Topic
Home / Pemuda / Cerpen / My Lovely Bunda (Bagian ke-4)

My Lovely Bunda (Bagian ke-4)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

******

dakwatuna.com – ‘Sesampainya di dorm kemaren, aku langsung terkapar Bunda. Tiga hari di Singapura membuat tubuhku rasanya remuk redam, makanya baru sekarang aku bisa ke sini. Aku dapat jatah libur sehari lagi, sebelum besok mulai disibukkan dengan jadwalku yang menggila itu lagi,’ Alif melepas pelukannya. Bunda menatap wajah putranya sesaat sebelum ia merapikan jaket hitam sang putra tercinta yang memang tidak berantakan.

‘Tidak apa-apa, Kau masih sempat datang ke sini di tengah-tengah kesibukanmu itu adalah sebuah anugerah yang luar biasa besar bagi Bunda,’ tandas bunda sambil tersenyum keibuan. Sekarang, Bunda melepas topi hitam yang masih melekat di kepala putranya. Bunda menatap wajah putranya itu kembali, begitu juga dengan Alif menatap bundanya sambil tersenyum. Ibu dan anak itu saling melepas kerinduan setelah beberapa minggu tidak bersua.

‘Kau boleh saja sibuk anakku, tapi kesehatan dan ibadahmu tak boleh kau abaikan. Kalau dua hal itu sampai kau lupakan, anggap saja bunda tak pernah memiliki anak yang bernama Alif Darmawan! Mengerti?’

Alif terkekeh mendengar ancaman bundanya. Ancaman-ancaman yang selalu menjadi navigator hidupnya. Layaknya gemerincing lonceng kecil yang selalu membuat ia terjaga di saat telinganya mulai pengang oleh kebisingan dunia. Bagaikan setitik cahaya yang menenangkan di saat matanya mulai rabun oleh silaunya gemerlap kehidupan. Bunda adalah inspirasi Alif. Hampir sebagian besar lagu yang dinyanyikan Garuda Boys adalah ciptaan Alif. Sebagai seorang yang cukup religius, lagu ciptaan Alif memang bukan lagu religi namun cukup inspiratif dan sangat di sukai banyak orang dari semua kalangan. Persahabatan, perjuangan, semangat, keluarga, persatuan, kepedulian dan semua tentang kehidupan. Kehidupan yang pernah bunda ajarkan padanya. Toh mumpung ia sedang dipuncak popularitas kenapa tidak ia manfaatkan itu semua untuk berbagi nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan yang pernah ia kecap dari ajaran bundanya. Nilai-nilai agama yang selalu ditanamkan bunda sebagai penunjuk arah dalam hidupnya.

Ia teringat, pernah suatu ketika sang bunda mendiamkannya sampai berhari-hari karena Alif lupa melaksanakan solat isa dengan alasan kesibukan sampai larut malam dan sesampainya di asrama langsung terkapar karena kelelahan tanpa menjalankan kewajiban seorang Muslim itu terlebih dahulu. Saat itu, jangankan bunda, Alif sendiri mulai merasa kesal kenapa ia bisa bolong solat Isa dan hanya terbangun ketika Bunda menelponnya untuk menunaikan solat subuh.

‘Alif, kau mau nanti di alam barzah bunda diseret ke neraka gara-gara bunda tak mengingatkanmu agar jangan lupa beribadah? Kau lebih mencintai GFFmu dari pada wanita yang jelas-jelas sudah melahirkan dan membesarkanmu dengan keringat dan darah? Kalau itu maumu, silahkan saja!…Tet!’ seiring dengan bunyi telpon genggam yang di pencet bunda di sebrang, sebuah bayangan menghantam Alif seketika; bunda di seret ke neraka!!!

‘Tidaaaak!!!!’

‘Hey,’ sentuhan bunda pada pipi Alif membuat alif tersentak dari lamunannya.

Bunda menatap Alif bingung kenapa sampai muka tampan putranya sampai sedatar itu, sukur saja tidak rata.

Alif balas menatap wajah bunda yang sudah mulai bermunculan keriput-keriputan kecil di sana. Tuhan…terimakasih telah menghadiahkan malaikat ini dalam hidupku, batin Alif.

‘Ahda mana, bunda?’ tanya Alif setelah akhirnya menyadari sang adik tak terlihat puncak hidungnya semenjak kadatangan dirinya di café milik keluarganya ini. Jika tidak melihat sang Ayah setiap kali ia ke café, itu sudah biasa karena ayahnya itu punya kesibukan sendiri sebagai pengusaha yang gila bekerja, sehingga ia merasa tak perlu menanyakan keberadaan sang ayah.

‘Dia ada jadwal kuliah hari ini,’ jawab bunda santai sambil mengambilkan minum untuk Alif. Alif melepas jaket hitam, syal tebal, dan kaca mata hitam, semua alat penyamarannya itu dan meletakkannya di salah satu kursi.

Sambil duduk di salah satu kursi yang berada di belakang konter yang memisahkan antara pengunjung dengan karyawan café, Alif menyeruput minuman yang diberikan bundanya seraya sesekali melirik ke arah tante yang berada di tempat kasir yang mulai kewalahan karena entah dari mana datangnya perlahan-lahan café yang tadinya sepi sekarang mulai di penuhi pengunjung yang umumnya adalah perempuan. Alif tidak akan berada di tempat kasir itu sekarang, tubuhnya masih lelah, makanya ia sengaja datang sesiang ini karena rasanya ia belum puas beristirahat.

‘Ini, makanlah, kau pasti belum makan,’ bunda menyodorkan senampan penuh makanan yang merupakanan favorit Alif. Inilah salah satu alasan yang membuat Alif selalu ingin mendatangi tempat ini, dibuatkan makanan favorit oleh bundanya. Bibi yang mengurus dorm pernah membuatkannya, tapi rasanya jelas saja berbeda.

‘Zahra! Sini, kita makan bersama saja, ambil makananmu dan duduklah di sini,’ perintah Bunda ke -entah siapa lah Zahra ini, Alif tak memperhatikan, ia sedang sibuk menyuap makanan ke mulutnya.

Alif mengangkat kepalanya sekilas demi melihat wanita yang dipanggil Zahra oleh bundanya.

Zahra meletakkan nampan berisi makanan di depan Alif, di samping bunda, ikut bergabung bersama mereka, duduk sambil mengangguk ramah ke arah Alif seraya tersenyum.

‘Apa kabar bang?’ sapa Zahra.

‘Okh, nona Zahra!’ Alif baru ingat, ternyata gadis di depannya ini adalah gadis yang ia dan bundanya temui beberapa hari yang lalu di panti asuhan yang luar biasa besar dan penuh bunga itu. Aduuh, bunda!! Baru saja aku memuji-mujimu selangit, dan sekarang…? Oke, kutarik lagi ucapanku!!! Batin Alif menjerit.

‘Sedang apa anda di sini?’ tambah Alif to the point dan sok formal sambil tak lupa memamerkan senyum maut yang membenamkan mata mungil nan indahnya itu.

‘Aku…’ baru saja Zahra akan menyelesaikan jawabannya…

‘Tentu saja bekerja, Lif. Dia sudah jadi pegawai kita semenjak dua minggu yang lalu,’ potong bunda cepat.

‘Oya? Baguslah,’ jawab Alif datar sambil mengunyah makanannya.

‘Bunda yang paksa Zahra bekerja di sini, upah yang ia terima di tempat kerjanya yang lama terlalu sedikit, sementara ia harus membiayai kuliahnya dan membantu adik-adiknya di panti asuhan juga,’ bunda berbicara terus terang tanpa peduli dengan Zahra yang memang pendiam semakin dalam terdiam sekaligus malu-malu.

‘Hmm bunda, bukankah panti asuhan yang sebesar itu ada donatur tetapnya, kenapa nona Zahra yang mesti bekerja keras. Bunda yakin, bunda tidak punya maksud lain dari semua ini?’ dengan ekspresi datarnya, Alif malah semakin blak-blak-an lagi, yah terus saja abaikan si Zahra ini.

‘Ck! Kau GR sekali! Memangnya lelaki di dunia ini cuma kau seorang, heh?’ Bunda kesal bukan main. ‘Putra Bunda tidak hanya kau seorang, kau lupa bunda punya sepuluh orang putra? Eh tidak, member Garuda Boys ada sepuluh orang ditambah Ahda. Semuanya sebelas! Bunda akan jodohkan Zahra dengan salah seorang dari mereka. Yang pasti, mereka semua tidak bodoh seperti kau. Kau mau tahu? Radit saja, pemuda tertampan dan terseksi di Garuda Boys saja sudah akrab dengan Zahra, sampai mereka bertukar nomor Hanphone. Bersiap-siaplah Alif Darmawan!!!’ seiring dengan kalimat terakhirnya, Nyonya Darmawan alias bunda mendadak berdiri dengan kesal dan dengan kasar ia meraih nampan berisi makanan yang belum ia habiskan, membawa benda itu menjauh dari bangku yang baru saja ia duduki. Sepertinya ke tempat pencucian piring di bagian belakang café.

Alif hanya menganga melihat tingkah bundanya. Ia shock bukan main. Lain halnya dengan Alif, Zahra malah terkekeh. Tertawa melihat ekspresi cengo Alif.

‘Bang!!! Jangan sampai lalat memasuki mulutmu!’ ujar Zahra terkekeh geli yang membuat Alif kembali mengumpulkan kesadarannya.

Alif berusaha memulihkan dirinya lagi dan menelan kembali makanan yang tadinya sempat tersangkut di kerongkongan.

‘Waa, kalau begini aku jadi merasa bersalah,’ ujar Zahra sambil tersenyum-senyum, bertolak belakang dengan ungkapan rasa bersalahnya.

‘Kudengar dari bunda, bang Alif dan bunda akhir-akhir ini sering ribut gara-gara masalah ini? Bunda benar-benar membuat aku tak bisa menahan tawa, beliau selalu menceritakan soal bang Alif yang selalu tak bisa dibujuk untuk menikah secepatnya, sekaligus beliau menceritakan bagaimana kalian bertengkar gara-gara ini. Sebagai orang yang sedikit banyak terlibat dalam hal ini, aku ‘kan jadi merasa tak enak hati karena telah menyebabkan bang Alif dan bunda ribut,’ Alif rasanya ingin membantah ucapan gadis di depannya ini, tapi gadis ini tak memberikan kesempatan sedikit pun, dia terus saja nyerocos. Di mana gadis pendiam yang ia jumpai beberapa waktu yang lalu?

‘Tenang saja. Aku akan bantu membujuk Bunda untuk tak lagi mendesak abang menikah. Benar kata bunda tadi, sebagai GFF, aku tak hanya mengidolakan bang Alif seorang, sebenarnya aku ini Rangga lovers juga. Maaf ya bang, aku terkesan memanfaatkan keadaan ini. Sepertinya, aku bahagia di atas penderitaan orang lain. hehe…Jujur saja, aku sebenarnya senang sekali diajak bunda bekerja di sini, bayarannya lebih besar, selain itu ada kemungkinan aku bisa bertemu abang-abang GB di sini. Terimakasih,’ ujar gadis di depan Alif ini sambil tersenyum dan menyeruput minumannya hingga berbunyi ‘sruuut’. Alif seperti biasa hanya memasang tampang datarnya. Meski ia agak kaget juga, ternyata gadis di depannya ini adalah gadis yang sangat berterus terang dan bukanlah gadis pendiam seperti perkiraannya. Ya memang, Zahra bukanlah gadis yang pendiam, dia hanya menjadi pendiam terhadap orang yang baru ditemui dan dikenalnya. Jika Zahra sudah merasa nyaman dan merasa seolah-olah sudah mengenal lawan bicaranya dalam waktu yang cukup lama, gadis ini akan bersikap lebih fleksibel, hangat, polos dan terkesan suka berterus terang; apa yang terpikirkan maka itulah yang akan ia ucapkan. Maka, tak heran jika ia sudah merasa ‘sejiwa’ dengan lawan bicaranya itu, ia akan mudah akrab.

‘Kenapa berterimakasih? Seharusnya aku yang minta maaf karena telah berani-beraninya menolak gadis semanis dan sebaik dirimu. Nona Zahra, carilah pria baik-baik. Aku jelas-jelas tak layak untukmu, aku ini tipikal pria yang lebih mencintai pekerjaan dari pada wanita, apa lagi member GB yang lain. Kau bisa lihat ‘kan, kami sama saja. Menjadi pendamping seorang member Garuda Boys adalah suatu kemalangan bagi seorang wanita. Mereka, para gadis terkadang tidak berfikir sampai sejauh ini, yang terpikir oleh mereka hanya yang manis-manis saja,’ Alif berhenti sejenak demi menenggak air bening di sampingnya dan mengelap permukaan mulutnya dengan serbet. Ia hendak melanjutkan omongannya tapi malah diserobot oleh Zahra.

‘Kenapa bicara seperti itu? Bang Alif hanya belum menemukan gadis yang abang cintai dan gadis yang mencintaimu apa adanya. Gadis yang mau mengerti dan mau menerima bagaimanapun kondisi bang Alif. Kalau suatu saat bang Alif menemukan gadis seperti itu dan kalian saling mencintai, kehidupan bang Alif sebagai artis bukanlah sebuah hambatan yang berarti, bukan?’

‘Aku sudah selesai, meskipun aku pegawai yang disayangi bunda, bukan berarti aku bisa seenak-nya berleha-leha. Aku musti bekerja lagi,’ dan gadis itu pun berlalu, meninggalkan Alif sendirian. Bagus juga dia pergi, pikir Alif, tidak enak dilihat orang, meskipun kami tidak hanya berduaan di ruangan ini tapi berduaan dalam satu meja ‘kan bisa menimbulkan pikiran yang tidak-tidak bagi siapa saja yang melihat kami, memang aku pria manis apaan? Begitu Alif menoleh ke arah lain, tatapan Alif tak sengaja berbenturan dengan pemandangan antrian pengunjung. Antrian pengunjung Café Bunda yang sepenuhnya perempuan itu semakin lama semakin panjang saja, antrian panjang yang dimulai dari pintu masuk hingga ke depan kasir. Perempuan-perempuan itu melirik sekilas-sekilas ke arah Alif yang duduk di bangku yang agak jauh dari mereka.

 

*****

Alif POV

            GFF, aku mencintai kalian! Kalian begitu mencintaiku meski hanya dapat memandangku dari jauh, bagaimana tidak dengan seorang wanita yang akan mendampingiku kelak? Wanita yang menjadikan aku halal baginya -wahaha bahasaku keren ya- dengan sebuah cara yang disebut pernikahan dan yang pasti wanita ini akan sering-sering kutinggalkan dan bahkan bisa jadi kutelantarkan, tapi dia tetap mencintaiku dengan sepenuh hatinya. Rasanya tak dapat kubayangkan betapa luar biasanya wanita seperti ini. Ya, rasanya wanita yang punya banyak cinta lah yang bisa bertahan mencintaiku kelak. Kapankah wanita yang luar biasa ini akan hadir dalam hidupku? Hmm…Aku akan menunggu saat itu tiba.

Aku pun meraih Iphoneku dan mulai bertwitt-ria, aku sengaja meng-upload foto hasil selca-ku saat aku bangun tidur di hotel ketika Asia Tour Singapura akan berlangsung 12 jam kemudian. Dan menyapa followersku, ‘cuaca hari ini bagus.’ Semua orang memang bebas melakukan apa saja di jejaring sosial ini. Dan kita ingin orang mengenal pribadi kita seperti apa, itu adalah sebuah pilihan bukan? Aku ingin semua orang mengenalku sebagai pribadi yang ceria, hangat dan penuh keoptimisan, maka, statusku harusnya adalah kalimat-kalimat atau kata-kata yang selalu menggambarkan keceriaan, kehangatan dan keoptimisan. Dengan harapan, semua keceriaan, kehangatan dan keoptimisan itu dapat menulari semua orang.

— Bersambung… 

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lulusan Sastra Indonesia Universitas Andalas Padang, angkatan 2005. Diwisuda pada bulan September 2011. Pada tahun ajaran baru ini insyaallah akan berkegiatan mengajar di sebuah TKIT di kota Pariaman.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization