Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Dan Izinkan Aku Menangis Di Jalan Indah Ini

Dan Izinkan Aku Menangis Di Jalan Indah Ini

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Izinkan aku menangis Ketika rasa bosan menyapa dan menghampiri di jalan nan indah ini, mungkin ini sebuah kejaran fluktuatif iman atau inilah sekumpulan mengudaranya uap yang dihasilkan dari luapan air kelalaian yang mendidih di atas api keluhan. Banyak pelajaran-pelajaran besar yang dapat kita peluk untuk dijadikan sebuah geliat teladan hidup.

Izinkan aku menangis sejenak bersama lantunan sendu tilawahku. Berusaha menemukan kembali sesuatu yang telah raib di dada ini. Kadang memang keterkesanan merupakan sebuah muwashafat jiwa yang berangkulan bersama kerja-kerja cita cinta yang agung.

Izinkan aku meneteskan air mataku di kala pertemuan-pertemuan syahdu dalam kebersamaan shalatku. Karena terkadang kita seperti berada di hutan belantara, tersesat terseok-seok mencari jalan keluar dari berbagai hembusan-hembusan ujian keimanan yang menerpa tak kenal waktu. Namun sesungguhnya pertolongan itu selayaknya begitu dekat ada di dalam shalat yang seharusnya jiwa dan raga yang berdiri tegap dalam menghamba sepenuh dan sebenar-benar penghambaan.

Ada sebuah titah untuk setiap insan, ada kebebasan yang ini diberikan kepada kita namun tak Cuma-Cuma karena ada bayaran yang harus kita keluarkan dari apa yang akan kita perbuat yaitu semua dibayar dengan senyum-senyum sumringahnya rasa syukur dan pertanggungjawaban kelak di pengadilan tertinggi di hadapan yang maha tinggi. Namun kebanyakan kita selalu menghilangkan kesadaran kita tentang pembayaran itu bak si pengutang yang lupa akan utangnya. Ada harga yang harus kita tunaikan atas segala anugerah yang menyertai sepanjang hidup ini. Dan bisa jadi inilah jalan indah yang mampu membayar karena inilah jalan yang berhakikat perniagaan yang paling dan sangat menguntungkan.

Masihkah aku harus menangis yang di dalamnya lekang bukan tangisan bersama derapan langkah menuju sang zat penggenggam jiwa ini. Bukankah di jalan nan indah ini akan banyak kita temui tangisan-tangisan memilukan jiwa. Namun sepertinya tak perlu kau rasakan kesakitan itu yang terlahir dari kesalahpahaman interaksi bersama para pejalan lain di jalan indah ini.

Namun hal penting yang harus kita bangun adalah terjaganya kita dan bangkit setelah menangis. Di jalan nan indah ini tak sejatinya bukan di isi oleh golongan hamba-hamba penikmat candu-candu ekslusifitas tertipu dalam ritual abadi mereka. Karena sang teladan ketika ia pernah di berikan semilir angin surga ketika melakukan perjalanan horizontal dan berlanjut dengan langkah vertikal di episode Isra mi’raj perjalanannya hanya sebatas waktu ketika bumi terlelap dalam selimut gelap dalam semalam saja. Sang uswah harus turun kembali ke bumi tempat dimana peperangan terus bergulir sampai akhir zaman. Ada tebasan pedang suci yang harus di ayunkan mengalahkan kekejian tingkah-tingkah keangkaramurkaan.

Dan di jalan yang indah ini cukuplah kita menjadi para penunggang kuda di siang hari dan menjadi rahib di malam hari. Terlahir untuk mensenyumkan hidup dan mati dan hidup lagi di alam kekal dengan senyuman kekal. Bergerak bersama semangat para pendahulu kita merekalah murid-murid berprestasi di sekolah tarbiyah Rasulullah generasi yang bercahaya menjadi mutiara generasi terbaik sepanjang jalan.

Selembut dan sebijak As Siddiq si pemandu pasca Rasulullah yang kelak posisinya paling dekat dengan Rasulullah di surga, setegas Umar sang perubah langkah periode dakwah terang-terangan yang kelak meminang bidadari edisi special, sepemalu Utsman yang malaikat pun malu padanya dan suami dari dua putri Rasulullah, seberani Ali karamallahu wajhah ketika mengayunkan sang dzulfiqor ia pun menjadi si pencicip pertama dan pelanggan sebuah telaga di surga. Ada juga sahabat yang matinya menggetarkan arrasy, Hanzalah yang jasadnya dimandikan malaikat, Ja’far yang kedua lengannya putus dan syahid kelak tangannya bersayap hijau sepasang sayap yang mampu membawanya melintasi pelosok keluasan surga, Bilal si mantan budak hitam yang suara terompahnya terdengar mendahului Rasulullah di surga, juga sang Azzahra si pemimpin wanita surga, dan banyak lagi yang lainnya. Maka terlahirlah kita menjadi muslim di mana di sinilah jalan indah akan kita mulai. Tumbuhlah menjadi generasi rabbani dan kelak mati bersama selimut kesyahidan.

Dan izinkan lah sejenak kita menangis teruntuk air matanya membasuhkan luka dan kotoran meluluhkan noktah hitam dalam kalbu. Maka bergegaslah menjadi paling militant dalam mengemban tugas ilahiyah bersama bekal warisan sang Rasul, mewarisi akhlak para nabi. Dan akhirilah tangisan-tangisan ketika kita terlahir ke dunia biarkan mereka yang kita tinggalkan menangisi kita namun kita menyunggingkan senyuman indah bersama getaran nafsul muthmainah di ujung kehidupan di dunia ini. Menjejakkan langkah-langkah terbaik di bumi dan melangitkan cita di tempat tertinggi dalam dekapanNya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (24 votes, average: 9.33 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa di Purwokerto. Salah seorang anggota KAMMI Daerah Purwokerto. Anak pertama dari 3 bersaudara. Anggota juga di Forum Lingkar Pena Purwokerto.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization