Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Preman Jadi Teman

Preman Jadi Teman

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Terminal bus Pulo Gadung, Jakarta Timur (beritajakarta.com)
Ilustrasi (beritajakarta.com)

dakwatuna.com – Seringkali Afika bertemu dengan “preman” ketika berada dalam perjalanan, baik perjalanan jauh maupun dekat. “Preman-preman” itu dapat ditemui di jalanan, di terminal, di halte bus, atau di dalam kendaraan umum dan tempat-tempat sejenisnya. Mereka ada yang berprofesi sebagai pengamen, pedagang asongan, calo angkutan, kondektur dan sebagainya.

Afika beberapa kali mengalami kejadian yang melibatkan “preman” karena sering melakukan perjalanan. Afika sering menggunakan kendaraan umum ketika melakukan perjalanan, perjalanan menuju kampus, kampung, tempat praktek, tempat penelitian, dan luar kota lainnya untuk mengurus beberapa hal. Tidak jarang selama dalam perjalanan itu “preman-preman” menemani Afika.

“Preman-preman” itu menjadi teman dalam perjalanan, teman mengobrol, teman yang memberi petunjuk jalan, teman yang menghibur dengan nyanyian, teman yang suka mewawancarai, teman yang sering berbagi, teman yang peduli.

Mereka sering menanyakan arah tujuan Afika, dari mana Afika berasal, status sosial dan tempat Afika mengenyam bangku sekolah. Afika hanya bisa menjawab dengan seperlunya saja. Terpikir oleh Afika untuk tidak menjawab atau menggubris mereka, tetapi kasihan pada mereka. Mereka juga manusia yang pada dasarnya merindukan kebaikan, lagipula mereka bertanya dengan sopan jadi tidak ada alasan untuk tidak menggubrisnya. Meskipun Afika sering merasa risih untuk pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah pribadi. Jika ada yang menanyakan tentang status single nya, Afika hanya diam meskipun sebenarnya dia ingin sekali menjelaskan pada mereka bahwa pacaran diharamkan dalam Islam. Tetapi Afika berpikir ulang untuk berceramah pada mereka, karena sudah bukan wewenangnya bagi dia menjelaskan tentang hal semacam itu pada orang yang bukan mahram. Afika akan mengalihkan pembicaraan jika sudah menyerempet masalah pribadi dan dia akan berdiskusi tentang masalah umum yang sekiranya bisa lebih dimengerti oleh “preman-preman” itu.

Jika Afika pergi menuju ke suatu kota, tetapi belum tahu kendaraan umum apa yang harus digunakan maka kepada pengamen jalanan Afika bertanya (jika polisi tidak terlihat). Alhamdulillah mereka bersedia memberikan petunjuk jalan. Jika Afika sedang menunggu bus, para pedagang asongan menanyakan arah tujuan Afika dan dengan sopan memberikan alternative kendaraan yang bisa digunakan. Sambil menunggu kedatangan bus, mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan pribadi pada Afika. Serasa jadi artis yang sedang diwawancarai baginya. Ada juga penumpang lain yang suka bercerita, menceritakan pengalaman-pengalamannya yang berkesan dan bahkan terkesan mempromosikan diri. Afika hanya bisa mendengarkan dan memberikan penghargaan yang tidak berlebihan padanya. Sesekali Afika hanya tersenyum dan berkomentar seperlunya. Setidaknya Afika berusaha tidak memandang sebelah mata pada mereka. Mereka juga manusia yang butuh diperhatikan dan butuh kebaikan. Pikir Afika selagi tidak menanyakan nomor telepon atau alamat rumah, dia akan menjawab pertanyaan-pertanyaan umum dengan sopan.

Suatu hari Afika tertidur di dalam bus. Ketika terbangun dia melihat seorang ibu berdiri sambil menggendong anaknya. Karena kasihan Afika memberikan tempat duduknya untuk ibu itu. Tidak disangka oleh Afika, tindakan sederhana itu mengundang pujian dari kondektur. Dia memuji Afika yang bersedia mengalah padahal banyak laki-laki yang sedang asik duduk melihat kejadian itu. Makian pun keluar dari mulut kondektur kepada bapak-bapak yang tidak peduli, duduk dengan santai dan nyaman. Syukurnya kondektur menyebut label “akhwat” untuk tindakan sederhana yang Afika lakukan. Afika baru menyadari bahwa tindakan sekecil apapun tidak hanya membawa label dirinya tetapi juga label “aktivis dakwah”. Bagi kondektur tindakan sederhana Afika adalah suatu kebaikan “herois” yang jarang dilihatnya. Meskipun jalanan menjadi bagian dari hidupnya, tetapi contoh kebaikan seperti itu sering dia rindukan karena jarang ditemukan.

Terlepas dari kejahatan yang mungkin para preman sering lakukan bahkan niat tersembunyi pada Afika, Afika berusaha husnuzon dan tetap mawas diri. Selama mereka bersikap sopan maka Afika akan berusaha menghargai tindakan mereka dengan membalas sapaan, menjawab dan bersikap sopan, menyampaikan kebaikan dengan bahasa mereka dan memberikan contoh baik meski sederhana.

Sayangnya, kerap kali kita memandang “preman” dengan sebelah mata. Karena mereka lebih sering hidup di jalanan dan rata-rata tidak mengenyam pendidikan tinggi menjadi alasan kita untuk tidak menghiraukan mereka.

Inilah hal yang sering kita lupakan, kita lebih banyak memikirkan hal yang rumit untuk dilakukan dalam menyebarkan kebaikan. Kita lupa bahwa melakukan hal sederhana juga merupakan bagian dari dakwah. Tidak perlu berceramah panjang untuk menyebarkan kebaikan, dengan menganggap preman-preman ada pun sudah menjadi bagian dari aktivitas dakwah. Tidak perlu memikirkan rumitnya menyebarkan kebaikan, dengan diskusi dan mengikuti bahasa mereka pun sudah menjadi bagian dari menyampaikan. Tidak perlu memberikan “Judgement” atas ketidaktahuan mereka, tanyakanlah pada diri sudahkah kita menyampaikan. Maka sampaikanlah meskipun satu ayat. Maka sebarkanlah meskipun sebiji zarah. Maka bersabarlah meskipun tidak sesuai dengan harapan. Maka bersyukurlah meskipun pahit kenyataan. Hidayah bukan kita yang mengatur tetapi Hak Allah yang menentukan. Tugas kita hanya menyampaikan meski dengan cara sederhana.

Dakwah secara umum memang tidak bisa sekaligus mengubah keadaan kehidupan “preman”. “Preman” yang bertemu Afika bisa saja bersikap sopan padanya tetapi ketika bertemu dengan gerombolan (teman-teman)nya sikap mereka berubah seperti sebelumnya dengan berkata kasar dan bersikap kurang sopan. Sekali lagi, kewajiban kita hanya menyampaikan, terkait hidayah Allah yang mengatur. Dengan tetap berhusnuzon bahwa kebaikan yang dilakukan bermanfaat dan menjadi celah masuknya Hidayah Allah maka semoga menjadi ibadah. Setidaknya dengan sikap positif bisa memberikan sedikit perubahan pada mereka yang pada dasarnya membutuhkan kebaikan. Wallahualam.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 9.78 out of 5)
Loading...

Tentang

Lulus dari Universitas Pendidikan Indonesia. Tinggal di Sumedang. Berharap tulisannya bisa bermanfaat bagi orang lain (pembaca maupun dirinya). Mari bersama kita mencari ilmu pengetahuan.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization