Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Dunia Sebesar Rumah

Dunia Sebesar Rumah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Kian hari, dunia semakin komplit dengan berbagai cerita. Bumi kian sempit dengan banyaknya penghuni, yang sebagian besar adalah perempuan. Para perempuan kemudian menciptakan cerita hidupnya sendiri. Ada yang lebih dari separuh harinya habis di luar rumah, ada pula yang tujuh hari dalam sepekan berlindung dari ultra violet di dalam rumah orangtua atau suaminya.

Mereka yang beranggapan bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, pada umumnya lebih suka berkiprah di luar rumah dengan segudang agenda. Mereka aktif, percaya diri, dan tentunya, mudah bergaul. Kalangan agamis kerap menganggap perempuan di bilah ini sebagai penentang fitrah. Padahal sebenarnya, legitimasi cap tersebut tidak melulu datang dari segi agama.

Budaya punya peran besar terhadap ketersembunyian para perempuan. Sayangnya, perlakuan tersebut tidak selalu menunjukkan sebuah bentuk perlindungan terhadap perempuan, tapi lebih pada pembedaan level manusia. Contohnya, beberapa daerah di Indonesia yang masih menganggap tugas laki-laki hanya mencari nafkah, sehingga tanggung jawab rumah tangga selebihnya diserahkan pada perempuan. Akibat banyaknya tugas yang diemban, perempuan tak lagi memiliki kesempatan bersosialisasi dengan lingkungannya, apalagi berkonsolidasi dengan komunitasnya. Karena tak memiliki kesempatan—misalnya—berbagi ilmu, maka untuk apa ia berilmu. Pada lingkaran ini, akan muncul persepsi bahwa perempuan tak perlu sekolah karena kelak persinggahan terakhirnya adalah dapur dan sumur. Ke mana cerita gravitasi, untuk apa rumus persamaan reaksi? Dan algoritma tak akan berguna.

Tak dipungkiri, banyak Muslimah yang memilih tetap berada di rumah dengan berbagai alasan. Tapi oleh pihak yang kecanduan mendiskreditkan Islam, hal tersebut di-blow up sedemikian rupa, seolah-olah perempuan-perempuan Muslim dikandangi oleh suami atau orangtua mereka.

Coba kita telaah kisah-kisah para shahabiyah. Banyak dari mereka yang menjadi pebisnis, bahkan istri pertama Rasulullah saw adalah seorang pedagang besar. Bayangkan, jika beliau sehari-hari berada di dalam kamar, apa yang bisa diperbuat untuk mengembangkan bisnisnya.

Dalam beberapa peperangan pun, kerap dikisahkan aksi heroik para mujahidah dalam membela Islam. Kita tentu kenal pada Nusaibah yang digelari Tameng Rasulullah saw. Bagaimana kiranya ia sampai di medan perang jika sehari-hari hanya berkubur gandum di dapur. Hal ini membuktikan, bahwa Rasulullah saw tidak memberlakukan peraturan yang saklek terhadap perempuan. Artinya, rambu-rambu tetap ada, tapi tidak mengabaikan hak-hak perempuan itu sendiri. Misalnya, ketika Rasulullah saw mengimbau para perempuan agar shalat di rumah, beliau menambahkan sabdanya dengan larangan menghalangi hamba Allah (yang perempuan) untuk shalat ke masjid.

Dakwah ataupun mencari nafkah pada dasarnya adalah ibadah. Wajar kiranya para Muslimah menginginkan pula pahala dari apa yang bisa ia perbuat, karena hak berkarya sudah menjadi milik bersama. Yang perlu diperhatikan adalah etika ketika ia berada di luar jangkauan orangtua atau suaminya. Maka, untuk melaksanakan niat baik tersebut, seorang perempuan patut mengikuti rambu berikut:

  1. Mengenakan pakaian yang menutup aurat (al-Ahzab 59). Berada di rumah pun, jika dalam satu atap terdapat orang lain yang bukan mahram, kewajiban menutup aurat tetap berlaku.
  2. Tidak tabarruj, yakni berhias berlebihan seperti orang-orang jahiliyah yang sengaja memamerkan kecantikan/perhiasan. (Al-Ahzab 33). Jahiliyah masa kini mungkin lebih jahil (bodoh) dari sebelum ayat di atas turun.
  3. Tidak mendayu-dayukan suara (al-Ahzab 32). Maksudnya, melunakkan suara secara berlebihan. Sebab itu, nasyid yang dilantunkan oleh perempuan sebaiknya hanya didengar oleh perempuan.
  4. Menjaga pandangan (an-Nuur 31). Kewajiban yang identik dengan laki-laki ini juga berlaku bagi perempuan, karena pada dasarnya laki-laki dan perempuan adalah bersaudara. Apa yang dialami atau dirasakan laki-laki, kerap dirasakan pula oleh perempuan.
  5. Menghindari fitnah. Niat baik tak selamanya berhasil baik. Salah langkah, salah bertindak, salah ucap dapat mengakibatkan mudharat. Tapi perbuatan apa yang tidak mengandung risiko? Antisipasi saja semampunya.
  6. Mendapat izin dari orangtua atau suami. Yang paling membedakan budaya Barat dengan Timur seputar perempuan adalah pada poin ini. Barat yang tergila-gila pada kebebasan bukan saja membiarkan para perempuan keluar tanpa batas, mayoritas orangtua bahkan menitahkan mereka keluar untuk bekerja. Apa pun pekerjaan itu. Sedangkan Timur, terkesan menutup rapat kesempatan perempuan keluar dari dunia sebesar rumah. Tapi kita tetap bisa berada di antara keduanya.

Meski perempuan dibolehkan keluar rumah dengan ketentuan di atas, tetap berada di rumah adalah pilihan terbaik, jika memang tidak ada keperluan mendesak yang harus diselesaikan. Mendesak atau tidak keperluan itu, hanya Allah dan kita yang tahu.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (6 votes, average: 8.17 out of 5)
Loading...

Tentang

Penulis lepas.

Lihat Juga

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Figure
Organization