Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Aku Ingin Pulaaaang!!!

Aku Ingin Pulaaaang!!!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (flickr.com/aremac)

dakwatuna.com – Diam, sepi, sendiri. Kucoba tetap tersenyum dan memang tangis pun tidak akan menghadirkan siapa pun dalam waktu seperti ini bukan? Siapa bilang??? Ke mana ilmu tauhid yang kau pelajari? Dimana kau tempatkan Allah di hatimu??? Apakah hanya karena temaram lampu di penghujung malam ini yang menemanimu lantas kau katakan sendiri, dan selalu sendiri???

Tidak sayang, istighfarlah dan bukalah kitab sucimu. Kau akan temukan kedamaian, kau akan dapatkan jawaban dari setiap kegelisahan yang menyeruak hingga ubun-ubun, akan kau temukan titisan ketenangan bagai kemarau panjang yang dipertemukan dengan rintik-rintik hujan, percayalah, lakukanlah, baca ayat-ayat cintaNya dengan cinta.

Angin yang membelai wajahmu itu Allah ciptakan untuk menghapus air matamu, jutaan bintang itu Allah ciptakan untuk menemani kesendirianmu, senyuman rembulan itupun adalah untukmu… untuk mu sayang, untuk kau pahami bahwa kau tidak pernah sendiri. Jika kau memang tak bisa mendengar gelak tawa sahabatmu di seberang sana, dengarlah, ada yang lebih setia dari mereka, yang tak pernah membiarkanmu sendiri, dengarlah detak itu, detak yang sejak lahir Allah anugerahkan untukmu, untuk apa??? Untuk kau tafakuri bahwa kau tidak pernah memiliki satu masapun sendiri di fananya alam ini, detak yang lebih setia daripada kisah persahabatan, dari pada kisah percintaan, yang lebih dekat dengan hatimu, tapi sedikit lebih jauh dari telingamu, sehingga sering kau lupa mensyukuri anugerah ini, detak ini hanya akan terdengar kala tak ada detak lain yang menyaingi kelembutan suaranya. Detak yang keberadaannya membuat eksistensimu di dunia ini tidak diragukan. Tahukah kau?? Sunyi itu Allah ciptakan agar kau lebih menghargai detak ini.

Perasaan itu kembali menelisik dalam singkatnya malam bulan Juni di pelataran Eropa, kubaca Al Qur’an, gemericik hujan di pipi membuncahkan rindu itu lagi, sejenak aku kembali diam, menghitung bulan, minggu dan hari, bahkan jam, tak lama lagi akan aku peluk pujaan hatiku, tak lama, tak lama lagi, cobalah untuk sabar.

Tiket pesawat telah kubeli, kulihat tanggal kelahiranku sebagai tanggal aku akan memijakan kakiku kembali di tanah Indonesia setelah hampir 2 tahun meninggalkannya. Memang belum terlalu lama jika dibandingkan dengan kisah perantauan Abdullah Khoirul Azzam dalam Ketika Cinta Bertasbihnya kang Abik. Tapi aku adalah aku, yang tak kuat menelan pil kerinduan ini terlalu lama. Liburan musim panas yang panjang dan tiket pesawat yang terbilang lebih murah memberikan izin untukku sedikit berani merealisasikan sebuah harapan sederhana, harapan yang lumrah bagi setiap pemilik hati yang diselimuti rindu,

“Lebaran di kampung halaman bersama segenap keluarga terkasih….“

Terlebih ada yang spesial… Usiaku genap seperlima abad saat pesawat Emirates mengudara dari Frankfurt menuju persinggahan sementara, Dubai… tepat dengan seatNr. 28A.

Itulah rencana, yupp… manusia hanya bisa berencana, tak memiliki satu ketetapan pun yang menjamin pertemuan yang diagendakan itu akan menjadi sebuah kenyataan.

Untuk tetap bertemu dengan detak ini pun aku tak tahu.

Seperti rencana umi dan bapak yang diutarakannya kemarin via telepon,

“Nanti kita jemput di bandara yaah, umi dan bapak mau nyengcelengan (nabung) untuk jemput neng“

Gerimis kembali menghiasi pelupuk mataku, untuk sebuah perjumpaan dengan yang tercinta diprogramkan jauh-jauh hari sebelumnya. Terbayang sudah pelukan hangat umi, ciuman sayang bapak, senyuman teteh dan aa, dan gelak tawa keponakanku, rencana itu begitu indah tergambar meski tak ada jaminan.

Perjumpaan denganNya, sang peniup hawa rindu dan pengabadi kisah cinta, yang merupakan sebuah kepastian, apakah telah kita persiapkan???

Kali ini bukan hanya gemericik dan gerimis lagi yang membuat sembab mataku, beralih menjadi hujan deras di pipi saat teringat aku belum memiliki apa-apa, aku belum memiliki bekal untuk berjumpa dengan yang aku bilang “kekasih sejati“.

Dalam Rencana dan harapan, terbesit sebuah ketakutan.

“Umi dan bapak selalu mendoakan neng agar neng sukses“.

Tahukah umi, bapak, teteh, aa, gadismu ini, adikmu ini selalu berdoa agar kalian selalu bahagia, bahagia dengan kucuran cintaNya yang tak pernah henti membanjiri relung hati, bahagia dengan apapun ketetapan yang telah Allah berikan.

Aku berharap kalian akan tetap berbahagia jika sukses yang aku inginkan adalah segera berjumpa dengan kekasih yang selalu menemani, selalu menghapuskan rongrongan kesendirian ini, yang menyeka butir-butir bening yang lahir ketika keresahan menggulung hati, yang mengatakan,

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat; Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(Al Baqarah 186)

Kata-kata cinta itu yang mampu menenangkan gegap gempita kegelisahan yang melanda jiwa saat tak ada seorang pun menyertai perjalanan terjal ini. Umi, bapak, teteh, aa… semuanya… aku ingin pulang… ingin segera pulang,

Aku ingin pulang dalam keadaan sukses, kesuksesan yang sebenarnya adalah ketika kita pulang keharibaanNya dalam keadaan husnul khatimah, itulah konsep sukses yang terpatri dalam benakku. Ya… aku merindukanNya, semakin hari semakin kupahami dunia hanyalah kesenangan yang semu, kejadian demi kejadian yang memindahkan aku dari suatu tempat ke tempat lain semakin mengingatkan aku bahwa hidup di dunia ini hanya singgah saja, hanya berjalan menapaki skenario yang telah Allah gariskan, kadang kita terlena melihat kemegahan- kemegahan tempat singgah kita sehingga lupa bahwa ada saatnya kita pulang.

Sebenarnya sama saja bukan seperti singgah di Dubai yang hanya beberapa jam saja?? Meski di sana ada gedung termewah dan hotel termahal, kita hanya bisa melihatnya saja, tanpa memilikinya. Kita ini terlalu sombong hanya karena telah singgah di tempat mewah, padahal tempat pulang kita adalah sama pada akhirnya, hanya saja rute perjalanan kita yang berbeda, untuk sampai ke Indonesia dari Jerman saja tak hanya singgah di Dubai rutenya, ada yang transit di Singapore.

Betulkah tempat pulang kita sama?? Tidak, tempat pulang kita ditentukan oleh jalan yang kita tempuh. Selalu ada kiri bersama kanan, Tapi tujuan kita sama kan??? JannahNya, semoga kita sampai kepada tempat yang keindahannya lebih indah dari apapun yang terbesit di hati, yang kemegahannya lebih megah dari segala yang pernah terlihat, yang kemewahannya jauh lebih mewah dari apa-apa yang pernah kita dengar. Dan semoga kita terhindar dari tempat abadinya penderitaan.

“Dunia ini bagaikan jembatan untuk mencapai pulau impian kita bernama Akhirat, tidak masuk akal bukan jika seseorang membangun istana megah di jembatan????“

Dan aku termasuk orang yang tak terlalu pandai menjaga hatiku agar tidak tergoda dengan berbagai angan- angan yang hanya berorientasi kebahagiaan dunia, aku juga terlalu lemah untuk terus berlari mengejar kesenangan yang sesaat itu. Maka aku ingin segera pulaang…… Salahkah??? Astaghfirullah… ya Allah maafkanlah aku, aku masih merasa kesulitan untuk membedakan putus asa dengan rindu berjumpa denganMu, jika ini adalah keputus asaan, tolong kuatkanlah aku… kuatkan ya Allah…jauhkan aku dari putus asa… Lahaula walaquwwata illabillah ….tapi Jika ini adalah kerinduan untuk menatap wajahMu, deraskanlah rasa ini ya Rahim.

Aku adalah sebutir pasir yang tidak memiliki keistimewaan, tapi aku merasa sangat istimewa karena kalian orang-orang yang istimewa merasa bahagia memilikiku, umi, bapak, teteh, aa, keponakan-keponakanku, aku cukup merasa berarti ketika kalian mengatakan,

“Tetangga ramai menceritakanmu, mengatakan bangga padamu, sungguh, ibumu, bapakmu dan keluargamu lebih dan sangat bangga padamu sayaang“

Aku tak perlu mengetahui mereka bangga, mereka tak pernah tau isak tangis kita, luka-luka yang kita bawa, bisa yang kita telan, jadi apa guna menceritakan mereka bangga padaku, cukup kata-kata yang terakhir yang aku tunggu selama ini, dan akhirnya aku mendapatkannya, terima kasih. Saat ini aku masih harus menginjak paku-paku tajam itu, aku takut, aku takut kata-kata yang pernah indah terdengar itu hilang karena aku tak bisa menjadi mutiara yang selalu menjadi mutiara di manapun berada Berselimutkan sutra atau pecahan kaca, mutiara tetaplah mutiara dengan cahaya yang memukau pandangan mata. Aku takut umi, takut, langkah kakiku mulai melemah.

Entah bisikan yang baik atau jahat yang tiba-tiba akhir- akhir ini sering melintas di benakku,

“Mungkin ini saat yang tepat aku kembali kepada Pemilikku, sebelum takabur menyinggahi salah satu bilik hati, atau??? Telahkah aku takabur dengan merasa menjadi baik sehingga mengatakan ini waktu yang tepat untuk pulang???“ Sebuah harapan atau ……., ahh…lagi-lagi perasaan itu terlalu sulit untuk dideteksi dengan nalar dan logikaku.

Allah… jagalah hatiku, jagalah imanku.

Keluargaku, Akan kuceritakan satu-satunya hal yang bisa membuat aku tetap berjalan meski taburan duri di hadapan, yaitu, keyakinan bahwa kelelahan dan rasa sakit ini tidak akan menjadi abadi jika kita menjalaninya lillah. Seperti apa yang telah diajarkan kalian bukan??? Terima kasih telah mengajariku mengenal Allah, Tuhanku, Tuhan kita, Tuhan Semesta.

Aku merindukan kalian, tapi perasaan ini lebih mencengkeram… ahhh… tapi tidak dibenarkan jika kita mengaharapkan kematian,

Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, dan janganlah meminta kematian sebelum datang waktunya. Apabila seorang di antara kalian meninggal, maka terputus amalnya. Dan umur seorang mukmin tidak akan menambah baginya kecuali kebaikan. (HR Muslim)

Baiklah, tapi tidak salah bukan jika aku ingin menitipkan pesan, “Jika suatu hari nanti aku tak sempat meminta maaf atas segala khilaf dan salah, aku mohon maafkanlah … dan aku mohon jangan ratapi kepergianku dengan kesedihan… tetaplah berdoa seperti do’a yang dulu mi, pak, teh, a, tetap do’akan agar aku sukses, dan mencapai cita-citaku, juga cita-cita kita, menatap wajahNya di JannahNYa.“

Salam cinta tiada tara, salam rindu yang menggebu.

UntukMu, untuk kalian yang tercinta.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (16 votes, average: 9.38 out of 5)
Loading...

Lihat Juga

Pulanglah

Figure
Organization