Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Janji Buat Ayah

Janji Buat Ayah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Di rumahnya Ahmad hanya sebatas kepala rumah tangga biasa layaknya seorang suami yang lain, tapi Ia tidak memiliki yang di miliki oleh orang lain. Susahnya mencari pekerjaan dan sulitnya mendapatkan penghasilan yang pasti membuat perekonomian keluarganya semakin terbengkalai. Sementara Faiz anaknya yang masih duduk di sekolah menengah terpaksa harus mogok sekolah karena tidak mempunyai sepatu yang layak di pakai untuk sekolah, setiap masuk kelas Ia harus menerima gunjingan dan ocehan teman sekelasnya yang melihat sepatunya seperti mulut buaya yang menganga, seminggu sudah Faiz berada di rumah Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar hanya untuk menyendiri meratapi nasib yang di derita oleh keluarganya.

Ahmad pun tak bisa tinggal diam melihat kehidupan keluarganya yang semakin tak karuan tapi, di sisi lain Ia juga harus menyadari kalau dirinya hanyalah seorang kepala rumah tangga yang kerjanya hanya sebagai penjual rokok di pinggir jalan bagaimana mungkin kehidupan keluarganya akan tercukupi dengan penghasilan yang tak menentu. Jangankan untuk memberi mereka makan, untuk mengganjal perutnya sendiri ketika sedang berjualan saja Ia harus memasukkan sebotol air kran ke dalam perutnya. Bahkan terkadang Ia harus mengganti laparnya dengan puasa agar Ia bisa lebih sabar dalam menerima cobaan dan ujian dari Tuhannya.

Setiap hari Ahmad harus bangun pagi menggendong tempat rokok yang dibuat dari kayu dan pulang agak larut malam dengan membawa penghasilan yang tak seberapa, seandainya tak ada iman yang kuat dan kesabaran di dalam hatinya mungkin Ia sudah frustasi karena beratnya menanggung kehidupan keluarga dan sulitnya mencari nafkah buat mereka. Kesabarannya yang terpancar dari raut wajahnya yang tenang membuat Faiz semakin sadar dalam menyikapi kehidupan yang penuh dengan cobaan dan ujian ini. Keamanahannya sebagai kepala rumah tangga yang terus tercermin dalam kehidupan kesehariannya yaitu dengan terus berusaha memberikan yang terbaik buat keluarganya meskipun kemiskinan terus menghimpitnya menjadikan semangat dan tekad Faiz bangkit kembali. Tapi, Ia belum Tahu kapan Ia bisa meminta maaf kepada ayahnya karena telah lama tidak masuk sekolah.

Suatu ketika Ahmad pulang dengan membawa barang dagangannya di tengah terik panasnya matahari. Faiz yang dari tadi melamun di kamar tersentak mendengar ketukan pintu dari luar, Ia pun segera bergegas membuka pintu untuk ayahnya. Melihat jalannya yang sempoyongan dan keringnya bibir yang terlihat dari raut wajahnya menarik perhatian Faiz untuk menanyakan keadaannya yang tidak seperti biasanya.

“Ayah sakit yah?? Kok tumben jam segini sudah pulang, biasanya kan ayah pulang agak larut malam. Tanya Faiz  dengan polos .

“Ayah gak papa kok hanya kurang enak badan dan sedikit capek saja, paling besok juga sudah sembuh” ucapnya dengan bijak agar anaknya tidak terlalu mengkhawatirkan keadaan dirinya, padahal sebetulnya penyakit yang Ia derita sudah cukup lama namun Ia tidak menceritakan sedikit pun kepada keluarganya karena Ia takut akan menambah kesedihan bagi mereka.

“Faiz sudah makan?” tanyanya untuk mengalihkan pembicaraan sambil meletakkan barang dagangannya.

“Sudah ayah, tadi pagi Ibu menyiapkan makanan di atas meja makan, sebaiknya ayah istirahat aja dulu biar saya ambilkan air putih buat ayah”, Faiz bergegas ke dapur mengambil segelas air putih untuk membasahi tenggorokan ayahnya yang kering kerontang.

“Terima kasih  nak, tinggalkan saja sisa airnya itu di atas meja dan biarkan ayah istirahat dulu di kamar” ucapnya setelah meneguk separuh dari air yang di bawakan oleh  Faiz.

“Baik ayah, semoga ayah baik-baik saja dan kesehatannya cepat pulih kembali”. Faiz pun segera melangkahkan kakinya keluar setelah menaruh gelas tersebut di atas meja.

Di tengah langkahnya yang penuh dengan cemas dan khawatir akan kesehatan ayahnya Ia teringat sebuah janji yang telah terucap di dalam hatinya. Ia berjanji akan meminta maaf langsung kepada ayahnya sepulangnya dari jualan rokok. Kini Ia sadar kalau jalan yang Ia pilih itu keliru, dengan mogok sekolah sebetulnya malah membuat ayah dan ibunya semakin sedih. Kesadarannya yang terus muncul membuatnya bangkit untuk terus bersekolah meski harus memakai sepatu yang sudah terbelah dua dan menganga, yang terpenting masa depannya bisa lebih baik serta mampu membahagiakan kedua orang tuanya yang selama ini menjadi tulang punggungnya.

Ia pun akhirnya kembali menemui ayahnya yang sedang berbaring di atas kasur, melihat raut wajah ayahnya yang semakin mengkirut  dan matanya yang tertutup nyaris mengurungkan niatannya.

“Ah ayah pasti belum tidur, paling baru memejamkan mata doang’’ gumamnya dalam hati mengusir keraguannya.

“Yah… maaf ganggu sebentar karena ada sesuatu yang ingin aku sampaikan” melihat ayahnya yang terus menutupkan matanya Ia semakin mendekat dan penasaran.

Tangannya mencoba menggerakkan tubuhnya sambil memanggil-manggil namanya namun tetap saja ayahnya membisu dan memejamkan matanya “Ayaaaaah…..!!!” Ia berteriak penuh histeris setelah tahu ternyata ayahnya telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Ia sangat menyesal atas perbuatannya selama ini, seandainya Tuhan ketika itu memberikan ribuan permintaan untuknya maka pertama kali yang dipinta adalah agar Tuhan berkenan menghidupkan kembali ayahnya supaya Ia bisa meminta maaf kepadanya dan di berinya umur yang panjang agar bisa tersenyum melihat anaknya sukses dan mampu membahagiakan kedua orang tuanya. Namun sayang nasi sudah menjadi bubur yang ada sekarang adalah rasa penyesalan yang dalam. Kini Ia hanya bisa berserah diri dan pasrah pada Dzat yang maha pengasih dan penyayang.

Apapun yang terjadi dalam hidup ini kita harus sabar menghadapinya dan selalu bersyukur sebagai bentuk keimanan kita kepada Allah Swt. Semoga Faiz tetap tegar  serta di beri kesabaran dalam mengarungi hidupnya dan kita yang masih diberi kesehatan dan kenikmatan lainnya bisa menggunakannya dengan sebaik-baiknya karena waktu yang kita lewati tidak akan kembali lagi. 

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (19 votes, average: 8.74 out of 5)
Loading...
Mahasiswa S1 Universitas Ta�limul �Alim,�Tanger, Maroko.

Lihat Juga

Doa Terbaik untuk Ayahanda Harvino, Co-pilot Pesawat Lion Air dan Ayah bagi 10 Anak Yatim

Figure
Organization