Topic
Home / Berita / Opini / Kedokteran Islam: Integrasi Kedokteran Modern dan Thibbun Nabawi

Kedokteran Islam: Integrasi Kedokteran Modern dan Thibbun Nabawi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Banyak opini yang berkembang tentang keberadaan kedokteran Islam, namun kebanyakan opini tersebut menyempit menjadi opini yang menyederhanakan kedokteran Islam menjadi kedokteran nabi (thibbun nabi). Empat hal yang disebut-sebut berkaitan dengan kedokteran Islam (1) kebiasaan sehat Rasulullah seperti puasa sunah, tidak makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang, dll; (2) mengkonsumsi madu atau habatussaudah (3) bila sampai sakit, terapinya adalah bekam; (4) untuk penyakit karena pengaruh sihir dilakukan ruqyah syar’iyah. [1]

Ilmu kedokteran Islam didefinisikan sebagai ilmu pengobatan yang model dasar, konsep, nilai, dan prosedur- prosedurnya sesuai atau tidak berlawanan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prosedur medis atau alat pengobatan yang digunakan tidak spesifik pada tempat atau waktu tertentu. Ilmu kedokteran Islam itu universal, mencakup semua aspek, fleksibel, dan mengizinkan pertumbuhan serta perkembangan berbagai metode investigasi dan pengobatan penyakit. [2]

Dengan demikian, penyederhanaan seperti di atas merupakan hal yang tidak mutlak dapat dibenarkan, walaupun cara-cara pengobatan yang disebut-sebut berkaitan dengan kedokteran Islam tersebut merupakan bagian dari kedokteran Islam itu sendiri.  Bahkan, bisa dikatakan bahwa life style dan pedoman hidup sehat yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah kebenaran hakiki yang tidak diragukan manfaatnya bahkan dalam penelitian modern lambat laun diketahui manfaat medisnya melalui berbagai penelitian.

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ﴿٢١﴾

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al- Ahzab: 21) [3]

Pada ayat di atas ditegaskan, bahwa segala hal yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW merupakan teladan yang baik, tidak terkecuali dalam hal pengobatan dan kedokteran. Banyak sunnah-sunnah Rasul yang setelah diteliti lebih lanjut, ternyata terbukti memberikan manfaat. Orang yang melakukan wudhu’ dengan baik, termasuk di dalamnya melakukan istinsyaq (menghirup air lewat hidung) dan istintsar (mengeluarkan air yang dihirup lewat hidung), menurut hasil penelitian Prof. DR. Syahathah dari bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Alexandria, istinsyaq dapat membersihkan hidung dari kuman-kuman dan istintsar dapat mengeluarkan kuman tersebut sehingga mengurangi terjadinya infeksi hidung. [4]

Begitu pun dengan cara pengobatan misalnya dengan menggunakan madu. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari madu yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah telah terbukti kebenarannya. George (2007) serta Gethin (2008), telah mendemonstrasikan bahwa madu dari tumbuhan Leptospermum Scoparium memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi, bahkan tim dokter Divisi bedah plastic RSCM meneliti lebih lanjut efek anti bakteri tersebut mendapatkan hasil bahwa tiga jenis bakteri yang terkenal berbahaya yaitu, Pseudomonas sp, Stapilococus sp serta bakteri yang terkenal karena kebal terhadap berbagai antibiotic, MRSA (methicillin-resistant stapilococus aureus) ternyata dapat dimatikan oleh madu. [5]

Kedokteran Islam Modern

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bahwa Nabi SAW telah memerintahkan  dokter melakukan pembedahan perut pada seorang laki-laki yang mempunyai penyakit kronis pada perut. . Dokter itu berkata “Ya Rasulullah, mungkinkah seni kedokteran membantu dalam hal ini? Nabi menjawab “Jika jenis pengobatan ini terbukti berhasil, maka metode pengobatan ini hendaklah dipakai di sini”. [6]

Rasulullah tidak melarang pengobatan modern, malahan memberikan pengajuran yang kuat padanya, beberapa hadits lain juga menerangkan bahwa Rasulullah pernah memanggil dokter untuk pengobatan salah satu sahabat Anshar yang mengalami pendarahan internal, bahkan Rasulullah ketika menjelang  wafatnya, beberapa dokter baik Arab maupun non Arab selalu datang selalu datang serta duduk di samping beliau dan mengobati beliau. [7]

Penyederhanaan kedokteran Islam menjadi kedokteran nabi sesungguhnya juga tidak terjadi pada masa-masa kejayaan Islam. Pada saat itu kaum muslimin secara sadar melakukan penelitian-penelitian ilmiah di bidang kedokteran secara orisinal dan memberikan kontribusi yang luar biasa di bidang kedokteran. Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.

Ibnu Sina misalnya, dokter kelahiran Persia yang telah menghafal al Qur’an sejak usia lima tahun ini, tidak hanya dikenal sebagai Bapak kedokteran Islam, dunia pun menyebutnya sebagai Bapak Kedokteran dunia. Tidak berlebihan, karena perkembangan dunia kedokteran awal tidak bisa terlepas dari nama besar Ibnu Sina. Ia juga banyak menyumbangkan karya-karya original dalam dunia kedokteran. Dalam Qanun fi Thib misalnya, ia menulis ensiklopedia dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Ia juga adalah orang yang memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, dan ini dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya. Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya. Ia pun adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa ada kaitan dan saling mendukung. [8]

Kedokteran: Potret Kekinian

“Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya” (HR Bukhari).   

Keyakinan ini, hendaknya memotivasi para dokter untuk senantiasa menggali dan mengembangkan ilmu kedokterannya serta mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya. Mengobarkan semangat para praktisi kesehatan Nabi (thibbun nabawi) untuk menggali  teladan-teladan dari pola hidup Rasulullah SAW dan mulai melakukan penelitian sehingga kedokteran Nabi ke depannya akan menjadi kedokteran yang terbukti keilmiahannya, diterima secara global dan bisa jadi menjadi pintu masuk hidayah bagi dokter-dokter barat yang memiliki kecintaan pada bidang kedokteran ini.

Namun dikotomi yang terjadi dewasa ini, telah membuat jarak yang jauh antara kedokteran modern dan thibbun nabawi. Sehingga ketika disebut kedokteran Islam identik dengan thibbun nabawi saja. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, terjadi hubungan antagonistis antara  kedokteran modern dengan kedokteran nabi. Tidak jarang kita temukan, seorang pasien yang berobat kepada dokter modern, dan si dokter mencela kedokteran cara nabi  begitu pun sebaliknya banyak kita temukan orang yang mengaku sebagai praktisi pengobatan nabi mempengaruhi pasien akan dampak negatif kedokteran modern, yang lebih menakutkan ada kalanya si praktisi kedokteran nabi  tersebut jatuh ke dalam tahap fitnah terhadap kedokteran modern, padahal seharusnya para praktisi kedokteran nabi tidak hanya mengobati pasien dengan sunnah yang diajarkan Rasul SAW, tetapi juga mencontohkan melalui perilakunya sendiri.

Idealnya, seorang yang melakukan praktek kedokteran dalam kedokteran Islam, baik itu dokter modern ataupun praktisi thibbun nabawi hendaklah berperan deliberative (sebagai guru yang memberitahu pasien apa yang harus dikerjakan dan mengapa hal itu harus dikerjakan) [9] sehingga hubungan dokter pasien atau praktisi kesehatan dan pasien menjadi efektif untuk penyembuhan pasien.

Bagi seorang dokter dalam melaksanakan tugasnya berlaku “Aegroti Salus Lex uprema” yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi [10] jika pengobatan nabi merupakan pengobatan yang dapat menyembuhkan pasien, maka tidak ada salahnya jika seorang dokter menyarankan melaksanakan thibbun nabawi pada pasiennya, dan para praktisi kedokteran nabi tentu akan dapat mencontoh Nabi SAW yang membolehkan bahkan menyarankan  kedokteran modern jika itu berguna untuk kemaslahatan.

Penelitian kedokteran modern yang berkembang pesat, hendaklah dimanfaatkan oleh dokter-dokter muslim untuk menemukan pengobatan penyakit mau pun mengambil pelajaran dan hikmah sehingga dokter-dokter muslim dapat kembali merasakan zaman keemasan kedokteran Islam. Di samping itu, dokter muslim yang mendalami ilmu kedokteran modern hendaklah menjadi agen kedokteran Islam dengan berperilaku yang mencerminkan akhlakul karimah.

Pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) yang terkesan berkembang lambat karena hanya sedikit diterapkan dalam kehidupan modern. Haruslah melakukan riset yang konseptual dan sistematis. [11] Hal ini sesungguhnya didukung oleh hukum kesehatan Indonesia. Dimana pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) [12]  pasal 47 menyatakan bahwa pengobatan tradisional dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Sehingga dengan pengembangan dan peningkatan mutu disertai dengan riset konseptual dan sistematis pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) akan diterima secara universal.

Penutup: Kedokteran Islam Integrasi Kedokteran Modern dan Thibbun Nabawi

“Mohonlah kepada Allah kesehatan. Sesungguhnya karunia yang paling baik setelah keimanan adalah kesehatan” (HR Ibnu Majah)

Mayoritas orang memiliki kecenderungan mencari pengobatan instan, baik medis maupun alternative. [13] Harapan terbesar orang yang sakit adalah menjadi sehat kembali. Dokter modern maupun praktisi kedokteran nabi (thibbun nabawi) ataupun kedua-duanya tidaklah bisa memberi kesembuhan, karena sesungguhnya Allah lah yang maha menyembuhkan.

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ ﴿٨٠﴾

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku.” (QS. Asy Syu’araa’: 80) [14]

Baik dokter modern maupun praktisi thibbun nabawi sudah seharusnya berusaha untuk kesembuhan pasiennya, dan berusaha mengembalikan kejayaan kedokteran Islam dengan cara memperkaya khazanah ilmu masing-masing, memberikan pelayanan kesehatan yang professional dan menunjukkan nilai-nilai keislaman serta saling mendukung dan bekerja sama dalam rangka ikhtiar untuk kesembuhan pasien.

Sudah saatnya kedokteran Islam menjadi kiblat kedokteran dunia, tidak hanya dengan menjalin hubungan teraupetik dan deliberative tetapi juga edukatif terhadap pasien-pasiennya tentang makna sehat dan pengobatan itu sendiri. Tugas dokter, praktisi kesehatan nabi, mahasiswa kedokteran bahkan mahasiswa pada umumnya dan masyarakat secara keseluruhan untuk menanamkan paradigma berfikir yang benar tentang kedokteran Islam yang merupakan integrasi kedokteran modern dengan penerapan akhlakul karimah dan pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) yang diiringi evidence base medicine (EBM).

Semoga bermanfaat.

Catatan Kaki:

[1] Dr. Fahmi Amhar, Kedokteran Islam Pakai Uji Klinis, dimuat di Media Umat no. 2, November 2008

[2]  Professor Dr Omar Hasan Kasule Sr. MB ChB (MUK), MPH & DrPH. concept of Islamic medicine. Int. Med J Vol 4 No 1 June 2005 akses melalui http://www.eimjm.com/Vol4-No1/Vol4-No1-H2.ht pada 16 Maret 2012

[3] Al Qur’an al-karim

[4] Assegaf, Muhammad Ai Toha. 365 Tips sehat ala Rasulullah. 2009. Hikmah.Jakarta

[5] Sudjatmiko, Gentur. Madu untuk obat luka kronis. 2011. Yayasan khazanah kebajikan. Tangerang

[6] As-Suyuti, Abdurrahman Jallaludin. Pengobatan cara nabi. 2006. Pustaka hidayah. Bandung

[7] As-Suyuti, Abdurrahman Jallaludin. Pengobatan cara nabi. 2006. Pustaka hidayah.bandung

[8] Ibnu Sina: Bapak Kedokteran Dunia (2).  Rubrik khazanah Islam 12 Maret 2012 akses melalui http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/14/m0vk2o-hujjatul-islam-ibnu-sina-bapak-kedokteran-dunia-2 pada 17 Maret 2012

[9] Revino, Ana Rima. Peran Ilmu Kedokteran Wisata dalam Pencegahan penyebaran Avian Influenza.2006. Pdf diunduh pada 17 Maret 2012

[10] Hanafiah, Jusuf. Amir, Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. 1999. EGC. Jakarta

[11] Assegaf, Muhammad Ai Toha. 365 Tips sehat ala Rasulullah. 2009. Hikmah.Jakarta

[12] Hanafiah, Jusuf. Amir, Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. 1999. EGC. Jakarta

[13] Ramadhani, Zainur Egha. Sehat Berpahala. 2009. Pro-U media. Yogyakarta

[14] Al Qur’an al-karim

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (11 votes, average: 9.18 out of 5)
Loading...

Tentang

Muslimah, minangese, doctor gonna be.

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization