Topic
Home / Berita / Opini / Wanita, Eksistensi, dan Dominasi Kaum Adam

Wanita, Eksistensi, dan Dominasi Kaum Adam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – “Wanita adalah misteri yang sempurna”, merupakan ungkapan seorang ilmuwan fisika Stephen Hawking, kemisterian yang tak heran mengundang banyak ketertarikan.  Wanita makhluk Tuhan yang diciptakan dengan berbagai keistimewaan sehingga menimbulkan diskursus khusus tentangnya yang tidak habis dibahas, dan tak jemu untuk diamati. Dunia luar yang biasa dipenuhi para kaum Adam, sedangkan peran wanita yang terkukung dengan wilayah yang lebih sempit dari itu. Kini pemandangan tersebut mulai terjadi perkembangan dengan para wanita yang mulai meramaikan persaingan zaman yang semakin menantang dalam meningkatkan kapasitas dan integritas diri yang tak bisa dianggap remeh, sehingga eksistensi kaum wanita mulai diperhitungkan di ranah publik.

Eksistensi kaum hawa dan zamannya

Sejak dulu predikat yang disemat kaum hawa ini adalah hanya sebagai pemain di balik layar, karena peran domestiknya yang dominan sebagai Ibu serta pembina generasi manusia yang akan berperan di kehidupan selanjutnya. Memang bukan suatu hal yang buruk dan justru merupakan sebuah tugas besar, hanya saja terkadang menjadi predikat yang secara tidak resmi menjadi stigma saat para wanita akan berkiprah lebih di ruang yang jauh lebih luas.

Sikap ketidakadilan yang dirasa sehingga menimbulkan sebuah rasa kebersamaan kaum wanita untuk mengangkat derajat kaumnya, dan menjadikannya ‘layak’ diperhitungkan. Istilah kesetaraan gender mulai muncul ke permukaan dengan berbagai anggapan dan tanggapan. Namun menurut Oakley (1972) gender adalah behavioral differences antara lelaki dan perempuan yang socially constructed, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ciptaan Tuhan, melainkan diciptakan oleh kaum lelaki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang, sehingga eksistensi para wanita pun masih dapat didongkrak dengan keberperannannya dalam bidang pendidikan, ekonomi  dan politik. Karena ia bukan sebuah hal yang baku. Namun penggugatan akan pengakuan atas eksistensinya pun tak seharusnya mendistorsi hakikat keberadaannya di dunia dengan tugasnya yang mulia sebagai pembina generasi muda.

Wanita dalam arus politik

Dalam tulisannya dalam buku Muqadimah, Ibnu Khaldun menyampaikan bahwa dalam pentingnya penguasaan dalam sebuah kekuasaan. Hal ini sejalan dengan ungkapan siapa yang mendominasi maka dia yang menguasai, sehingga anggapan ketertundukan kaum wanita dikarenakan dominasi kaum laki-laki dari sector penguasaan ekonomi dan kekuasaan. Saat ini istilah penguasaan di sektor public tidak lagi dikuasai oleh para kaum Adam saja, tidak sedikit  wanita yang sangat berperan di wilayah perpolitikan , sebut saja ratu Elizabeth sebagai pemimpin kerajaan Inggris, Benazer Butto mantan perdana menteri Pakistan, atau kerajaan tua  makmur yang dipimpin Ratu Bilqis  pada masa awal peradaban manusia bermula .

Frame dominasi perasaan dibanding optimalisasi akal pada wanita, kini harus mulai ditinjau ulang dengan banyak pula ilmuwan wanita yang meramaikan dunia ilmu pengetahuan sebut saja Marie Curie ilmuwan terkenal perempuan, spesialisasi dalam bidang-bidang seperti kimia dan fisika, Lillian Moller Gilbreth ratu ergonomi dan Grace Murray Hopper penemu bahasa pemrograman COBOL.

Politik bagaikan pedang bermata dua yang sewaktu-waktu mampu menebas pemakainya atau justru bisa melindunginya. Dua fungsi dan dua peran ini yang sering tak dipahami para pelaku utama di dunia luar bernama politik yang banyak menggelincirkan. Alih-alih para politikus memiliki misi yang beragam dengan esensi menyejahterakan rakyat, namun kenyataannya mereka sendiri tak mampu menahan derasnya arus hitam perpolitikan Indonesia. Para wanita dengan keibuannya yang ‘tinggi’ diharapkan mampu lebih peka dalam mendengar jeritan masyarakat dan rasa lapar rakyat kecil.  Jika melihat lebih arif lagi dengan adanya fenomena wanita yang terjun ke dunia luar berarus deras tak menjadikan nilai kebijakannya hilang karena pragmatisme politik dan hedonism dunia yang tidak berujung. Keterlibatan dalam permainan politik seharusnya mampu mengajari para wanita untuk melampaui dirinya selain kepemilikan idealisme dan visi ke depan tanpa memporakporandakan peran domestiknya.

Wanita tiang Negara

Roekmini Soejono melihat bahwa kecenderungan wanita-wanita yang terjun dalam bidang politik belum sepenuhnya memberikan akses untuk meningkatkan pemberdayaan politik wanita. Hal ini disebabkan karena para wanita terjebak dengan budaya politik yang berlaku di samping hanya mementingkan masalah peranannya. Maka peran nyata sang tiang negara adalah perbuatan-perbuatan kecil yang justru terkadang itu bisa menjadi nyawa bagi orang lain. Bukan berarti perbuatan kecil yang menyengsarakan rakyat karena tidak sedikit para politisi atau pejabat publik yang notabene wanita terlibat kasus korupsi.

Sebutan Wanita-wanita hebat di balik para orang-orang besar, ini menjadi inspirasi para perempuan Indonesia dalam berkontribusi di segala lini, maka bisa jadi untuk menanggulangi masalah korupsi yang menjadi jamur negeri ini bisa di pangkas oleh para kaum wanita yang cerdas dan tercerahkan serta mampu mencerahkan keluarga terutama kaum Adam untuk mampu mengatakan tidak pada segala bentuk’ pengkhianatan’ negara. Maka efektivitas perannya lah yang sangat penting tanpa harus membabi buta menuduh tentang ketidakadilan peran wanita, namun ‘action yang nyata mampu membuat seluruh dunia mengakui bahwa dibalik tangan lembut seorang wanita dia mampu mengguncang dunia.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (6 votes, average: 9.17 out of 5)
Loading...
Mahasiswi S2, Pasca Sarjana Hukum Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Aktif sebagai ketua bidang kemuslimahan KAMMI Daerah Bandung.

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization