Topic
Home / Berita / Nasional / Peraturan Menag Nomor 3/2012 Bertentangan dengan UU Sisdiknas

Peraturan Menag Nomor 3/2012 Bertentangan dengan UU Sisdiknas

Sekretaris Fraksi PKS Abdul Hakim. (fpks.or.id)

dakwatuna.com – Jakarta. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, KH Abdul Hakim, mengingatkan Menteri Agama, tentang keberadaan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2012.

Menurut Abdul Hakim, peraturan itu tidak mengakomodir penyelenggara pendidikan diniyah dan pesantren. Isi dari Peraturan tersebut banyak melanggar dan bertentangan dengan UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, dan PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

“Banyak pasal yang tidak mengakomodir kepentingan penyelenggara pendidikan pesantren. Terkesan Kementerian Agama tidak melakukan kajian dan riset yang mendalam terhadap permasalahan pendidikan diniyah dan pesantren,” ujar Abdul Hakim di Jakarta, Kamis (28/6/2012).

Dalam ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2012 itu, menurut Abdul Hakim, memberikan kesan pemerintah ingin membatasi ruang gerak pendidikan diniyah dan pesantren.

Kesannya pemerintah hendak menyeragamkan, mengawasi, mengontrol, mengendalikan, membuat sentralisasi pendidikan pesantren serta mematikan keinginan masyarakat, untuk berperan serta dalam penyelanggaraan pendidikan pesantren.

“Yang menjadi pertanyaan, apakah Kementerian Agama sudah melakukan proses dialog yang benar dan terbuka kepada para ulama, tokoh Masyarakat, lembaga penyelenggara pendidikan diniyah, akademisi, dan pesantren, serta masyarakat umum terkait rencana pembuatan peraturan menteri agama tersebut,” ujar anggota Komisi VIII itu.

Pemerintah seharusnya mempunyai kesadaran untuk membuat peraturan dan kebijakan, yang menciptakan iklim yang memungkinkan memberi bantuan bagi dunia pendidikan Islam. Bukan sebaliknya, malah membuat kebijakan yang menyulitkan, kalau tidak mau dibilang membinasakan.

Beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam Peraturan Menteri Agama tersebut yaitu Pasal 35, yang hanya mengakui pendidikan pesantren salfiyah sebagai satu-satunya pesantren di Indonesia. Peraturan itu mengabaikan keberadaan pesantren lainnya, baik yang disebut modern atau cukup disebut pesantren saja tanpa embel salafiyah atau modern.

Isi pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 dan PP Nomor 55/2007, pesantren yang diakui sebagai bentuk pendidikan keagamaan tidak mengacu secara khusus kepada pesantren salafiyah saja.

“Santri nantinya terancam tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Sebabnya, pesantren modern tidak diatur dalam peraturan menteri agama ini. Padahal ratusan jumlah pesantren modern di Indonesia. Mereka menerapkan sistem klasikal dalam pendidikan dan pengajarannya,” ujarnya.

Contoh lain, menurut Abdul Hakim, tidak ada satu pasal pun dalam Peraturan Menteri Agama itu yang mengatur tentang kewajiban pemerintah dalam memberikan bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan.

Seharusnya ada pasal dalam peraturan menteri ini yang mengatur tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dalam hal penyediaan biaya, sumberdaya dan infrastruktur. (Agus Mulyadi/KCM)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (4 votes, average: 8.75 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Din Syamsuddin: Agama Harus di Praktekkan dalam Kehidupan Sehari-hari

Figure
Organization