Topic
Home / Berita / Wawancara / Thomas Djamaluddin: Penyatuan Zona Waktu Masih Wacana

Thomas Djamaluddin: Penyatuan Zona Waktu Masih Wacana

Profesor Riset Astronomi, Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaludin (facebook)

dakwatuna.com – Untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi, pemerintah berencana menyatukan perbedaan wilayah waktu Indonesia yang saat ini dibagi ke dalam tiga zona waktu (WIB, WITA dan WIT).

Rencana zona Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA) akan menjadi acuan. Nantinya batas waktu Indonesia dalam internasional akan menjadi Greenwich Mean Time (GMT) +8. Dengan penerapan zona satu waktu diharapkan  akan memberikan keunggulan dari waktu yang lebih efisien serta penghematan anggaran hingga triliunan rupiah.

Bagaimana dampak penyatuan zona waktu Indonesia ini? Berikut wawancara dengan  Profesor Riset Astronomi Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin.

Menurut rencana, wacana penyatuan zona waktu diterapkan pada 17 Agustus 2012. Apakah Bapak sudah mendapatkan informasi kepastian menerapkan zona waktu ini? Mengapa wacana ini tiba-tiba muncul?

Wacana itu setahu saya belum menjadi rumusan kebijakan, tetapi tampaknya masih diwacanakan kepada publik yang sebelumnya, sejak 2004 atau lebih awal lagi wacana hanya dibahas terbatas di kalangan pakar atau praktisi.

Bila Indonesia menjadi satu zona waktu, apa dampak positif dan negatifnya bagi rakyat Indonesia? Apa pula dampak bagi negara ini secara ekonomi dan politik serta budaya?

Dampak positif dan negatif masih perlu dikaji secara lebih komprehensif dan lengkap, tidak parsial. Klaim keuntungan ekonomi pun perlu dikaji ulang, terkait dengan asumsi-asumsi yang digunakan, karena klaim itu mendasarkan pada asumsi-asumsi, seperti lazimnya suatu perencanaan yang belum ada data empiriknya. Secara umum, dampak positifnya tentu ada nuansa persatuan dengan sejumlah keuntungan, tetapi ada juga dampak negatif berupa inefiseinsi. Kita harus menimbang untung-ruginya secara cermat.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk penyesuaian satu zona waktu ini bagi masyarakat Indonesia (bagian Barat dan Timur), mengingat hal ini akan mengubah kebiasaan, kultur kegiatan sehari-hari.

Sangat bergantung pada lokasinya. Wilayah paling Barat di Sumatera dan paling Timur di Papua akan perlu waktu lebih banyak karena pergeseran waktunya paling signifikan.

Apa bisa benar kebijakan ini dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi karena aktivitas dilakukan lebih dini setiap harinya? Bagaimana dengan perubahan budaya kerja di WIT, WITA & WIB?

Saya meragukan klaim seperti itu karena asumsinya seolah aktivitas manusia diatur oleh jam standar. Pada kenyataannya, aktivitas manusia diatur oleh jam matahari. Di China, walau mereka menggunakan satu zona waktu, tetapi jam kerja tetap disesuaikan dengan jam matahari. Artinya, jam kerja di China Barat lebih lambat daripada di China Timur. Tentang transaksi yang lebih dini, sebenarnya bisa diatur dari jam bukan yang lebih dini bukan dengan mengubah zona waktu. Walau Singapura menggunakan zona GMT+8 jam, tetapi jam kerja resminya pukul 09.00 yang setara dengan pukul 08.00 WIB. Kalau ingin bertransaksi lebih awal, harusnya jam buka di Indonesia dimajukan menjadi pukul 07.00 WIB.

Dengan adanya penyatuan zona waktu (dari 3 zona waktu menjadi 1 zona waktu), adakah wilayah yang lebih diuntungkan dan dirugikan sebagai dampaknya dari berbagai aspek?

Sulit memastikan, karena tergantung banyak aspek. Secara umum, wilayah Barat dan Timur akan mendapatkan keuntungan dan kerugian pada aspek yang berbeda.

Selain ada persoalan di tanah air, bagaimana penyesuaian dalam skala global dalam bidang bisnis, terutama bisnis penerbangan internasional soal waktunya?

Masalah zona waktu adalah masalah konversi waktu. Untuk sistem otomatik, perlu penyesuaian pada setting programnya. Tentu ini memerlukan waktu dan mungkin biaya. Untuk sistem nonmesin atau sosial, cukup dengan menambah atau mengurangi jamnya.

Benarhkah penerapan satu zona waktu bisa menimbulkan efisiensi birokrasi dan peningkatan daya saing?  Apa tolak ukurnya?

Saya belum punya data pengalaman negara China yang rentang wilayahnya lebar seperti Indonesia, tetapi dengan spesifikasi yang tidak persis sama. Pilihan penyatuan atau tetap pada zona waktunya pertimbangan manfaat dan mudharatnya tergantung kondisi lokal. Amerika Serikat lebih memilih mempertahankan 4 zona waktunya dengan alasan itu lebih efisien.

Bagaimana anatomi atau rumusan penggabungan tiga zona menjadi satu zona waktu di Indonesia?

Saya belum tahu pastinya, tetapi wacana yang berkembang, konsepnya berupa menggabungan zona waktu dengan rujukan garis bujur 120 derajat atau GMT+8 jam.

Setelah ada plus-minusnya satu zona waktu Indonesia, apa konsekuensinya?

Kajian konsekuensi bergantung pada asumsi yang digunakan dalam menilai plus-minusnya.

Bagaimana kemungkinan adanya “kekacauan” dalam berbagai kegiatan pada proses penyesuaian, sebelum berjalan lancar penyatuan zona waktu ini?

Saya kira, kalau ada penjelasan yang logis realistis dan disosialisasikan terlebih dahulu, perubahan zona waktu tidak akan menimbulkan kekacauan. Walau Indonesia sudah berpengalaman mengubah zona waktu, kita tetap harus mewaspadai berbagai potensi masalah karena kompleksitas aktivitas manusia saat ini berbeda dengan 25 tahun yang lalu. Perubahan sistem otomatis terprogram dan resistensi masyarakat harus secara cermat dipertimbangkan.

Sebenarnya bagaimana rumusan idealnya untuk Indonesia?

Tiga zona waktu saat ini sebenarnya sudah cukup baik, tetapi masih ada pemecahan zona waktu di Kalimantan. Dalam prinsip pembuatan zona waktu sebenarnya wilayah daratan dalam satu negara kurang baik terpisah zona waktunya. Itulah alasan utama China menyatukan zona waktunya. Kalau Kalimantan ingin kita satukan, pilihan yang ideal adalah menjadikan Indonesia menjadi 2 zona waktu. Jadi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan menjadi Waktu Barat Indonesia. Selebihnya Sulawesi, Bali, Nusatenggara, Maluku, dan Papua menjadi Waktu Timur  Indonesia.

Apa kesimpulannya dari penyatuan zona waktu Indonesia ini?

Kita perlu mengkaji secara komprehensif potensi dampak positif dan negatif penyatuan zona waktu ini. Asumsi yang digunakan perlu diuji akurasinya sebelum digunakan sebagai tolok ukur kajian plus-minus penyatuan zona waktu ini.

(Herry Suhendra/Bisnis)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (3 votes, average: 9.67 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization