Topic
Home / Pemuda / Cerpen / My Lovely Bunda (Bagian ke-3)

My Lovely Bunda (Bagian ke-3)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

*****

dakwatuna.com – Dengan malas-malasan Alif menghampiri bundanya. Waktunya tak banyak, sebentar lagi ia harus pulang ke asrama karena jadwal latihan telah menanti.

Ketika Alif sudah berada di samping bundanya, sang bunda sedang asik mengelap piring-piring, bukan karena mereka kekurangan pelayan, tapi duduk seharian tanpa bergerak dan mengeluarkan keringat tentu tidak baik bagi tubuh.

‘Bunda, aku mau pulang,’ Alif memang hendak pulang ke dorm agar bisa istirahat sebentar sebelum latihan.

‘Alif, bagaimana? Sudah kau pikirkan?’ bunda langsung to the point

‘Bunda, bukankah Bunda sudah berjanji tidak akan mengungkit-ungkit masalah ini lagi. Waktu itu Bunda sudah berjanji hanya bertemu saja, tapi sekarang… Aaaa, Bundaaaaaa,’ Alif benar-benar merajuk sekarang, bahunya jatuh seperti orang yang kelelahan, dan memang ia sedang lelah hari ini setelah seharian melayani pengunjung cafe yang seperti biasa akan membludak setiap kali kedatangannya.

‘Ah, kenapa sih? Bunda hanya ingin tahu saja, apakah hatimu tergerak setelah pertemuan itu. Apakah salah Bunda menanyakan itu?’ Bunda meletakkan kain lap yang tadi ada di tangannya dan memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Alif.

‘Sama saja Bunda, menanyakan hatiku berarti membahas pernikahan, bukan? Pokoknya aku tak mau menikah sekarang. Aku ini lelaki tersibuk di seluruh Indonesia, jangankan untuk mengurus istriku nantinya, memikirkan kata pernikahan saja aku tak sempat,’ rajuk Alif lagi.

‘Aduuh… Bocah ini!’ bunda sudah mulai stres menghadapi tingkah putranya. ‘Bagaimana kalau kau berjodoh dengannya, bagaimana jika hatimu tergerak? Sekeras apa pun kau menolaknya pernikahan itu pasti terjadi. Makanya, Bunda tanyakan hatimu.’

Alif benar-benar lelah, dengan lunglai ia menghampiri bangku terdekat dan duduk di sana. Bunda mengikuti duduk di samping Alif. Beruntung suasana Café Bunda sore menjelang malam ini sudah mulai sepi, jika tidak, dalam sekejap akan beredar kabar seorang Alif Darmawan, lead vocal Garuda Boys akan menikah dalam waktu dekat karena dijodohkan oleh ibunya yang diedarkan dengan tidak bertanggungjawabnya oleh gosiper yang tak sengaja mendengar.

‘Bagaimana bisa hatiku tergerak Bunda, aku tidak mengenal gadis itu,’ Alif membela diri.

‘Makanya, kalau bunda sedang bercerita tentang Zahra, didengarkan! Kau bahkan menutup telingamu dan tak mau peduli, tak sedikit pun berusaha untuk mengenalnya. Bunda yakin setelah kau mengenal dia, hatimu yang membeku itu pasti akan mencair dan tanpa Bunda minta pun kau pasti akan meminta segera dinikahkan. Soal cinta jangan ditanya, bunda yakin setelah kalian menikah kau akan tergila-gila padanya. Sekarang bunda hanya minta kau membuka hatimu untuk memikirkan pernikahan dan gadis yang tepat untuk mendampingimu mewujudkan perbuatan mulia itu adalah Zahra. Aku tak bisa melihat gadis lain yang lebih baik dari dia. Kau mau dia diambil orang? Sekarang sudah waktunya dia menikah…Atau, untuk lebih yakinnya, kau ingin menemui dia sekali lagi? Biar bunda temani?’ bunda masih belum juga menyerah. Ia menatap Alif dengan keantusiasan penuh, berharap semangatnya menulari Alif.

‘Bundaaaaa,’ Alif menggelinjang-gelinjangkan kedua kaki dan tangannya dengan ekspresi memohon tak ubahnya seperti bocah kecil yang menuntut dibelikan mobil-mobilan kepada ibunya yang tak memiliki uang sepersen pun untuk membeli benda itu. ‘Sudah kubilang aku tak punya waktu untuk melakukan itu Bunda, ish…’ Alif menatap Bunda dari sudut matanya yang mulai berair. Nafasnya naik turun.

‘Ya,ya! Aku tahu, sudahlah, tak perlu di bahas lagi. Bunda tahu, bagaimana pun Bunda memohon kau tak akan mewujudkan keinginan Bunda yang satu ini. Sibuk, sibuk, itu saja yang selalu menjadi alasanmu, bagaimana mungkin seharian ini kau bisa bermain-main di sini sementara di suruh merayu seorang gadis saja kau sok menjadi pria paling tersibuk yang pernah ada di jagad raya ini…’ Bunda memberenggut, ia berdiri dan kembali memulai pekerjaannya yang sempat tertunda.

Alif mematung saja menyaksikan bundanya. Ini sudah yang keberapa kalinya Alif dan bundanya terlibat perdebatan penuh emosional seperti ini? Dan lagi-lagi hanya soal pernikahan. Catat ya, pernikahan! Sebegitu pentingnya kah pernikahan di saat seperti ini? Sebegitu inginnya kah bunda? Pikiran Alif berkecamuk, tidak menyangka akan berada dalam kondisi sepelik ini dalam hidupnya. Ini jauh lebih pelik dari pada saat-saat awal ia berjuang merintis karir sebagai artis. Di mana ia pernah manangis saat melihat teman-teman seperjuangan sudah mulai ditampilkan oleh agensi mereka di stasiun-stasiun televisi, sementara dirinya yang mengikuti pelatihan dalam waktu yang lebih lama belum juga memulai apa pun. Sebegitu dahsyatnya kah arti dari sebuah kata; pernikahan! Sehingga dapat mengganggu keharmonisan hubungan antara seorang ibu dan anak yang selama ini terjalin bak darah dan daging yang tak ‘kan terusik oleh apapun kecuali kematian? Alif mengacak-acak rambutnya dan menggeloyorkan tubuhnya sesaaat di kursi yang di dudukinya sebelum akhirnya ia bangkit dan menghampiri sang bunda. Alif melingkarkan tangannya di sekitar leher bunda, mendekap wanita itu dari belakang.

‘Bunda, maaf. Bunda jangan terlalu keras berfikir. Tanpa bunda fikirkan pun, Tuhan sudah punya rencana terindah untukku, tinggal menunggu waktunya saja. Jika aku memang berjodoh dengan gadis itu, tentu kami akan dipertemukan lagi. Bunda tenang saja, kalau terlalu banyak berfikir nanti keriput di wajah bunda akan semakin banyak,’ ujar Alif sambil melepaskan pelukannya. Alif mengecup pipi bunda sebelum melangkah keluar. Ia masih sempat mendengar bundanya berteriak.

‘Bocah tengil!! Kau mau bilang bunda tua!? Bunda belum tua! Ingat itu! Hey! Bocah tak berbakti! Memang benar Tuhan sudah punya rencana untuk hidupmu, tapi kau dianjurkan untuk menjemput rencana itu, kau dengar!?’ Sudah berada di luar pun, suara Bunda masih sayup-sayup sampai ke telinga Alif. Untung saja beberapa menit yang lalu Ahda sudah memasang ‘close’ pada pintu café, sehingga tak ada yang akan mendengar. Sore menjelang malam memang biasanya Café Bunda ditutup untuk sejenak, memberikan kesempatan kepada pegawai untuk berbenah-benah dalam mempersiapkan jamuan untuk pengunjung yang akan makan malam. Jika waktu makan malam telah tiba, Café Bunda akan di buka kembali.

 

******

Sudah tiga minggu berlalu semenjak insiden antara bunda dan dirinya, selama itu pula Alif tidak pernah mendatangi Cafe, meski banyak waktu kosong yang biasanya menjadi jatah Café Bunda untuk didatangi. Entah kenapa, akhir-akhir ini, ia enggan sekali mendatangi tempat itu. Bukan untuk menghindari bundanya, tapi untuk menghindari perdebatan penuh emosional yang akhir-akhir ini seakan-akan menjadi momok yang tak terelakkan. Ujung-ujungnya pasti bunda akan terluka, ia tak ingin melihat raut kecewa di wajah bundanya lagi. Sementara itu, ia juga tak ingin menikah secepatnya seperti permintaan bunda. Ia masih menikmati karir keartisannya yang semakin hari semakin melejit. Nah, gadis mana yang sudi menikah dengan pria yang akan setiap saat meninggalkannya karena kesibukan sang suami yang membunuh itu? Kenapa ia harus menyia-nyiakan kehidupan anak gadis orang dengan menikahinya? Sungguh dilema bukan? Dilema oh dilema, kenapa kau hadir dalam hidupku? Memikirkan si dilema membuat Alif refleks melemparkan komik yang ada di tangannya dengan sebarang arah.

Buuk! Ngek! ‘haa?’ Alif menoleh karena suara yang terakhir mengusik kesadarannya.

‘Ooookhh, Blecket! Maaf! Maaf! Maaf!’ Alif bangkit dari berbaringnya dan segera menghampiri Blecket. Detik kemudian,

‘Wuahahaha, Bang! Ada apa denganmu? Kau mau membunuh belahan jiwamu itu?  Wuahaaha,’ Andre tau-tau sudah berada di tempat tidurnya sambil mengamati Alif seraya tertawa-tawa. Entah karena ia terlalu serius sampai-sampai ia tak sadar sedari tadi Andre sudah berbaring di tempat tidurnya sambil mengamati tingkah aneh abang seboyband-nya yang memang terkenal aneh itu. Andre khawatir, kalau-kalau terjadi apa apa pada Alif, karena keanehan abangnya itu sepertinya sudah melebihi kadar keanehan seorang Alif Darmawan yang biasanya.

‘Blecket, maaf. Kau masih marah padaku, heh? Ayolah, aku ‘kan tidak sengaja, jangan diamkan aku seperti ini!’ Alif mengeluarkan segala bujuk rayunya agar belcket memaafkannya, mulai dari mengelus-elus kura-kura itu, sampai menoel-noelnya seolah-olah Blecket benar-benar sedang marah padanya. Padahal tuh si kura-kura darat memang pendiam, dibayar berapa pun binatang itu tidak akan mau bicara, dan pemuda bodoh yang tengah merajuk padanya ini dengan seenaknya membentuk stigma, mainset(?) dan apalah- di otak bodohnya itu bahwa diamnya Blecket berarti pertanda bahwa kura-kura itu sedang marah. Jjiah…

‘Kau ini kenapa sih, Bang? Blecket ‘kan punya tempurung yang kuat, dia tidak akan merasa kesakitan hanya karena timpukan sebuah komik sekecil itu,’ Andre coba menghibur abang sekaligus satu-satunya teman yang sekamar dengannya itu.

‘Oh ya? Lalu, kenapa dia hanya diam saja?’ (plak!!!  pembicaraan tak penting) dan di saat itulah handphone Alif menjerit jerit.

            Majulah wahai pemuda Indonesia…tam..tam…tam, salah satu lagu dari album ke lima Garuda Boys mengalun penuh semangat.

‘Assalamu’alaikum, Bunda cinta?’

‘Alif putraku paling tampan,’ ujar Omma di seberang telpon. ‘Kau tidak datang ke cafe?’

‘Oh, Bunda, aku sibuk akhir-akhir ini, jadwalku padat Bunda. Bukankah aku pernah bilang sebentar lagi Asia Tour kami yang ke tiga? Jadi, sekarang aku sibuk mempersiapkan itu semua,’ dusta Alif.

Memang benar sebentar lagi Asia Tour ke tiga Garuda Boys, tapi, Alif tak sesibuk itu, buktinya baru saja ia selesai membaca komik dan bermain dengan Blecket. Hari ini adalah hari liburnya setelah satu minggu penuh latihan dan menyiapkan segalanya menjelang hari H Asia Tour 3. Hari libur yang biasanya selalu ia gunakan untuk mendatangi cafe meski hanya satu hari, sekarang malah ia habiskan dengan membaca komik dan bermain dengan Blecket.

‘Kau berani membohongi Bunda? Alif, Radit sedang bersama bunda sekarang di cafe, kau masih berani membohongi bunda?’ suara diseberang mulai bergetar. Sial! Mengapa pula si kuda -yeah adik se-boyband-ku yang dijuluki kuda karena postur tubuhnya yang ‘semegah’ kuda- itu ada di sana? Alif merutuki nasibnya yang apes karena telah ketahuan berbohong.

‘Alif, sayang, maaf, bunda telah membuatmu tak betah di sini. Memang ini salah bunda…Maaf ya…’

‘Bunda…’ Alif mulai berkaca lagi, tak rela mendengar bundanya berulang-ulang kali mengucapkan kata maaf. Sementara Andre hanya mengamati abangnya dengan ekspresi bingung dan mulai ikut-ikutan gundah gulana terbawa suasana yang tak jelas.

‘Bunda janji tidak akan membahas itu lagi asalkan kau sering-sering mendatangi bunda lagi, ya? Apa gunanya semua keinginan bunda yang bodoh itu terwujud, kalau malah membuat bunda kehilangan putra tercinta bunda. Bunda janji, sejanji-janjinya, kita tidak akan membahas itu lagi. Kau percaya pada Bunda?’ Bunda sudah seperti membujuk seorang bocah.

Alif mengangguk seolah-olah Bundanya melihat tindakan yang baru saja ia lakukan sebelum akhirnya ia tersadar bahwa ia baru saja melakukan tindakan bodoh.

‘Ya Bunda, ma-maaf,’jawab Alif terbata.

‘Hey, bunda macam apa bunda ini sampai sampai membuat putraku selalu mengucapkan kata maaf, seakan akan kau memiliki dosa yang tak terampuni. Sudahlah, mulai sekarang bunda tak mau mendengar kata-kata itu lagi. Bunda sudah memutuskan kita akan melewati hidup ini seperti air mengalir saja. Jadi, kita buka lembaran baru kita dan mulai kehidupan baru, bagaimana?’

‘Wuhahaha, Bundaa. Bunda bercanda? Buka lembaran baru apanya? Memangnya kita ini habis melakukan apa, sampai-sampai harus buka lembaran baru segala?’

Andre menelengkan kepalanya bingung melihat sang abang yang mendadak berubah tertawa sambil memegangi perut saking hebohnya tertawa.

— Bersambung…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 6.80 out of 5)
Loading...

Tentang

Lulusan Sastra Indonesia Universitas Andalas Padang, angkatan 2005. Diwisuda pada bulan September 2011. Pada tahun ajaran baru ini insyaallah akan berkegiatan mengajar di sebuah TKIT di kota Pariaman.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization