Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Di Pintu Kehinaan Aku Meraih Rahmat-Nya!

Di Pintu Kehinaan Aku Meraih Rahmat-Nya!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (flickr.com/aremac)

dakwatuna.com – Di pintu Allah pudarkan bias cahaya cerminmu jika engkau melihat popularitasmu sedang bersinar, tumpulkan mata pedangmu jika engkau melihat keberanian dan keperkasaanmu di atas angin, tanggalkan baju kebesaranmu dan pesonanya jika engkau takut dibuai oleh indahnya tangan-tangan kekuasaan dan singgasananya yang semu, padamkan api obor kepintaranmu jika engkau takut dari kesombongan dan keangkuhan sebagian orang-orang yang berilmu. Yang demikian itu bukanlah kepintaran, tapi kebodohan yang memperlihatkan dirinya dengan jubah kepintaran yang menipu, tuduhlah dirimu sebagai insan yang tidak sempurna memperlihatkan kehambaan sejati di hadapan keagungan Allah jika engkau takut ego diri yang berkuku iblis dengan begitu congkak membelenggumu, dan remehkanlah dirimu yang ingin dimuliakan. Dia bukan siapa-siapa, kecuali makhluk yang tidak kekal dan akan kembali kepada zat yang kekal, pemilik kehidupan kekal di akhirat nanti. Di pintu Allah robohkan keangkuhan dirimu, abaikan fitnah-fitnahnya, dan tempatkan dia di atas sajadah kehambaan yang sujud berdoa meminta hidayah dan inayah-Nya dalam meniti jalan-jalan ukhrawi yang menaburkan keindahan-keindahan maknawi yang tidak terkira.

            Hematnya, titian kehambaan ini adalah jalan tercepat menuju pintu rahmat Allah. Di sana tidak ada kemacetan dan tidak ada polusi udara yang menggumpal karena saling desak-mendesak. Setiap perindu-perindu Allah dengan leluasa dan percaya diri meniti jalan kehambaan ini menuju rahmat Allah SWT.

            “Syekh Sya’rawi R.A senantiasa berpesan kepada murid-muridnya dan berkata:

            “Pintu kehinaan di hadapan Allah terbuka luas dan tidak mengenal kemacetan, masuklah di rahmat Allah dari pintu ini. Dia pintu yang paling besar dan terbentang luas dalam menuju rahmat-Nya.”

            Inilah makna tarbawi yang paling menusuk dan berbobot. Mayoritas manusia tertipu oleh jati diri mereka sendiri, di antara hamba ada yang terfitnah oleh ibadah, sebagian ulama ada yang terjerumus oleh ilmu, sebagian dai ada yang dibuai oleh jutaan umat yang mendengarkannya, sebagian aktivis gerakan-gerakan Islam dikelabui oleh jihad dan pengorbanan mereka. Di samping itu, para penguasa, penentu kebijakan, dan pemilik properti yang urat leher mereka membesar oleh ketenaran yang congkak, kecuali yang dipelihara Allah dari sifat-sifat seperti ini, dan mereka itu jumlahnya sedikit.

            Syekh Sya’rawi menghidupkan kehidupan hariannya dengan cara seperti ini, kadang ia bergegas ke Masjid Husain di tengah malam dengan penjaganya (body guard), ([1]) dan di saat ia dicela oleh sahabat-sahabatnya, ia pun menjawab:

            “Saya ingin mematahkan duri jati diriku…hingga saya tidak terbunuh oleh popularitas semu dan rusak oleh nafsuku sendiri.”

            Selain itu, beliau jika bertamu di rumah sahabat-sahabatnya dan kondisi menghendakinya masuk ke tempat buang air, beliau pun tidak meninggalkan tempat buang air tersebut kecuali dicuci dan dibersihkan, bahkan kran air pun dibuatnya mengkilat cemerlang.

            Di antara nabi-nabi Allah yang menggapai rahmat Allah dengan pintu ini Nabi Yunus A.S di saat ditelan oleh ikan besar. Dia tidak bertawassul kepada Allah dengan amal baiknya, seperti yang dilakukan oleh tiga orang ([2]) yang terkurung di dalam gua, mereka bertawassul kepada Allah dengan amal baik mereka hingga datang pertolongan Allah yang mengeluarkan mereka dari kurungan gua tersebut.

            Di sini, Nabi Yunus lebih memilih pintu kehinaan dari pintu kebanggaan yang memperlihatkan amal baik dalam bertawassul dengan berkata: “Tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang zhalim.”([3])

            Dia tidak seperti yang lain mengatakan: “Inilah ketaatanku, kedekatanku, ibadahku, dan pemberianku.” Yang demikian itu adalah pintu kebanggaan yang memperlihatkan ketaatan, pintu yang tidak terbuka luas dan lebar dalam menuju rahmat Allah.” Olehnya itu, para sufi mengatakan: “Boleh jadi dosa yang menuntun Anda ke pintu kehinaan di hadapan Allah lebih baik dari ketaatan yang kadang membutakan mata hati Anda dari nikmat Allah.”([4])

            Contoh berikutnya Nabi Musa A.S. Ia juga panutan umat dalam memperlihatkan pintu kehinaan ini di hadapan Allah dalam meraih rahmat-Nya. Ini terlihat di saat pukulannya menyebabkan kematian orang Mesir yang sedang bertikai dengan salah seorang dari kaumnya, Bani Israil. Ia sangat menyesali perbuatan tersebut, karena ia tidak bermaksud membunuhnya, tetapi semata-mata ingin membela kaumnya. Di sini dia berdoa dengan penuh kehinaan diri kepada Allah dan berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku Telah menganiaya diriku sendiri. Karena itu ampunilah aku”. ([5])

            Hal serupa juga dicontohkan dengan baiknya titian kehidupan Abdullah bin Al-Mubarak R.A. Beliau sosok tabiin yang diteladani kezuhudannya, ketakutan, dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Al-Qâsim bin Muhammad berkata:

            “Kami pernah melakukan perjalanan bersama dengan Abdullah bin Al-Mubarak. Sering kali terbetik di benakku pertanyaan ini: “Apa yang membuat orang ini lebih mulia dari kami, hingga ia paling tersohor di antara kami. Jika ia tersohor karena shalat, kami pun shalat, jika dengan puasa, kami pun berpuasa, jika dengan peperangan, kami pun berperang, jika dengan haji, kami pun berhaji.” Selanjutnya dia berkata: “Di saat kami sedang menyantap makanan malam dalam perjalanan ke Syam, tiba-tiba pelita yang menerangi jamuan malam kami padam. Salah seorang dari kami keluar mencari pelita dan beberapa saat kemudian ia pun datang dengan sebuah pelita. Ketika itu saya melihat wajah Abdullah bin Al-Mubarak, saya melihat jenggotnya basah dengan air mata, saya pun berkata: “Dengan ketakutan ini ia dimuliakan dari kami, boleh jadi ia mengingat hari kiamat di saat sorotan cahaya pelita itu padam memberi terang.”([6])

            Yang ingin ditekankan penulis dari tulisan singkat ini yang insya Allah akan menjadi buah-buah dakwah yang disuguhkan kepada ahli puasa di hari pertama Ramadan ini adalah:

            “Hidupkan Ramadhanmu tahun ini dengan kembali ke Allah mengetuk pintu rahmat-Nya memperlihatkan kehinaan. Pintu kehambaan yang terbuka luas dan lebar bagi para insan-insan Rabbani. Mereka yang mendatanginya dengan penuh khusyuk, tangisan kehinaan yang memperlihatkan diri berlumuran dosa menyesal di hadapan Allah. Jangan meminta sesuatu kepada Allah, kecuali Anda menangis dan merasa hina dari segala apa yang ada dalam diri Anda…dari mata, hati, dan perasaan-perasaan Anda.”([7]) 

أَللًّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تَكَوْنُ لَكَ رِضَاءً، وَلِحَقِّهِ أَدَاءً بِعَدَدِ ثَوَابِ قِرَاءَةِ حُرُوْفِ الْقُرْآنِ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّم. سُبْحَانَ رَبَّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْن، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْن. وَالْحَمْدُ لِله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. آمِيْن.

Ya Allah, curahkanlah shalawat dan taslim kepada baginda kami Muhammad dengan shalawat yang Engkau ridai dan baginya ditunaikan sesuai dengan jumlah pahala bacaan huruf-huruf Al-Quran di bulan suci Ramadan ini, dan shalawat dan salam kepada keluarga dan sahabatnya.

Maha suci Engkau ya Allah dari apa yang mereka sifatkan untuk-Mu, salam atas semua rasul, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Amin. ([8])



([1])   Boleh jadi kondisi seperti ini, ditemani oleh body guard, di saat beliau menjabat Menteri Agama Mesir yang dipegangnya hanya beberapa bulan sebelum beliau mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Yang demikian itu karena di saat beliau telah meninggalkan jabatan tersebut dan mulai menekuni dunia dakwah dan tafsir Al-Quran, yang menemaninya adalah murid-muridnya dan para pemerhatinya.

([2])   Mereka dari kaum Bani Israil sebelum Islam datang. Mereka keluar dari kurungan gua tersebut dengan bertawassul kepada Allah memperlihatkan amal-amal baik mereka. (lihat kisah mereka di Shahîh Imam Bukhâri, Kitab al-Buyu’, bab Isa Isytara Syaean Lighairihi bi Ghairi Isnihi Faradiya, hadits. no: 2215, hlm. 569

([3])   Q.S. Al-Anbiya’ [21]: 87

([4])   Dr. Nâjih Ibrahim, Taammulât Dâiyah ala A’tâb Ramadân, Al Masry Al Youm, edisi 2958, Kamis, 19 Juli 2012, hlm. 20

([5])   Q.S. Al-Qashash [28]: 16

([6])   Syekh Abdul Halim Mahmud, al-Imam ar-Rabbâni az-Zâhid Abullah bin Al-Mubârak, hlm. 24

([7])   Tulisan singkat ini ditulis pada hari Jum’at, 20 Juli 2012, Tajammu Awwal, Kairo.

([8](  Doa ini dipanjatkan Ustadz Said Nursi di akhir tulisannya tentang hikmah-hikmah puasa “Risalah Ramadan”, hlm. 24

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (7 votes, average: 8.57 out of 5)
Loading...
Pensyarah antar-bangsa (Dosen) Fakulti Pengajian Alqur'an dan Sunnah, universiti Sains Islam Malaysia (USIM). Degree, Master, Phd: Universiti Al-Azhar, Cairo. Egypt

Lihat Juga

Sindir Menlu UEA, Sekjen Ulama Dunia: Faktanya Ottoman Tak Serahkan Palestina

Figure
Organization