Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Allah, Kemudian Kita (Sebuah Cita)

Allah, Kemudian Kita (Sebuah Cita)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – “Kita merencanakan, untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah.”(Hilmi Aminuddin)

Semua yang terjadi di dunia ini, hidup-mati, rezeki-jodoh, semua berjalan atas ketetapan Allah yang telah termaktub dalam sebuah kita yang kita kenal dengan nama ‘Lauhul Mahfudz’. Yang demikian juga disebut dengan istilah takdir.

Yang menarik dari takdir Allah bahwasanya ia adalah suatu misteri. Suatu rahasia Allah yang tidak dapat dijangkau oleh apa dan siapa pun. Hanya Allah yang mengetahui. Dan misteri itu baru diketahui ketika ia hadir di dunia ini. Ketika ia dirasakan keberadaannya oleh makhluk Allah.

Takdir adalah misteri. Dan suatu misteri dapat kita rencanakan dengan sangat indah kejadiannya. Bukankah takdir diciptakan Allah secara misteri agar kita terus berikhtiar dan terus bertawakal? Bukankah karena takdir adalah suatu misteri maka Allah memberikan keluasaan bagi kita untuk mencitakan dan merencanakannya dengan harap yang tinggi, semangat yang membara, dan motivasi yang kuat untuk menggapainya? Sungguh karena takdir adalah suatu misteri makan tugas kita adalah mengukir perencanaan terbaik baginya dan menyerahkannya kepada Allah agar Allah mengabulkannya tanpa mengubah karunia sedikit pun.

Bukankah kematian pun dapat kita citakan bentuk dan rupanya? Mari kita tengok kisah para sahabat Rasulullah yang sangat indah merangkai kematiannya dengan kedudukan yang tertinggi.

Pasca perang, sungguh bermakna untaian kata Seorang Sahabat yang menolak harta rampasan perang dan berkata, “Tidak Ya Rasulullah, bukan untuk ini. Aku berperang agar ini.” Ia menunjuk satu titik di nadi lehernya. Kemudian Rasulullah berkata, “Jika dia jujur kepada Allah, maka ia akan mendapatkannya.” Dan ternyata benar, di perang berikutnya sang sahabat mendapatkan apa yang dicitakannya. Sebuah anak panah menancap tepat di titik yang dulu dia tunjuk dengan jarinya.

Lalu siapa lagi?

Hafshah kaget mendengar doa sang ayah yang meminta agar Allah menggugurkannya di Tanah Nabi Allah. Itulah doa yang diucapkan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khathab RA. Yang membuat kagetnya Hafshah adalah bukan karena doa sang ayah yang berkeinginan untuk syahid di jalan Allah, namun mangapa sang ayah ingin syahid di Madinah, di haramnya Rasulullah SAW, bukan di medan jihad seperti Syam, Persia, Romawi, dan lain-lain? Apakah ini berarti musuh Allah akan kembali menyerang tanah yang menjadi saksi tinta sejarah perjuangan Rasulullah dan sahabat untuk mengangkat bendera Allah?

Dengan lembut Umar berkata, “Wahai putriku, sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk mengabulkan permohonan hambaNya tanpa mengubah karuniaNya bagi yang lain.” Dan doa Umar diijabah Allah, Dia benar-benar syahid di mihrab Rasulullah dengan tikaman Abu Lu’Lu, pendendam besar Islam dari Persia.

Begitu indah uraian kata yang disusun oleh Salim A. Fillah, “Jika kematian yang begitu agung bisa digambar dengan gambling dalam benak dan menjadi cita nyata; tentu kehidupan juga berhak diperlakukan sama. Ia harus diisi dengan cita-cita. Ia harus tersusun atas rencana-rencana.”

Rencana Allah selalu jauh lebih indah dari prasangka hambaNya. Maka, hadirkanlah cita dan ukiran perencanaan terbaik atas misteri takdir Allah terhadap kita. Buatlah rencana-rencana yang bernilai tinggi. Mari rencanakan untuk menjangkau sesuatu yang tak terjangkau dan biarlah Allah yang menjangkaunya untuk kita.

Tidak ada yang mustahil. Semua tersusun rapi dengan perencanaan yang besar dan matang, maka yang hadir adalah keniscayaan. Keniscayaan untuk menerima kenyataan hadirnya cita tersebut. Gandengkan perencanaan kita dengan perencanaan Allah. Jangan pernah mensugesti diri bahwa semuanya adalah takdir Allah yang harus dijalani tanpa ada usaha nyata dari diri. Dan jika takdir Allah berbicara lain, maka ambillah ia dengan bentuk penerimaan terbaik, yakni keikhlasan. Karena Allah past memiliki rencana lain atas perencanaan kita. Dan teruslah berdoa agar Allah selalu mengaruniai kita dengan pribadi yang tiada pernah putus asa dari kasihNya, selalu berharap terbaik dariNya, dan agar berani bercita-cita serta merencanakan hidup yang indah dengan orang-orang mulia.

Dan ingatlah selalu perkataan Ali bin Abi Thalib, “Kebenaran yang tidak terencana, dapat dikalahkan dengan kebatilan yang tertata.”

Semoga diri ini yang masih banyak belajar, juga engkau yang terus menimba ilmu, tak kan pernah membiarkan asa yang kokoh runtuh dalam mengukir perencanaan terbaik.

Karena takdir Allah adalah misteri, maka ia boleh direncanakan, bahkan harus direncanakan.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (20 votes, average: 9.35 out of 5)
Loading...
Student of Universitas Bakrie, Accounting Study Program. Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Aktivis LDK (Lembaga Dakwah Kampus) Basmala Universitas Bakrie. Member of Muamalah Community. Seorang hamba yang tidak sempurna namun selalu berusaha menjadi sempurna di mata Tuhan.

Lihat Juga

Sabar

Figure
Organization