang berhubungan dengan nilai negative suatu Negara.

Kalau kita lihat di Negara selain Indonesia, seperti Yunani yang sedang dilanda krisis, atau kita ke Cina, atau juga Amerika Serikat bahkan. Orang-orang miskin dan pengangguran yang kita dapati di Negara-negara tersebut ya pasti berlatar belakang agama yang dipeluk oleh mayoritas Negara tersebut.

Pengangguran dan gelandangan di Amerika bukan orang Islam, tapi orang katolik atau mungkin Atheis yang tidak mempercayai Tuhan. Kalau di Spanyol dan Yunani, kita akan mendapati orang Miskin dan pengangguran di negara tersebut bukan orang Islam, tapi agama lain yang menjadi agama mayoritas di negeri tersebut. Di Cina, pengangguran dan orang gelandangan di situ adalah orang-orang beragama Konghucu dan agama Animisme lainnya.

Jadi urusan kemiskinan di suatu Negara tidak bisa diidentikkan dengan agama yang dianut oleh pelaku kemiskinan tersebut. Ini terjadi karena memang para perangkat Negara ini yang punya kinerja buruk sehingga menimbulkan banyak sekali kesenjangan social dan ekonomi di mana-mana. Kalau boleh meminjam judul lagunya Bang Haji Oma, “Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin” akibat ulah para petinggi dan pemangku
kepentingan di negara ini yang sudah bobrok moralitasnya.

Coba kita tengok, Negara muslim lain yang sedang maju, hebat dan berkembang pesat. Ada Qatar, Uni Emirat Arab, Turki, Arab Saudi bahkan dan juga tetangga samping kita ini Malaysia. Secara keseluruhan kita bisa mengatakan bahwa ekonomi Negara tersebut baik, bahkan sangat baik sekali. Mereka-mereka inilah Negara yang dengan harmoni bisa memadukan kemajuan teknologi dengan keterampilan sumber daya Manusianya, sehingga
menjadikan negaranya Negara yang jauh berkembang pesat bahkan bisa dibilang melebihi kemampuan Negara-negara non-muslim di Eropa sana. Dan apakah kita masih akan mengatakan bahwa hanya orang non-muslim saja yang bisa berkembang. Sedangkan Orang Islam miskin? Tentu tidak!

Jelas sekali, ini bukan masalah agama dan keyakinan. Ini masalah ekonomi yang tidak merata karena diatur oleh orang-orang yang amat sangat tidak berkompeten di bidangnya dan memiliki segudang kepentingan kelompok masing-masing.

Karena tidak ada satu pun agama di dunia yang menganjurkan umat-Nya untuk jadi Miskin, atau bermalas-malasan saja di rumah tanpa bergerak karena Tuhan telah menyiapkan rezekinya untuk mereka. Lalu ia hanya berdiam diri ditempat ibadah kemudian memandang kitab suci sambil mengingat Tuhannya tanpa harus ia bekerja keluar rumah. Tidak ada yang seperti itu.

Dalam Islam pun demikian. Banyak ayat dan hadits-hadits Nabi yang menggambarkan dan menyuarakan umatnya untuk terus bekerja mencari dan menjemput rizki Allah dengan segala cara yang memang itu dihalalkan. Pun juga banyak kita dapati ayat dan hadits yang menyebutkan tentang keutamaan orang berharta dibanding yang tidak
berharta. Dan memang Islam selalu menganjurkan umatnya untuk terus menegakkan syariat agama ini, dan salah satu caranya ialah dengan harta.

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu. Dan janganlah kau lupa bagianmu di dunia” (QS AL-Qashash 77)

Dalam sebuah riwayat juga diceritakan bahwa Sayyidina Umar bin Khaththab pernah memarahi seorang yang tidak pernah keluar dari masjid. Yang ia kerjakan hanya berdzikir dan berdoa sehingga membuat marah sang Amirul Mukminin, “keluar kamu dari masjid! Sesungguhnya langit tidak akan menurunkan emas dan perak jika kau tak bekerja!”.

Dan Sayyidina Umar terkenal memang beliau sangat membenci orang-orang yang berpangku tangan kepada orang lain tanpa mau bekerja. Walaupun ia seorang yang ahli ibadah.

Lalu kalau dikatakan: “Iya mereka miskin itu kan karena para pejabat dan petinggi negaranya yang doyan korupsi. Nah mereka yang korupsi itu juga kan orang Islam!”

Harusnya perkataan ini juga ditujukan kepada Negara-negara lain di luar Islam. Orang-orang di Afrika, Nigeria, Amerika, Cina, Yunani, Rusia juga miskin karena ada kesenjangan ekonomi yang dilakukan oleh para petinggi dan pejabat Negara yang bersangkutan. Lalu apakah para koruptor di negara-negara miskin di dunia itu orang Islam semua? Tentu tidak!

Kenapa tidak kita katakan saja seperti ini: “Orang-orang Saudi, Qatar, UEA, dan Malaysia juga sejahtera karena para petinggi Negara tersebut beramanah dalam menjalankan tugasnya. Dan mereka itu semua orang Islam. Berarti Islam amat sangat tidak tertinggal”.

Jadi ini bukan urusan apa agama dia? Karena tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan jadi miskin dan terbelakang. Kembali pada pribadi mereka masing-masing, benarkah para koruptor itu memahami nilai yang dibawa oleh agamanya yang amanah? Apakah para orang miskin itu benar-benar beriman dan menjalankan semua anjuran agamanya untuk menjadi lebih baik?

Karena tidak semua orang Islam, menjiwai nilai keIslaman dalam hidupnya. Tidak semua orang katolik menghayati nilai luhur Kristus dalam kesehariannya. Tidak semua orang Budha menjadi Budhist sejati yang agung, dan seterusnya dan seterusnya.

Jadi jangan hujat agamanya!

Wallahu A’lam.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (39 votes, average: 8.95 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa. Lahir di Jakarta tahun 1989.

Lihat Juga

Bagaimana Nasib Orang Miskin?

Figure
Organization