Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Diary Bunda

Diary Bunda

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Stockphoto)

dakwatuna.com – Hari-hari itu…

Teringat pagi itu, betapa keselnya gue. Udah kesiangan bangun, terancam telat berangkat sekolah dan akhirnya gue siapin dah jurus seribu bayangan. Semua orang di rumah ikut ketar–ketir nyiapin perlengkapan sekolah, ya semuanya serasa jadi bayangan manusia telat kayak gue deh pokoknya. 1 jurus lagi gue siapin buat memperbaiki penampilan, jurus itu gue kasih nama jurus 11. Salah satu jurus buat memperbaiki penampilan bagi orang yang sedang terburu-buru, yap pake jari telunjuk dan jari tengah buat ngucek bagian ujung mata (tau kan maksudnya? Hehe).

Nah ini die yang kadang bikin gue ngerasa gimanaaa gitu, udah tau kan ya telat, eh malah disuruh sarapan dulu, minumlah bawa kue lah… ya ampuuun gue lagi telat gitu loh…

***

Sore itu sepulang sekolah, untuk melepas penat gue lakuin deh salah satu ritual hiburan gue, yoi betul banget nonton tipi, kalo nggak ya maen game. Ya satu lagi, saat itu gue ngerasa keganggu banget kalo ada alarm pengingat yang paling ampuh ngingetin “Nontonnya jangan deket-deket, nanti matanya rusak…” Dan karena gue nggak mengindahkan rambu-rambu itu, peringatan itu terus berulang hingga nggak jarang deh gue manyun dan ngamuk-ngamuk nggak jelas.

***

Sederet hal mem BT kan yang pernah gue alami, dan kayaknya berulang-ulang kayak gitu deh. Semenjak ingetan gue mampu merekam kejadian itu dengan baik, ya mungkin sejak SD lah. Gue ngrasa semuanya terlalu banyak aturan, di sekolah di atur di rumah pun gue diatur. Pernah juga gue mikir, apa hidup gue sebenernya emang cuma buat diperintah sama orang lain aja kali ya? Lantas kapan nih giliran gue biar bisa jadi juru aturnya? Bukan bagian bawah yang terus diatur di sana-sini?

Ya, gue inget di mana gue ditegur gara-gara gue ngambilin makan buat bokap gue, dan pas bagian lauknya sengaja gue pilihin potongan ayam yang kecil/jelek. Ya biasa… naluri gue kan pengen kalo yang bagian enaknya buat gue aja gitu. Eh tiba-tiba bokap bilang gini “Kalau ngasih/ngambilin buat orang lain tuh yang baik ya… kalau bisa yang paling baik. Buat sekarang sih nggak apa-apa, tapi nanti kalau sudah berkeluarga/hidup di masyarakat gimana?” E buseeet gue mikir nih, gue kan masih muda belia gini, kenape diomonginnya jauh amat…

Ada lagi kejadian nyokap gue ngomel-ngomel nggak jelas (sebenernya jelas sih), gara-gara air panas di rumah kosong, pas nyokap pulang kerja dan mau minum, air angetnya nggak ada. Walhasil gue yang di rumah kena semprot dibilang nggak peka sama lingkungan. Sederetan hal yang bikin gue kesel bukan kepalang banyak gue rasain, mulai diatur dari cara duduk, tertib kalo naroh dan ngambil sesuatu, bantuin beres-beres, alarm pagi yang ngeharusin gue melek terus setelah subuh, tau pekerjaan rumah, kerapihan, keramahan, kesopansantunan. Segalanya deh…
Sekali lagi apa hidup gue hanya hidup untuk menjalankan segala aturan??

######

Tergeletak sebuah buku bersampul warna biru, sampulnya tergoreskan 1 kalimat LOVE U DEAR…

 

#1992, kelahiran putriku
Hari yang indah, bersyukur padaMu Rabb ku, kini aku Kau percayai untuk menjaga seorang putri yang cantik. Aku akan berusaha untuk menjadi pendamping sepotong perjajalan hidupnya sebelum Engkau memisahkan kami, aku akan menjadi teman yang sangat setia untuknya, memberikan apa yang ia mau semampuku, aku akan mencintainya mungkin akan melebihi cintaku terhadap nyawaku sendiri. Rabb jadikanlah dia hambaMu yang shalihah yang kelak dapat aku banggakan…

Rutinitas baruku yang sangat menyenangkan, ternyata suaramu sangat hebat nak. Hampir tiap malam kau bangunkan aku dengan suaramu yang sungguh jagoan. Aku senang melihatmu makan dengan lahap. Aku gembira melihatmu antusias bermain air saat ku mandikan dirimu.

Dan dunia terasa begitu indah saat kau mampu memanggilku dengan “mama” ya walaupun terbata-bata ma ma ma. Aku sungguh sangaat senang, ternyata kau kini telah mengenalku bidadari kecilku…

Aku juga rasakan sedih yang teramat, saat badanmu terasa lebih hangat tidak seperti biasanya. Kau tak se aktif biasanya. Aku sangat panik, maaf ya aku juga sempat menitikkan air mata, mungkin itu membuatmu sedih juga… tapi sungguh, aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu, sayang… Berbagai upaya aku lakukan untuk memulihkan kesehatanmu seperti semula, agar kita bisa bermain dan bercerita bersama lagi…

 

#Saat buah hatiku bisa melangkah sendiri

Putriku mampu memegang kuat jemariku. Aku menuntunnya untuk belajar berjalan. Saat itu kau terlihat takut nak, namun aku yang selalu meyakinkanmu dengan senyumku agar kau coba untuk terus melangkah

Aku bangga pada putri kecilku, engkau sudah bisa berjalan!!! Alhamdulillah, semangatmu sangat hebat jadilah selalu kebanggaanku. Walau aku sering tak tega melihatmu menangis saat kau terjatuh untuk mencoba terus melangkah. Dan aku selalu usap air matamu…

#Bangku sekolah mulai menyambutnya

Kini putriku sudah pandai bernyanyi, kau juga kini telah banyak dapatkan teman baru. Dunia sekolah telah mengajarkanmu menjadi seorang putri yang pemberani, putri yang percaya diri, dan aku bangga kini kau telah menjadi anak yang kritis. Luar biasa, segala sesuatu yang kau belum tau kau tanyakan. Kini kau mampu melompat. Gemilang dari pancaran mata isyaratkan sebuah kesuksesan untuk masa depanmu nanti. Semoga…
Perasaan yang teramat gembira saat kau mampu mengeja panggilanmu kepadaku “ma ma”

Walau demikian aku tetap bersuka cita, kau tetap mengajakku bermain. Ya rumah-rumahan, tak jarang dalam permainan tersebut kusisipkan ajaran agama untuk bekal perjalanan panjangmu nanti. Aku senang dan sangat bersyukur, hari ini kau mampu tamatkan bacaan iqra’ mu…

#Datangnya saat Remaja untuk Putriku

Inikah yang dinamakan remaja? Anakku kini menjadi seorang gadis yang cantik, mulai pandai bersolek, dan kau mulai peduli pada penampilan. Dulu, aku yang selalu memilihkannya model pakaian dan kau selalu menyukainya. Tapi segalanya kini berubah, engkau lebih senang memilih pakaianmu sendiri. Ya, mungkin itu suatu kewajaran, karena selera orang memanglah berbeda-beda, sekalipun aku dengan putriku.

Sekarang putriku sayang, engkau lebih suka menghabiskan waktumu dengan teman-temanmu. Pagi hingga siang kau pahatkan waktumu di sekolah. Saat sore menjelang, kau sibuk dengan segudang aktivitas ekstrakurikulermu, les mu, main mu… Mungkin dapat terbilang saat malam hari aku hanya bisa memandang wajah manismu saat kau tengah terlelap dalam balutan selimut teddy bear mu…

Sekalipun begitu, aku sangat bangga padamu putriku, kini kau tumbuh menjadi gadis belia yang sangat kuat.

#SMA untuk putriku

Putriku kini tumbuh semakin dewasa segudang aktivitas yang membuat kami harus berpisah. Entah siapa yang memisahkan dan siapa yang dipisahkan.

Putriku kini tumbuh menjadi layaknya seseorang yang idealis. Aku bangga pada ilmu mu nak…

Putriku kenakan seragam kebanggaan abu-abu putihnya. Dan saat ini teman-temannya sangat banyak. Putriku menjadi semakin sibuk, aku tahu ini saat dimana gerbang kesuksesan mulai menyambutmu. Amanahmu dalam organisasi ataupun pertanggungjawaban akademik, aku hanya dapat berdoa untukmu, aku pun berjanji untuk dapat memenuhi segala kebutuhanmu bagaimanapun caranya. Sekali lagi aku hanya ingin melihat gemilangmu.

Sekalipun kau beberapa kali menorehkan luka pada hatiku, ku anggap itu adalah sebuah jamu agar aku mampu memperbaiki menjadi ibu teladan yang dapat membimbingmu kea rah lebih baik. Sekalipun itu pahit, aku tetap memaafkanmu sayang…

Ujian demi ujian sekolah kau hadapi. Hampir di penghujung sekolah menengahmu aku selalu menemanimu terjaga dari tidur di malam yang larut. Mungkin kau tak tahu, namun hampir setiap malam kulongok engkau sedang asyik dengan buku-buku dan soal- soal yang sedang terlihat asyik bersamamu.

Saat itu aku mulai khawatir, mungkinkah kita akan segera terpisah jarak karena kau harus pergi mengejar mimpimu yang lebih tinggi.

Deraiku setiap malam ku harap mampu memudahkan segala urusanmu nak… Jadilah anakku yang selalu tegap dan tegar menatap masa depan…

#Putriku melangkah pergi

Kekhawatiranku benar-benar terbukti…

Rasanya belum lama putriku dalam buaianku. Belum terasa lama aku mengikat rambutnya dengan ikatan pita merah-putih. Belum lama rasanya aku mengajarkannya membaca. Belum lama rasanya aku mengajarkan cara mengikat tali sepatunya. Belum lama rasanya aku mencuci bajunya yang penuh dengan lumpur saat putriku terjatuh dalam selokan. Belum lama rasanya mengelus kepalanya saat ia hendak tidur. Belum lama rasanya aku mengantarnya berangkat sekolah. Belum lama rasanya aku ikut begadang menemaninya belajar. Belum lama rasanya aku menyiapkan sarapan untuknya. Belum lama rasanya aku mulai mengajarinya memasak Belum lama rasanya…

Kini… putriku harus benar-benar pergi, putriku meninggalkanku untuk raih mimpi-mimpinya di kota yang berbeda…

Sekalipun aku tak sekuat dulu… aku bersyukur dapat melihat jelita wajah putriku…
Ya, saat kau pertama injakkan kakimu di perantauanmu. Kau meneleponku. Dan sungguh saat itu aku sangat ingin berada di sampingmu. Aku ingin ikut andil menjagamu…

Saat itu kau menangis, mungkin karena ini adalah kali pertama kau merasa jauh denganku. Namun, aku terus berusaha menguatkanmu mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja. Untaian doa selalu ku panjatkan untukmu nak…

Setelah 1 semester berlalu, kini ku jarang mendengar dering ponselku. Biasanya kau selalu meneleponku di akhir pekan, walau untuk sekadar menanyakan kabar. Namun sekarang tak lagi…

Aku sadari, mungkin putriku dalam keadaan benar- benar sibuk. Dan aku pun urungkan niatku untuk menghubungimu… Walau sesungguhnya, aku sangat merindukan putriku… Di tengah-tengah tumpukan agendamu, masihkah kau menyisakan 1 baris untuk menuliskan nama ku?

#Putriku benar-benar pergi?

Sekian lama kami terpisah jarak, walaupun sesekali kami saling mengunjungi. Saat ini benar-benar kekhawatiranku memuncak…

Sebentar lagi saatnya cinta menjemputnya. Dan saat itu pula putriku harus memerankan peranku sebagai IBU di tengah-tengah keluarga kecilmu …

Selamat berjuang putriku sayang…

Mungkin pena ini sudah tak dapat melanjutkannya lagi, sediakanlah sedikit saja waktumu agar aku mampu memandangmu dalam semakin redupnya penglihatanku…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (20 votes, average: 9.80 out of 5)
Loading...

Tentang

Seorang mahasiswi, eliners UGM yang sedang belajar menulis.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization