Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Budaya Malu

Budaya Malu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Kewajiban berakhlaq mulia bagi seorang muslim merupakan tuntunan syariat yang di ajarkan oleh Rasulullah saw yang berhubungan dengan Allah dengan sesama manusia baik muslim maupun non muslim dan dengan sesama makhluk lain ciptaan-Nya.

Maka sudah selayaknya bagi orang muslim untuk mengikuti sunah dan ajarannya untuk terciptanya suatu masyarakat yang harmonis, saling hormat-menghormati serta mampu menciptakan kerukunan umat antar agama. Dalam masalah ini perlu kita sadari bahwa akhlaq dan kepribadian seseorang merupakan faktor yang paling menentukan apakah ia bisa disenangi atau tidak oleh orang lain. Melalui kepribadian seseorang bisa memperlihatkan dirinya kepada orang lain. Oleh karena itu tiap orang harus menjaga akhlaq dan kepribadiannya dengan menampilkan sifat-sifat terpuji dan perilaku yang luhur. Untuk mengaplikasikan sifat-sifat terpuji di dalam kehidupan kita sehari-hari memang tidak semudah yang kita bayangkan, apalagi fitrah manusia memiliki sifat, watak dan karakteristik yang berbeda. Karena itu tidak mungkin orang memiliki tingkat kualitas akhlaq dan kepribadian yang sama persis.

Adapun cara untuk memperbaiki akhlaq yang buruk seseorang harus berusaha keras serta mau memaksakan diri untuk melakukan lawannya. Misalnya kebiasaan berbohong atau dusta bisa diperbaiki dengan mengusahakan lawan sifat itu yaitu selalu menjunjung sifat jujur. Kesukaan ingkar janji dan khianat bisa diperbaiki dengan membiasakan diri menepati janji. Meskipun pada mulanya amat berat tetapi bila dibiasakan dengan latihan dan perjuangan secara terus-menerus maka lama kelamaan akan ringan dan mudah. Jika kita tidak membiasakan dengan sifat-sifat terpuji secara otomatis kepribadian kita tak lagi di akui di tengah masyarakat dan sekitarnya. Apalagi di era globalisasi ini orang-orang begitu mudahnya mengingkari janji, saling membohongi dan mengumbar syahwat insani. Padahal kepercayaan menurut kalangan bisnis adalah modal utama yang tentunya harus dimulai dari diri sendiri. Bahkan jika dikaji lebih jauh dusta ingkar dan khianat merupakan sifat-sifat tercela dan termasuk ciri kemunafikan. Sebab di dalamnya terdapat unsur meremehkan orang lain sifat yang tentunya harus dihindari oleh umat Islam.

Rasulullah saw bersabda yang artinya “Tanda orang munafik itu tiga walaupun ia puasa dan shalat serta mengaku dirinya muslim. Yaitu jika ia berbicara ia berdusta jika berjanji ia menyalahi dan jika dipercaya ia khianat.”

Dari hadits di atas dapat ditafsirkan bahwa orang munafik ialah orang yang bertolak belakang antara lahir dengan batinnya yakni lahirnya Islam sedangkan batinnya ingkar. Karena itu Rasulullah melukiskan orang munafik itu sebagai orang yang tak jujur dalam semua hal baik kata-kata maupun perbuatannya. Maksudnya walaupun seseorang mengaku muslim mengerjakan shalat dan puasa selama ia suka berlaku tidak jujur ingkar janji dan berkhianat maka ia termasuk golongan orang-orang munafik. Jelasnya sifat munafik sangat meracuni keimanan seseorang. Ironisnya sifat-sifat seperti itu justru banyak terdapat di kalangan umat Islam. Sinyalemen ini bisa kita rasakan kebenarannya dalam kehidupan sehari-hari. Sifat munafik telah menyusup ke lubuk hati kaum muslimin sehingga sering menimbulkan perilaku-perilaku sosial yang sangat menjengkelkan dan merusak nilai-nilai moral.

Sekarang apa yang harus kita lakukan untuk menghindari sifat-sifat buruk tersebut? Tentunya karena ini mencakup masalah pembinaan moral umat maka salah satu usaha kongkretnya ialah dengan memasyarakatkan budaya malu di kalangan masyarakat untuk melakukan sifat-sifat tercela itu. Kemudian masyarakat diajak untuk membudayakan rasa bangga dan penghormatan kepada orang-orang yang memiliki sifat-sifat sidik konsisten pada janji dan amanah.

Sifat sidik artinya benar lawannya sombong atau dusta. Sidik merupakan sifat utama yang wajib diamalkan oleh semua orang Islam sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah. “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” Bersikap benar tidak suka berbohong mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam masyarakat dan merupakan sikap mental yang sangat dibutuhkan untuk membangun kualitas sumber daya manusia guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Karena itulah Rasulullah saw sangat tegas melarang umatnya melakukan dusta kecuali pada tiga hal karena alasan untuk mencapai kebaikan dan menegakkan kebenaran yaitu Pertama suami berbohong kepada istri misalnya menjanjikan sesuatu yang patut dijanjikan kepada seorang istri sekedar untuk menghibur dan menyenangkan hatinya. Kedua berdusta dalam perang sebagai siasat pertempuran. Ketiga dusta yang dilakukan sebagai taktik untuk mendamaikan dua orang muslim yang berselisih. Bahkan untuk keadaan berdusta itu bisa menjadi wajib yaitu bila dalam keadaan darurat atau posisinya terdesak seperti untuk menyelamatkan nyawanya sendiri dari kezhaliman dan kekejaman. Tetapi meskipun demikian harus dipahami bahwa apabila suatu tujuan yang baik dan benar itu sudah bisa dicapai tanpa juga bohong atau dusta itu tetap haram hukumnya.

Menepati janji. Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman peliharalah janji-janji itu.” Perintah untuk memenuhi semua janji sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas sebenarnya merupakan prinsip umum yang harus dipatuhi oleh tiap orang yang terikat kepada suatu janji atau yang mesti berlaku sesuai adat kebiasaan dalam interaksi sosial seperti transaksi jual beli utang piutang kehidupan politik sosial dan sebagainya .Dalam hukum Islam janji adalah utang yang berarti harus dibayar. Ajaran ini jelas sejalan dengan nilai-nilai kedisiplinan yang semakin dituntut bagi perkembangan zaman lebih-lebih dalam konteks kehidupan modern. Masyarakat sangat memerlukan sikap hidup dengan disiplin tinggi teguh pada janji serta menghormati peraturan dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan global. Karena itu sebagai petunjuk bentuk ajaran kedisiplinan umat dalam perjanjian Allah SWT telah menunjukkan ketika berjanji bagi orang-orang yang beriman “Dan janganlah kamu mengatakan bahwa sungguh aku akan mengerjakannya besok pagi kecuali dengan menyebut ‘insya Allah’.” “Tepatilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”

Sifat amanah artinya tepercaya atau jujur lawannya khianat. Amanah yang diajarkan di dalam Islam meliputi banyak hal di antaranya barang-barang yang dititipkan atau uang yang kita pinjam wajib dikembalikan kepada pemiliknya. Bisa juga berupa amanah berupa anak dan keturunan agar dididik menjadi orang yang beriman beramal saleh dan berakhlaq mulia. Amanah juga bisa berupa tugas dan jabatan. Di samping itu ilmu harta pangkat umur kesehatan kecerdasan akal dan sebagainya semua itu merupakan amanah dari Allah yang harus dipelihara dan diamalkan sebaik-baiknya sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Pemahaman yang luas tentang makna amanah perlu lebih dimasyarakatkan di kalangan umat sebab sifat amanah atau kejujuran itu biasanya hanya dikaitkan dengan bidang materi misalnya jujur tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya baik dengan mencuri korupsi manipulasi bisnis ataupun tindakan lain yang intinya sama yaitu mengambil yang bukan haknya. Padahal sebenarnya perbuatan tidak jujur di bidang materi itu hanya salah satu segi dari ketidakjujuran. Kejujuran pada hakikatnya meliputi semua bidang kehidupan yang di dalamnya termasuk bidang ilmu pengetahuan pemikiran kekayaan dan sebagainya. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimannya.” Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa sifat sidik konsisten pada janji dan amanah apabila benar-benar telah diamalkan oleh kaum muslimin citra Islam pasti akan lebih harum daripada kenyataan selama ini. Sebaliknya citra Islam akan pudar apabila lawan dari sifat-sifat tersebut yaitu bohong ingkar janji dan khianat semakin membudaya di kalangan umatnya. Yang lebih penting lagi bukan masalah citra Islam atau lainnya tetapi tanggung jawab diri kita masing-masing di hadapan Allah SWT. Akhirnya marilah kita renungkan isi hadits peringatan Rasulullah saw berikut ini “Tiadalah beriman orang yang tidak amanah dan tiada beragama orang yang tidak menepati janji.”

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 7.00 out of 5)
Loading...
Mahasiswa S1 Universitas Ta�limul �Alim,�Tanger, Maroko.

Lihat Juga

Turki: Barat Mulai Kehilangan Toleransi

Figure
Organization