Topic
Home / Berita / Opini / Pendidikan Seksual Untuk Anak, Kenapa Tidak?

Pendidikan Seksual Untuk Anak, Kenapa Tidak?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (123rf.com/Jasmin Merdan)

dakwatuna.com – Gencarnya promosi pendidikan seks untuk di terapkan di sekolah-sekolah cukup membuat risau para orang tua. Bagaimana tidak, karena cara penyampaian dan nilai-nilai acuan dasar dalam pendidikan seks yang di terapkan itu sendiri sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai Islam.

Bahkan di barat pun, topik ini menjadi perdebatan seru di gereja pada sekitar tahun 1969. Ada yang tidak setuju, ada yang setuju. Pihak yang setuju dan dengan bangga mengaku masyarakat yang modern. Padahal dalam Islam, pendidikan seks bukanlah hal yang baru, Rasulullah SAW telah mengajarkannya dan mencontohkannya kepada kita. Namun tujuan dan caranya berbeda dengan pemikiran barat.

Apakah tujuan pendidikan seks itu menurut pandangan barat?

1. Menekankan pentingnya kesetiaan terhadap pasangan.

Entah itu dalam pernikahan, atau hanya zussamenleben (tinggal bersama), ataupun pacaran.

2. Menghindari kehamilan di usia remaja.

Maksudnya seks itu boleh saja, tapi jangan sampai hamil. Karena akan menganggu konsentrasi sekolah jika itu terjadi di usia remaja.

3. Agar anak terhindar dari pelecehan seksual.

4. Mampu menghindari hubungan seks jika tidak diinginkan atau seks yang tidak aman.

Jadi kalau tidak ingin berhubungan seks dengan orang itu, jangan segan-segan menolak. Tapi kalau suka sama suka, tidak apa-apa, tapi jangan lupa, seks yang aman. (Aman = jangan sampai hamil, jangan sampai terinfeksi penyakit yang di tularkan akibat hubungan seks yang tidak aman)

5. Keuntungan menunda hubungan seks.

Menunda bukan sampai pernikahan, lho. Maksudnya saat mereka sudah siap dan benar-benar menyukai orang itu.

Begitulah dangkalnya tujuan pendidikan seks barat yang di ajarkan di sekolah-sekolah. Bersamaan dengan itu pula media-media yang bebas dengan pertunjukan aurat, eksplorisasi tubuh-tubuh wanita dan pria. Orang-orang berlomba untuk memperlihatkan auratnya, film-film remaja, acara olahraga dan iklan yang selalu tak jauh dari seks. Seakan kalau tidak ada unsur seks, tidak mantap, tidak laku, tidak menarik.

Kalau kondisinya seperti itu, mampukah untuk mencapai walau hanya salah satu tujuan pendidikan seks seperti yang disebutkan di atas?

Itulah mengapa sampai sekarang barat tidak pernah mencapai walau hanya salah satu di antara tujuan tersebut. Bukan hanya tidak mampu mencapai salah satu tujuan tersebut, bahkan lebih parah. Kondisi yang semula ‘hanya’ dalam batas seks bebas, atau hamil di luar nikah, kini makin buruk dengan pelecehan seksual pada anak-anak di bawah umur, entah pada anak lelaki atau perempuan, pernikahan homoseksual sudah menjalar ke mana-mana dan menjadi trend, bahkan sampai lingkungan gereja-gereja mereka. Dan satu lagi yaitu sex trafficker, menculik dan mempekerjakan sebagai buruh seks dengan tidak pandang bulu dari usia anak-anak sampai remaja, laki-laki atau perempuan. Hal ini menjadi masalah yang mencuat pada beberapa tahun terakhir ini. Naudzubillahimindzalik…

Dan bagaimanakah Indonesia yang mengaku Islam tetapi selalu mengelu-elukan pemikiran barat?

Selama kita meninggalkan hukum-hukum Islam dan mengikuti gaya mereka, masyarakat kita akan jatuh pada kehancuran. Lihat saja, kerusakan yang ada di barat sana telah menjalar ke Indonesia. Pelecehan seksual di bawah umur, homoseksual, pertunjukan aurat berdalih seni, yang kesemua itu menghasilkan masalah baru, sex trafficker.

Pemikiran barat yang dielu elukan sebagai kemajuan masyarakat modern yang melahirkan perkawinan sesama jenis, pergaulan bebas, pakaian yang tidak mempedulikan aurat, sebenarnya adalah kemunduran peradaban menuju masyarakat jahiliyah seperti zamannya kaum-kaum sebelum diutus nabi-nabi dahulu.

Sex education di barat yang diajarkan di sekolah-sekolah mereka dengan membicarakan seks secara vulgar, pemeragaan alat-alat pencegah kehamilan di depan siswa, dan lain-lain, dipandang sebagai suatu kebanggaan oleh pihak barat atas kemajuan peradaban mereka.

Padahal seringkali akibat yang timbul adalah sebaliknya, siswa-siswa sekolah dasar mereka terangsang untuk menyalahgunakan masalah sex tersebut. Ini terungkap dalam berbagai surat kabar mereka.

Sekarang, mari kita lihat tujuan dan cara penyampaian pendidikan seks untuk anak secara Islam yang saya rangkum dan tambahkan dari buku ’50 Pedoman Mendidik Anak Menjadi Shalih ‘karya Drs. M. Thalib.

Tujuan pendidikan seks dalam Islam adalah untuk menjaga keselamatan dan kehormatan serta kesucian anak-anak kita di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian .baik anak laki-laki maupun perempuan akan terjaga akhlak dan agamanya sampai masing-masing memasuki jenjang keluarga dengan bersih dan selamat.

Pola pendidikan seksual dalam Islam yang praktis di berikan oleh orang tua kepada anaknya tidaklah melalui metode pembahasan lisan yang menghilangkan rasa malu manusia. Metode pendidikan kenabian yang sejalan dengan fitrah manusia yang malu membicarakan hal-hal yang seronok, karena berdampak menggusur secara bertahap kepekaan terhadap nilai-nilai akhlak yang luhur.

Ini berbeda dengan metode barat yang penuh dengan muatan seronok dalam pendidikan seksual. Karena rangsangan seksual itu tidak memerlukan pembicaraan, Namun timbul karena terlihatnya bagian-bagian yang merangsang dari lawan jenisnya. Karena itulah Islam melakukan pencegahan sedini mungkin agar rangsangan yang bersifat naluriah itu tidak mengakibatkan bahaya bagi anak-anak.

Cara-cara pengajaran pendidikan seksual Islam yang diajarkan Rasulullah SAW antara lain adalah pemisahan tempat tidur.

Rasulullah SAW.bersabda:

“Suruhlah anak-anakmu shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (tanpa menyakitkan jika tidak mau shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun; dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud)

Pada umur tertentu anak-anak telah mempunyai kesanggupan untuk menyadari perbedaan kelamin. Hal ini umumnya dicapai oleh anak-anak yang telah berumur 10 tahun. Umur inilah yang disebut sinnut tamyiz.

Perintah Rasulullah SAW untuk melakukan pemisahan tempat tidur ini secara praktis membangkitkan kesadaran pada anak-anak tentang status perbedaan kelamin. Cara semacam ini di samping memelihara nilai akhlaq sekaligus mendidik anak mengetahui batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

‘Mencegah kerusakan harus didahulukan dari pada mendapatkan keuntungan ‘. Keuntungan membiarkan anak laki-laki dan perempuan sekamar tidur tidak ada. Tetapi kerugiannya jelas besar. Yaitu kemungkinannya terjadi pelanggaran keasusilaan secara Islam.

Dengan demikian hukum memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan adalah wajib.

Karena jika dua orang berlainan jenis bersentuhan dalam suasana sepi dan tak ada orang lain yang mengawasinya, maka akan timbul rangsangan birahi.

Dalam kenyataan sering terjadi perzinahan antara saudara kandung karena mereka sekamar tidur. Pada saat-saat puncak dorongan seksual tinggi, sulit untuk mengendalikan akhlaq dan iman yang bersangkutan untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

Banyaknya kejadian di tengah masyarakat mengenai kasus perzinaan saudara sekandung cukup menjadi pelajaran bagi orang tua untuk menyadari pentingnya menaati ketentuan agama. Sudah pasti kejadian seperti itu tidak dapat diatasi dengan cara apapun, yang ada hanya penyesalan dan kerugian pada anak putri untuk selama hidupnya.

Jika ternyata perzinaan mereka membuahkan anak, betapa besar kehancuran mental dan akhlaq putra-putri kita yang terlibat di dalamnya. Untuk mencegah kejadian semacam itulah orang tua tidak seharusnya menunda-nunda pelaksanaan pemisahan tempat tidur antara putra-putrinya ketika batas umur mereka mencapai 10 tahun.

Walaupun 2 anak laki-laki berada dalam satu kamar tidur, tapi pisahkanlah selimutnya. Satu selimut hanya untuk satu orang.

Sekarang bagaimana jika orang tua mempunyai banyak anak dan kamar tidur yang tersedia tidak cukup untuk pemisahan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan.

Misalnya anak nya 5 orang sedang rumahnya hanya terdiri dari 2 kamar. Pemecahan sementara hendaklah anak-anak perempuan tidur di dalam kamar dan anak laki-laki tidur di ruang tamu atau ruang makan. Mereka tidak boleh tidur sekamar dengan alasan kamar kurang. Anak laki-laki harus diberi pengertian agar mengalah kepada saudara-saudara perempuannya.

Dengan pemisahan tempat tidur, mereka dapat menyadari perbedaan jenis kelamin dan batasan-batasan dengan lawan jenis serta mampu menerapkannya dalam pergaulan. Sehingga dapat mencegah pula hal-hal yang tidak diinginkan dalam pergaulan dengan lawan jenis.

Mengenalkan batasan aurat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, Kata ‘aurat’ berasal dari bahasa Arab, artinya yang tercela kalau tampak. Bila bagian tertentu dari tubuh manusia terbuka dan terlihat orang lain, maka yang bersangkutan merasa malu.

Rasa malu ialah rasa terhina atau di rendahkan kehormatannya oleh orang lain karena berbuat sesuatu yang kurang baik. Karena itu, bagian tertentu yang menimbulkan perasaan terhina kalau diketahui orang lain ini oleh agama dinamakan aurat.

Batas aurat hanya ada pada manusia dan tidak berlaku pada hewan. Hewan tidak memiliki rasa malu, karena bagian tubuh tertentunya terbuka sehingga terlihat oleh siapa saja. Karena itu, manusia yang tidak mempedulikan aurat sama saja dengan hewan-hewan yang berkeliaran di sekelilingnya, baik yang jinak maupun yang buas.

Mengapa manusia harus memahami ketentuan aurat? Karena hanya manusia yang membutuhkan pakaian dan perhiasan untuk menutupi tubuhnya.

Masalah batas aurat merupakan ketentuan agama yang tidak dapat direkayasa oleh ide dan gagasan manusia sendiri, apalagi manusia yang tidak mengenal tanggung jawab kehidupan akhirat.

Setiap orang berkewajiban untuk memanusiakan martabat dirinya dengan mengikuti konsep aurat yang telah ditetapkan dalam Islam.

Aurat dalam Islam terbagi 2 yaitu Aurat Sughra, aurat yang wajib di tutup dari pandangan orang-orang yang haram melihat dirinya. Bagi wanita batas aurat sughra adalah seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Bagi laki-laki aurat sughranya adalah batas antara lutut sampai pusat. Dan aurat kubra, aurat khusus bagi laki-laki dan perempuan. Aurat kubra nya laki-laki dan perempuan adalah kemaluan.

Orang tua berkewajiban menyuruh anak-anak putrinya menutup aurat sughranya. Yaitu seluruh badannya kecuali muka dan telapak tangan.

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, putri-putrimu, istri-istri orang –orang mukminin, supaya mereka menutupkan baju kurung mereka ke seluruh tubuh, demikian itu adalah agar mereka lebih dikenal, supaya mereka tidak diganggu…” (QS. Al Ahzab, 33; ayat 59).

Ayat di atas ditujukan kepada keluarga Nabi saw dan seluruh istri orang-orang mukmin. Jelas sekali semakin tinggi kedudukan seseorang di lingkungan masyarakatnya, para wanitanya harus lebih mendisiplinkan diri dalam menggunakan pakaian penutup auratnya. Pakaian penutup aurat semacam itulah yang disebut pakaian taqwa…

Surat An Nur ayat 31:

Katakanlah pada wanita-wanita beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan memelihara kemaluan- kemaluan mereka. Janganlah mereka memperlihatkan perhiasan-perhiasan mereka, kecuali yang tampak. Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka pada dada-dada mereka. Dan janganlah memperlihatkan perhiasan mereka, kecuali pada suami-suami mereka…”

Persoalan pakaian pada ayat ini sudah ditegaskan bahwa wanita wajib menutup seluruh badannya, kecuali yang tampak, atau yang biasa terlihat. Pengertian bagian yang biasa terlihat ini tidak dapat kita tafsirkan dengan selera dan kemauan kita sendiri atau mengikuti tradisi lingkungan dan kebudayaan setempat.

Hal ini juga tidak bisa di tafsirkan berdasarkan pertimbangan estetika, keserasian berpakaian, dan mode. Karena persoalan ini berkenaan dengan syariat agama, bukan tradisi dan kebudayaan, apalagi estetika dan mode.

Tanggung jawab orang tua, baik ibu atau bapak, mendidik anak-anak perempuannya untuk berpakaian taqwa atau mengenakan jilbab. Dan dengan membiasakan anak-anak perempuan mematuhi pakaian takwa sejak dini, kelak setelah dewasa mereka tidak merasa berat untuk mematuhi syariat agamanya.

Janganlah anak-anak yang telah baligh dibiarkan berpakaian sesuka hati berpakaian dengan dada terlihat, leher terbuka, dan terlihat pahanya ke bawah. Orang tua yang membiarkan putrinya berpakaian semacam ini berarti telah berbuat dosa dan durhaka terhadap Allah.

Menfilter acara-acara TV atau film kartun yang bermuatan seks.

Tontonan anak-anak zaman sekarang, bahkan mainan pun tak lepas pada hal yang menjurus zina dan muatan seks. Seperti boneka Barbie, cerita Princess-Princess Disney, atau kartun lainnya, orangtua harus jeli dan peka terhadap nilai-nilai yang bisa menjerumuskan anaknya. Jika tidak, sama saja dengan mengenalkan anak usia dini pada hal-hal yang mendekati zina. Dan itu akan terekam di otak sang anak yang akan membuat anak menjadi ‘biasa’ dengan hal-hal yang mendekati zina. Tidak ada perasaan malu atau terlalu biasa dengan hal-hal tersebut akan memberatkan si anak saat ia harus di hadapkan dengan kewajiban menjaga batasan-batasan aurat saat baligh nanti. Berbeda halnya dengan anak yang dijaga sedari kecil dari nilai-nilai di sekelilingnya dan terus dididik dalam nilai Islam, saat baligh, akan lebih mudah dan ringan dalam menjalankan syariat syariat Islam mengenai batasan aurat dan pergaulan.

Jadi menfilter tontonan anak dan mendampingi anak saat menonton TV adalah salah satu solusi. Selain bisa memantau nilai yang didapat anak dari luar juga bisa membuka komunikasi antar anak orang tua.

Dengan memahami ketentuan aurat dan menerapkannya, anak-anak akan menyadari perbedaan jenis kelamin, menjaga kehormatannya, bisa menghargai dirinya dan tahu privasi tubuhnya. Hal ini akan sangat berguna bagi anak-anak kita untuk mengenali dan menghindari pelecehan seksual, menghindari pergaulan bebas antar jenis, menjaga kesuciannya sampai jenjang pernikahan, dan bisa menjadi istri shalihah kelak yang bisa menjaga kehormatan dan kesucian dirinya dan keluarganya.

Begitu pula dengan anak laki-laki. Dengan memahami ketentuan aurat dan menerapkannya, insya Allah akan sangat berguna untuk mengenali bagian privasi tubuhnya sehingga dapat mengenali dan menghindari pelecehan seksual, menjaga kehormatan diri, menjaga pandangannya, menghormati wanita sebagai manusia yang sama derajatnya, bukan memanfaatkannya menjadi suatu bahan eksploitasi murahan. Sehingga saatnya nanti ia akan bisa menjaga kehormatan keluarganya, menjaga kehormatan dan kesucian istrinya dan anak-anaknya.

Dengan demikian baik anak- laki-laki maupun perempuan, akan terjaga akhlaq dan agamanya sampai masing-masing memasuki jenjang keluarga dengan bersih dan selamat.

Begitulah pendidikan seks untuk anak-anak dalam Islam yang di ajarkan secara praktis dan alami sejak usia dini.

Sumber:

  • 50 Pedoman Mendidik Anak Menjadi Shalih ‘karya Drs. M. Thalib.
  • Der Spiegel: Sexualkunde-Atlas.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (7 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...
Seorang Muslimah Indonesia yang menikah dengan warga negara Jepang mualaf dan menetap di Tokyo. Senang sharing tentang perjuangan para muslimah yang sedang berjuang menegakkan syariat Islam dalam keluarga campuran Indonesia-Jepangnya. Dan senang mengamati keadaan sosial, terutama benturan-benturan yang kadang harmonis ataupun bertentangan antar budaya lokal dengan nilai Islam yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan generasi Islam Jepang.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization