Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Jodohku

Jodohku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – ‘Zi besok ada yang mau bertemu, aku tunggu ya di Masjid at-taqwa ba’da Ashar’

Aku baca lagi sms dari Aisyah tadi malam, belum sempat ku balas sampai pagi ini. Mau ku balas dengan ‘insya Allah,’ sudah sering rasanya tidak selalu ku tepati, jadi aku tunggu saja sampai siang nanti, mudah-mudahan tidak ada kegiatan yang menghambat.

***

“Zi…. mau ke mana? Ko buru-buru gitu.”

“Mau ke kampus Bu, ada kuliah tambahan di matakuliah statistik.”

“Lho emang kamu gak mau ikut sama Ibu ke rumah Pakde Arif, sabtu kemaren kamu bilang mau ikut.”

“Ya Allah… maaf Bu, Zi lupa kalau sabtu ini kita mau ke sana.”

“Ya udah gak apa-apa nanti hari minggu saja kita ke sana, nanti Ibu hubungi lagi Pakdemu.”

“Terima kasih Bu, Zi pamit dulu, Assalamu’alaikum.”

***

Sudah hampir Zhuhur tapi aku belum juga membalas sms dari Aisyah. Tadi selesai kuliah langsung liqa bareng teman-teman di Lembaga Dakwah Kampus. Tapi aku tidak tega membiarkan Aisyah terus sms menanyakan aku bisa datang atau tidak, baiklah aku balas saja ‘insya Allah aku pasti datang.’

‘Syukron Zi, semoga ini cocok untukmu.’ Balasan Aisyah membuat ku kaget. Apa yang cocok untukku? Apa Aisyah masih belum lelah mencarikan jodoh untukku?  Yang setiap kali aku tolok, karena alasan-alasan sepele, kurang inilah kurang itulah.

***

‘Aisyah… bukannya aku tak mau menikah, aku juga sadar dengan usiaku yang sudah mulai beranjak 25 tahun. Tapi kau juga harus tau, aku masih trauma dengan seorang laki-laki yang benar-benar aku cintai dulu, sebelum aku mengenal Islam secara kaffah, tolong Aisyah mengertilah.’

Ini yang aku sampaikan satu bulan yang lalu, saat Aisyah memperkenalkan seorang ikhwan yang sempurna menurutku, tapi entahlah , aku selalu menolak dengan alasan-alasan yang aku buat sendiri dan Aisyah tetap bersabar menghadapi aku yang keras kepala dan dia hanya tersenyum tidak ada kemarahan.

Aku sangat mengenal Aisyah, dia yang membuatku bangkit dari keterpurukan, dia yang selalu membimbingku di saat aku benar-benar rapuh, dia yang mengajarku tentang berhijab, dia juga yang memotivasiku untuk melanjutkan kuliah yang tertunda 2 tahun, karena aku frustasi mengetahui bahwa pria yang ku cintai diam-diam telah menikah dengan wanita lain.

***

Pukul 15:00 masih ada sisa waktu 10 menit untuk menunggu adzan Ashar, aku memang datang lebih awal dari waktu yang sudah disepakati, supaya tidak terlalu terburu-buru nanti.

“Maaf dik, tempat wudhu untuk ikhwan di mana ya?”

“Oh… di sebelah kanan Mas, jalan saja sebentar kemudian belok kiri.”

“Syukron dik.”

Setelah mengambil wudhu, aku meluangkan waktu membuka mushaf dan mengulang kembali hafalan juz 30 ku untuk menyetor hafalan ke Murabbi. Tak lama berselang akhir surat al-insyirah, adzan mulai berkumandang, merdu sekali aku dengar lantunan lafadz-lafadz adzan Ashar. Suara siapa ini, selama beberapa bulan aku sering i’tikaf di masjid ini, belum pernah mendengar suara yang membuat hatiku gemetar. Ah… sudahlah mungkin beberapa hari yang lalu aku tak mendengarkan dengan seksama para muadzin di sini.

***

Sudah pukul 16:05, kenapa Aisyah belum datang juga. Sudah aku coba telepon tapi tak diangkat.

Aku meneruskan tadarus yang belum ku lanjutkan dari ba’da subuh tadi, surat an-najm ayat 43 ‘dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.’ Aku teringat dulu masa-masa keterpurukan, di saat semua yang ku miliki telah dia renggut dan berjanji ingin menikahiku, pada akhirnya dia mengkhianatiku. Allah memberikanmu Aisyah untuk memberitawa kepadaku. Tak terasa ada air mata mengalir di pipi.

“Assalamu’alaikum Zi…”

“Wa’alaikum salam Aisyah…” aku langsung mengusap air mataku.

“Afwan aku telat, tadi ummi memintaku untuk membelikan pupuk bunga anggrek kesayangannya. Apa kau menangis Zi?”

“Ah tidak, aku hanya teringat masa lalu. Kau hanya sendiri Aisyah?” sambil terus ku usap air mata,

“Ya. Tadi dia bilang ingin duluan datang ke sini, agar bisa shalat Ashar berjamaah di masjid at-taqwa.”

Diakah yang adzan tadi? Atau dia yang bertanya arah tempat wudhu? Ah sudahlah… aku tak usah menerka-nerka, sesaat lagi mungkin kita akan bertemu.

“Hai… ko malah bengong? Mikirin apa si?”

“Hehe gak apa-apa ko… hanya heran saja samamu tak pernah henti-hentinya mencarikan jodoh untukku”

“Kau patut bahagia Zi, bagaimanapun keadaanmu.”

“Syukron Aisyah, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan setimpal”

“Amin. Tunggu ya aku sms dulu orangnya, dia masih saudara jauhku”

***

‘Ya Allah semua ku serahkan kepadaMu, aku telah bertemu dengannya. Bukan laki-laki yang bersuara lembut, bukan laki-laki yang menanyakan arah tempat wudhu, tapi dia yang pernah menolongku ketika aku hampir bunuh diri di jalan raya. Dia yang tak pernah putus ku kirimkan doa keselamatan, dia yang sering ku tapikkan dalam ingatan, bantu aku ya Allah untuk memudahkan jalanku menuju ridhoMu.’

“Zi…. hayu cepatlah ini sudah mau hujan, nanti kita kehujanan di jalan. Tadi Pakdemu juga sudah telepon untuk cepat datang.”

“Ya Bu.” Zi bergegas merapikan jilbab yang dikenakannya dan mengambil kunci motor yang ada di dalam laci lemarinya.

“Kau sudah tahu belum kenapa ibu mengajakmu silaturahim ke Pakde Arif?”

“Belum Bu, memangnya ada apa?” Zi terus fokus dengan kendaraan yang dibawanya.

“Ibu dan Pakdemu mau memperkenalkan seseorang untukmu, mudah-mudahan kau suka.”

Ya Allah apa yang harus aku lakukan, semalam aku belum sempat berbicara pada Ibu, bahwa ada yang ingin mengkhitbahku dan aku sudah mengisyaratkan iya kepadanya.

“Zi… diajak ngomong ko malah diam”

“Oh ya Bu… kita lihat saja nanti mudah-mudah tidak ada kendala” ya Allah tolonglah aku.

***

Terima kasih Allah… bagaimanapun jalannya dan pertemuannya bila memang dia jodohku dan aku jodohnya, pasti akan dipertemukan. Dia yang sedang melafalkan ijab kabul di hadapan penghulu dan waliku adalah dia yang menolongku waktu itu, dia yang Aisyah kenalkan kepadaku dan dialah yang ingin ibu kenalkan kepadaku.

‘Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.’ (QS. An-najm ayat 43)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (28 votes, average: 9.50 out of 5)
Loading...

Tentang

Menyukai fiksi dan non-fiksi.

Lihat Juga

Manisnya Ramadhan

Figure
Organization