Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Fiqih Islam / Fiqih Kontemporer / Hak dan Kewajiban Keluarga Si Sakit dan Teman-Temannya (Bagian ke-1)

Hak dan Kewajiban Keluarga Si Sakit dan Teman-Temannya (Bagian ke-1)

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Sesungguhnya perubahan merupakan salah satu gejala umum bagi makhluk di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Karena itu, makhluk-makhluk ini senantiasa menghadapi kondisi sehat dan sakit, yang berujung pada kematian. Adapun manusia adalah makhluk hidup yang tertinggi peringkatnya, karena itu tidaklah mengherankan bila manusia ditimpa berbagai hal. Bahkan ia lebih banyak menjadi sasaran musibah tersebut dibandingkan makhluk lainnya, karena adanya faktor kemauan dan faktor alami yang mempengaruhi kehidupannya.

Oleh karena itu, syariat Islam menganggap penyakit atau sakit merupakan fenomena yang biasa dalam kehidupan manusia, mereka diuji dengan penyakit sebagaimana diuji dengan penderitaan lainnya, sesuai dengan sunnah dan undang-undang yang mengatur alam semesta dan tata kehidupan manusia.

Sebab itu pula terdapat berbagai macam hukum dalam berbagai bab dari fiqih syariah yang berkaitan dengan penyakit, yang seharusnya diketahui oleh seorang muslim, atau diketahui mana yang terpenting, supaya dia dapat mengatur hidupnya pada waktu dia sakit – sebagaimana dia mengaturnya ketika dia sehat – sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah, jauh dari apa yang dibenci dan dimurkai-Nya.

Di antara hukum-hukum ini adalah yang berhubungan dengan pengobatan orang sakit, hukum berobat, siapa yang melakukannya, bagaimana hubungannya dengan masalah kedokteran, pengobatan, dan obat itu sendiri, bagaimana bentuk kemurahan dan keringanan yang diberikan kepada si sakit berkenaan dengan kewajiban dan ibadahnya, dan bagaimana pula yang berhubungan dengan perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan.

Misalnya yang berhubungan dengan hak dan kewajiban si sakit, serta hak dan kewajiban orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, sanak kerabat, dan teman-temannya.

Orang yang memperhatikan Al-Qur’anul Karim niscaya ia akan menjumpai kata al-maradh (penyakit/sakit) dengan kata-kata bentukannya yang disebutkan sebanyak lima belas kali, sebagian berhubungan dengan penyakit hati, dan kebanyakan berhubungan dengan penyakit tubuh. Sebagaimana Al-Qur’an juga menyebutkan kata-kata syifa’ (obat) beserta variasi bentuknya sebanyak enam kali, yang kebanyakan berhubungan dengan penyakit hati.

Masalah ini juga mendapat perhatian dari para ahli hadits dan ahli fiqih, sehingga dapat kita jumpai dalam kitab-kitab hadits yang disusun menurut bab dan maudhu’ (topik)-nya, yang di antaranya ialah “Kitab ath-Thibb” (obat/pengobatang) [1] dan di antaranya – seperti Shahih al-Bukhari – terdapat “Kitab al-Mardha” (orang-orang sakit). Ini berkaitan dengan “Bab ar-Ruqa” (mantra-mantra/jampi-jampi) jimat, penyakit ‘ain, sihir, dan lain-lainnya. Kemudian ada pula masalah yang berkaitan dengan penyakit yang dimuat di dalam kitab al-Janaiz (jenazah).

Dalam kehidupan kita pada zaman modern ini telah timbul berbagai persoalan dan permasalahan dalam dunia penyakit dan kedokteran yang belum dikenal oleh para fuqaha kita terdahulu, bahkan tidak pernah terpikir dalam benak mereka. Karena itu fiqih modern harus dapat memahaminya dan menjelaskan hukum syara’ yang berkaitan dengannya, sesuai dengan dalil-dalil dan prinsip-prinsip syariat.

Di antara ketetapan yang sudah disepakati ialah bahwa syariat menghukumi semua perbuatan orang mukallaf, yang besar ataupun yang kecil, dan tidak satu pun perbuatan mukallaf yang lepas dari bingkainya. Karena itu setiap perbuatan mukallaf yang dilakukan dengan sadar, pasti terkena kepastian hukum dari lima macam hukumnya, yaitu wajib, mustahab, haram, makruh, atau mubah.

Pada bagian-bagian berikutnya akan saya kemukakan hukum-hukum syara’ yang terpenting dan pengarahan-pengarahan Islam yang berhubungan dengan kedokteran (pengobatan), kesehatan, dan penyakit, dengan mengacu pada nash-nash Al-Qur’an, As-Sunnah, dan maksud syariat juga dengan mengambil sebagian dari perkataan ulama-ulama umat yang mendalam ilmunya, dengan mengaitkannya dengan kenyataan sekarang. Kita mohon kepada Allah semoga Dia menjadikannya bermanfaat … Aamiin.

— bersambung…

Sumber: Fatwa-Fatwa Kontemporer, Dr. Yusuf Qaradhawi

Catatan kaki:

1. Seperti dalam Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, dan Sunan lbnu Majah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Pantaskah untuk Menyakitinya?

Figure
Organization