Topic
Home / Berita / Opini / Hanya Sebatas Popularitaskah?

Hanya Sebatas Popularitaskah?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (donialsiraj.wordpress.com)

dakwatuna.com – Miris rasanya jika melihat kondisi dakwah di berbagai kampus yang saya lihat. Tidak hanya beberapa kampus saja yang mengalami ini, namun hampir semua menghadapi problematika yang sama. Masalah kader, masalah sumber daya yang akan menginfakkan jiwanya di jalan dakwah. Minimnya keinginan para pemuda untuk mengalihkan penuh perhatiannya ke lembaga dakwah kampusnya.

Kampus adalah pilar karantina substansial yang berperan sebagai simbol intelektualitas dan pencetak tenaga pembangun bangsa. Di sini banyak sekali organisasi yang bercokol di dalamnya sebagai realisasi kreativitas mahasiswa untuk menunjukkan aktualisasi diri sebagai agen perubahan. Banyaknya suguhan organisasi akademik dan non akademik yang bertengger di kampus tentunya selalu dikerumuni oleh massa dari berbagai kalangan.

Tidak pernah ada kata “kekurangan SDM” untuk kategori Unit Kegiatan Mahasiswa. Selalu ada generasi yang mencuat ketika proses kaderisasi dieksekusi. Eksistensi dan popularitas menjadi bagian penuh dari dikukuhkannya mereka dalam wadah kreativitas diri di atas. Tak perlu ada ajakan, pendekatan personal, jarkoman sms, dan media lainnya ketika regenerasi organisasi jenis ini dimulai. Seperti semut yang mendatangi gula, akan ada secara terbuka mereka yang ingin bergabung.

Lalu, apa bedanya dengan organisasi kerohanian Islam yakni LDK (Lembaga Dakwah Kampus) dibandingkan jenis organisasi di atas? Mengapa organisasi di atas selalu menjadi prioritas pemuda dalam pemberian penuh tanggung jawabnya? Bahkan mungkin hanya sisa perhatian yang diberikan kepada LDK. Sebagai prioritas kedua. Astaghfirullah. Semoga ini hanya dalam pengamat saya saja. 

Realita seperti ini tak bisa kita elakkan. Hal ini seperti sudah menjadi darah daging dalam sejarah kampus terkait organisasi. Sulit untuk mengubah pandangan pemuda yang memiliki kecenderungan kalau organisasi Islam di kampus adalah untuk mereka yang alim, untuk mereka yang dengan jilbabnya yang lebar dan untuk mereka yang umumnya memiliki jenggot, tanda hitam di kening, dan celana yang menggantung. Kenyataan ini juga diperkuat dengan kurangnya peserta yang hadir dalam acara-acara islami yang digelar di kampus.

Saya agak kaget ketiga mendengar salah seorang adik kelas yang pada saat itu masuk ke ruangan di mana acara LDK sedang berlangsung. Secara spontan dia berkata, “Wah, salah masuk ruangan saya.” Dan saat itu juga spontan saya menanyakan apakah dia seorang muslim kepada salah seorang temannya yang menghadiri kajian tersebut, dia menyampaikan bahwa temannya tadi adalah seorang muslim. Banyak yang saya tanyakan terkait permasalahan ini dan satu kesimpulan yang saya tangkap dari penjelasannya adalah LDK terlihat dan terkesan terlalu strik di mata orang awam, citranya yang hanya menaungi mereka yang telah tertarbiyah dan memahami Islam saja yang berhak menikmatinya. Padahal yang kita ketahui dakwah adalah tabligh (menyampaikan atau meneruskan syiar panji-panji agama Allah), mengajak, mempengaruhi, memberikan pemahaman agar terbentuk pribadi muslim yang kuat dengan tsaqafah islamiyah. Dakwah adalah tarbiyah (pendidikan). Dan anggota LDK adalah seluruh mahasiswa muslim di kampus terkait, tidak ada perbedaan satu sama lain, justru target sesungguhnya dakwah adalah mengajak mereka yang belum paham dan masih baru pengetahuannya untuk dibina. Baru kemudian memantapkan mereka yang paham agar mampu kelak dapat menjadi penyampai (murabbi/yah). Kalimat tersebut rasanya ingin sekali saya teriakkan ke seantero kampus, namun keinginan tersebut saya tahan. Biarlah di forum diskusi kalimat ini saya haturkan kembali.

Jika mengamati realita yang ada, maka dalam pandang saya faktor utama yang merupakan sinyal kurangnya minat mereka terhadap organisasi Islam kampus adalah POPULARITAS. Kita ketahui bersama bahwasanya kampus adalah masa transisi mereka yang baru saja menikmati masa-masa remaja yang penuh dengan aktualisasi diri dengan segala eksistensi yang ada. Ekspresi diri ini tentunya akan diarahkan lebih jauh ketika mereka memasuki fase menjadi mahasiswa. Semua kreativitas dan bakat terpendam akan disinyalir menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Popularitas adalah kunci eksekusinya. Ketika hasrat mengekspos kemampuan diri yang bisa disalurkan terpenuhi, maka dengan sendirinya eksistensi diri akan mencuat. Senator Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa, UKM baik akademik dan non akademik adalah sarana bagi mereka yang ingin mengakselerasikan diri. Menjadi bagian dari mereka adalah keinginan semua mahasiswa yang memandang bahwa dirinya akan semakin mudah dikenal oleh entitas kampus jika mereka bergabung ke dalamnya. Sehingga prioritas tanggung jawab dan perhatian pada umumnya diletakkan pada level jenis organisasi tersebut. Lain halnya dengan LDK. LDK adalah sarana yang mengurusi keummatan. Mainannya hanya berkutik pada jenis kegiatan keagamaan yang terbungkus secara modern. Menghidupkan suasana Islami di kampus. Memposisikan diri layaknya seorang da’i yang terus menerus merangkai taushiyah yang kemudian disebar ke teman-teman mahasiswa lain. Dan itu bukan ranah saya. Bukan bagian saya. Biarlah mereka yang fahim yang menjalankan semua itu. Begitulah pikiran-pikiran mahasiswa yang menganggap LDK hanya untuk mereka yang pantas memilikinya. Tidak ada popularitas. Tidak ada ladang untuk mengeksistensikan diri. Dari sini terlihat masih dangkalnya mindset atas keberadaan lembaga dakwah dan masih kurangnya pemahaman pemuda atas keberadaan jati dirinya sebagai penegak panji risalahNya di kampus.

Sekarang izinkan saya memberi sedikit pandangan. Tidak cukupkah janji Allah SWT ini untuk kita. Untuk mereka yang selalu berjuang menegakkan syariat di manapun mereka berada. Apa yang Antum cari sebenarnya? “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Agama Allah, niscaya Dia akan Menolongmu dan Meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Dan belum lengkapkah perhatian Rasulullah agar kita sebagai pemuda selalu diperlakukan dengan baik karena rasa bangganya beliau kepada kita. “Aku pesankan agar kalian berbuat baik kepada para pemuda, karena sebenarnya hati mereka itu lembut. Allah telah mengutus aku dengan agama yang lurus dan penuh toleransi, lalu para pemuda bergabung memberikan dukungan kepadaku. Sementara para orang tua menentangku.” (Al-Hadits)

Perjalanan dalam merintis medan dakwah memang panjang dan penuh dengan duri. Tidak ada kenikmatan material dan popularitas yang kita dapatkan. Jika jalan dakwah itu secara gampang diemban, mungkin cukuplah Muhammad yang mengembannya, namun kenyataannya tidak seperti itu. Begitu banyak pihak yang terlibat, mulai dari keluarga, sanak saudara, para sahabat, mereka bersatu dalam satu visi untuk meneruskan ajaran yang sebelumnya telah dibawa Ibrahim kemudian diselewengkan oleh mereka yang tidak mengerti.

Saya sangat mengapresiasi mereka yang benar-benar fokus pada organisasi dakwah. Seperti halnya pada adik kelas yang menghentikan tahap terakhirnya mengikuti kaderisasi BEM dengan alasan yang sangat lugas dan jelas adalah karena keinginan untuk mengurus LDK. Niat awal keikutsertaan ini adalah keinginan untuk mengikuti sistem pengkaderan di BEM yang mungkin bisa dijadikan referensi dalam merekonstruksi sistem kaderisasi di LDK. Juga terenyuh pada status adik tingkat yang saat ini telah mengemban amanah yang substansial di LDK dengan menuliskan “Harusnya dari dulu aku melihat jalan ini, yang kelihatannya berbatu tajam tapi ada hadiah terbesar di ujungnya. Daripada jalanku dulu, yang kelihatan mudah tapi bahkan aku tidak pernah menemukan jawaban apa yang ada di ujungnya“.

Mari kita renungi kata-kata ampuh ust. Rahmat Abdullah yang menggentarkan:

“Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai. Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu.”

Jangan pernah berhenti berdakwah karena dakwah bukanlah sebuah profesi namun suatu kewajiban yang berada di pundak-pundak pejuang sejati. Juga jangan pernah memikirkan popularitas dunia. Nasihat kecil ini bukan berarti untuk membatasi ruang gerak Antum untuk berpolitik di kampus, mengikutsertakan diri menjadi bagian dari organisasi formal kampus. Justru itu sangat penting, untuk pelebaran sayap syiar dakwah kita. Maka bagilah peran dan tanggung jawab Antum sesuai dengan proporsionalnya. Jangan pernah lebih memberatkan dan mengkorupsikan pikiran Antum hanya pada organisasi formal di atas. Tanggung jawab kita lebih tepatnya pada keberadaan dakwah di kampus.

Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Namun semua kelelahan, rasa bosan, rasa sakit, adalah sebagai tiket atau mahar kita untuk bertemu denganNya di surge kelak. Insya Allah. Allahumma Aamiin.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 9.40 out of 5)
Loading...
Student of Universitas Bakrie, Accounting Study Program. Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Aktivis LDK (Lembaga Dakwah Kampus) Basmala Universitas Bakrie. Member of Muamalah Community. Seorang hamba yang tidak sempurna namun selalu berusaha menjadi sempurna di mata Tuhan.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization