Topic
Home / Pemuda / Pengetahuan / Dimensi Medis ٍIbadah Mâliah

Dimensi Medis ٍIbadah Mâliah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Para saintis menegaskan bahwa pita DNA ini memuat lebih dari 3 ribu juta informasi. Yang membingungkan mereka, bagaimana pita informasi ini dapat mengontrol kerja tubuh, sakit dan sembuhnya. Meskipun demikian, mereka memprediksikan jawaban terhadap pertanyaan ini akan memakan waktu dua puluh tahun ke depan. (Pic 2)

dakwatuna.com – Di tulisan sebelumnya, [[1]]Anda telah disapa oleh dimensi sosial zakat. Di sana Anda menjumpai beberapa faedah zakat, seperti: menghilangkan rasa dengki dan hasut antar sesama, menciptakan kesejahteraan bersama demi terwujudnya kelangsungan hidup manusia, dan Menumbuhkembangkan rasa kasih sayang dan hormat antara fakir-miskin dan para pelaksana zakat.

Di sini, penulis hanya ingin menegaskan pernyataan di atas tanpa panjang lebar dengan mengajak para pemerhati nilai-nilai kemanusiaan untuk melihat secara saksama kenyataan hidup di masyarakat sekarang.

Di saat terjadi revolusi di sebuah negara, seperti Mesir sekarang, situasi keamanan hiruk-pikuk, pelaksana hukum jatuh pamor, dan pemerintah kehilangan kepercayaan dan wibawa. Situasi seperti inilah yang dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk menjarah tempat-tempat basah, seperti: mall, bank, pemukiman orang-orang kaya. Mereka melakukan itu karena menganggap hak dan kehormatan mereka telah dirampas dan dihina, melihat diri mereka telah teraniaya, dan meyakini bahwa yang menyalimi dan membuat mereka jatuh miskin adalah orang-orang kaya. Olehnya itu, mereka merasa dituntut oleh hati nurani bangkit melakukan balas dendam demi mengembalikan hak dan kehormatan itu.

Yang patut diketahui bersama, masyarakat-masyarakat dunia yang bangkit melakukan revolusi terhadap pemerintah mereka dipicu oleh kemiskinan, persamaan hak, dan kebebasan. Umumnya, ketiga pemicu ini ditemukan bersama di masyarakat-masyarakat seperti ini. Yang menjadi pertanyaan, kenapa ketimpangan sosial seperti ini terjadi di belahan dunia Islam? Apakah nilai-nilai Islam telah mati terkubur di hati mereka?

Hilangnya hati nurani, kepedulian terhadap masyarakat menengah ke bawah, praktek riba, dan pelaksanaan zakat yang terabaikan biang dari ketimpangan ini.

Mari kita lihat kata monumental Said Nursi yang menggarisbawahi sebab-sebab ketimpangan sosial di pelbagai belahan dunia berikut ini:

Di sana ada dua kalimat yang memicu segala kekacauan, kerusuhan dan dekadensi moral lain dalam kehidupan sosial manusia. Kalimat pertama adalah: Jika saya kenyang, maka tidak ada dosa bagiku atas kematian seseorang akibat kelaparan. Kalimat kedua: Anda bekerja supaya saya bisa menikmati hasil jerih payahmu, dan Anda capek peras keringat supaya saya bisa beristirahat dengan tenangnya melahap hasilnya. Kemudian, yang menyirami dan melestarikan kedua kalimat ini adalah praktek riba dan pengelolaan zakat yang tidak terorganisir.[[2]]

Di tempat lain beliau berkata:

Mustahil tercapainya kehidupan damai dan rukun dalam masyarakat, kecuali dengan menjaga keseimbangan antara orang-orang kaya (al-khawâsh) dan para fakir-miskin (al-awâm). Maka dengan dasar balans ini akan terbina rasa iba orang kaya terhadap orang miskin, serta taat dan hormat orang miskin terhadap orang kaya.[[3]]

Karena dimensi sosial telah dijelaskan di sana, maka di sini yang akan dikupas adalah dimensi medis ibadah Mâliah. Di pembahasan ini, zakat, infaq, dan sedekah punya peran yang sama.

Khususnya pada dimensi ini, saya mengajak para pembaca menyimak hasil studi ilmiah yang dilaporkan oleh Abdu ad-Dâim al-Kahîl (seorang insinyur Islam berkebangsaan Suriah, beliau telah menulis beberapa buku tentang kemukjizatan ilmiah dalam Al-Qur’an dan Sunnah) sebagaimana berikut:

Dunia medis Barat sekarang mulai menerapkan terapi pengobatan modern dalam bentuk model komunikasi interpersonal yang lebih dikenal dengan Neuro-Linguistic Programming (NLP). [[4]]

Di antara metode penyembuhan sistem ini yang paling penting adalah istirahat yang cukup dan mengulangi penggalan-penggalan kalimat yang dapat menyuntikkan kekuatan jiwa dalam menghadapi penyakit tertentu, seperti: “wajib bagi saya memerangi penyakit ini dan saya mampu melumpuhkannya.” Para saintis program ini melaporkan bahwa kalimat-kalimat seperti ini jika diulangi berkali-kali sebelum dan sesudah bangun tidur maka itu dapat memberikan kontribusi terhadap kesembuhan seorang pasien dan meningkatkan daya tahan tubuhnya terhadap penyakit. Yang menjadi pertanyaan, “Bagaimana itu bisa terjadi?”

Kekuatan jiwa yang lahir dari mengekspresikan kalimat-kalimat tersebut memberikan efek terhadap sel-sel otak. Sementara itu, sel-sel otak sangat menggantungkan diri terhadap informasi dalam menjalankan fungsinya. Bahkan, tubuh manusia sendiri adalah jaringan informasi yang sangat detail. Olehnya itu, kerusakan apa saja terhadap sistem jaringan ini akan menyebabkan munculnya penyakit. [[5]]

Bukan hal aneh, jika buku-buku yang memuat sistem pengobatan ini meraih label best seller di barat. Dengan membaca buku-buku tersebut, pembaca memetik faedah yang luar biasa dalam menyembuhkan penyakit mereka.

Kini, Para ahli pengobatan NLP menyarankan kepada pasien untuk bersedekah. Mereka melihat bahwa sedekah menjadikan Anda merasa kuat dan memberikan kepercayaan diri bahwa Anda telah melakukan sesuatu yang bermanfaat, sehingga dengan sendirinya ia menciptakan rasa nyaman terhadap Anda secara psikologis.

Yang diketahui bersama, sistem kekebalan tubuh sangat dipengaruhi oleh situasi psikologis, semakin stabil pikiran dan jiwa semakin kuat sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit, dan setiap kali kondisi psikologis memburuk maka setiap kali itu juga kekebalan tubuh melemah dan menurun drastis.

Hematnya, sedekah dan pelbagai manfaatnya menjadi informasi penting terhadap sel-sel otak dalam memainkan peranannya. Di sisi lain, virus-virus [[6]] yang merupakan pita-pita rekaman (bahasa medis) masuk ke sel-sel tubuh dan menjalankan misinya sebagai penghancur. Virus tidak memiliki senjata, peralatan, materi-materi kimia, atau unsur-unsur hidup. Yang ia miliki hanyalah pita-pita informasi RNA dan DNA. Pita ini memberi informasi terhadap sel untuk memproduksi virus baru yang mengarah kepada proliferasi virus dan ledakan sel tubuh.

Jadi, virus adalah sebuah jalur informasi yang kerjanya hanya mencampuri mekanisme kerja sel dan berupaya mengontrolnya untuk dimanfaatkan. Di sini, virus menggunakan pita-pita informasi untuk mewujudkan tujuan tersebut, yaitu menyebabkan penyakit, bahkan kematian.

Kekuatan sel lebih bertumpu pada informasi yang ia terima, dan di antaranya sedekah. Sesungguhnya di saat Anda bersedekah, meringankan beban orang lain, atau tersenyum kepada sesama, pada dasarnya otak Anda menerima informasi tersebut dan dicerna kemudian di dalam sel-selnya. Informasi ini memberikan kontribusi terhadap sistem kekebalan tubuh dan peningkatan kerja sel.

Maka dari itu, Nabi Saw sejak dini menghitung sedekah sebagai salah satu alternatif penyembuhan. Beliau bersabda:

(دَاوُوْا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ، فَإِنَّهَا تَدْفَعُ عَنْكُمْ الأَعْرَاضَ وَالأَمْرَاضَ).

“Obatilah pasien-pasien kalian dengan sedekah, sesungguhnya ia menolak dari kalian pelbagai gejala dan penyakit.”[[7]]

Wahai saudaraku! Ketika Anda atau saudara Anda menderita penyakit berat maka nasihatilah dia untuk memperbanyak sedekah dan infak. Di sini, sedekah punya cakupan yang luas, bukan hanya terbatas pada infaq dan sedekah, tetapi juga meliputi tebaran senyum antar sesama, perkataan baik, menjauhkan duri dari jalanan umum, mengucapkan perkataan baik, dan masih banyak lagi yang lain. Di samping itu, Anda ditunggu pahala besar di sisi Allah SWT di akhirat. [[8]]

Bagi penulis sendiri, setiap ibadah dalam Islam punya potensi seperti ini, bukan hanya sedekah. Setiap dari mereka punya kekuatan rohani yang dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh. Kekuatan itu lahir dari dua titik dasar, yaitu titik tumpu, Allah SWT sebagai tempat bersandar dan menyandarkan segala sesuatu (نُقْطَةُ الاسْتِنَادِ) dan Dia sebagai tempat kembali mengharap pertolongan yang memberikan kekuatan maknawi tersendiri (نُقْطَةُ الاسْتِمْدَادِ). Dengan kedua titik tersebut, kekuatan maknawi terpintal kuat, asa menjadi teguh, dan hidup dengan penuh gairah. Tentunya, sinyal informasi-informasi seperti ini akan dicerna otak di dalam sel-selnya dan dengan sendirinya memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan daya tahan tubuh terhadap virus dan mekanisme kerja sel-sel tubuh.

Jika para pasien di barat meyakini keampuhan kalimat-kalimat pembangun semangat yang dipekikkan siang dan malam terhadap kesembuhan mereka, maka bagaimana dengan umat Islam sendiri yang melantunkan Al-Qur’an dengan penuh keyakinan bahwa dia penawar ampuh dan rahmat bagi mereka, yang meyakini bahwa jika Allah yang memberikan perlindungan, maka jangankan ancaman musuh, sengatan nyamuk pun tidak terdengar, dan jika terdengar ia pun seperti orkes yang melantunkan simponi musik yang syahdu di panggung kedamaian Allah SWT?

Bukankah iman itu matahari kehidupan, muara amal baik, dan cermin kemanusiaan? Bukankah dia ruh kehidupan?

Apakah Anda tidak merasa tergoncang dengan lantunan-lantunan makna di ayat-ayat ini:
 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ﴿١﴾  [Q. S. al-Fatihah [01]: 1] [Q.S. at-Taubah[09]: 129] فَإِن تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ﴿١٢٩﴾

[Q.S. al-Isra'[17]: 82]وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا ﴿٨٢﴾

Jika Anda tidak merasakan itu maka diagnosalah perasaan Anda sendiri!

Pendek kata, iman adalah pelopor terciptanya ibadah yang didasari keikhlasan, pembangun semangat dan dedikasi tinggi terhadap setiap usaha, pendobrak nilai-nilai kemanusiaan yang beku, dan pencair terhadap kebekuan jiwa yang enggan melihat masalah-masalah umat.

Di sini, saya mengajak para pemerhati dunia Islam untuk mendengarkan keurgensian iman persepsi Ustadz Said Nursi, beliau berkata:

“Iman adalah cahaya hati nurani manusia dan kilauan dari Sang Pemberi Cahaya yang Kekal. Dia menyinari rongga-rongga hati nurani yang menghembuskan kedamaian dan ketenteraman terhadapnya dengan semua entitas kehidupan, membangun keterikatan tersendiri antara perasaan dan semua makhluk, menyematkan kekuatan maknawi di hati yang mampu menghadapi segala bencana dan musibah, dan memberinya kemampuan menelan kejadian masa lalu dan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Karena iman adalah sinar Sang Pemberi cahaya yang Kekal, maka ia pun cahaya penuntun terhadap manusia menuju kebahagiaan abadi di akhirat. Dengan cahaya itu tumbuh lestari harapan-harapan dan tambah kokoh biji potensi-potensi diri yang tertanam di dalam hati nurani, sehingga ia tumbuh mekar sampai tibanya hari akhirat, tempat abadi memetik hasil-hasil keimanan.”[[9]]

Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pemerhati hikmah-hikmah penetapan syariat menyuarakan kesimpulan berikut ini:

“Jika pasien-pasien di Barat meyakini keampuhan penggalan-penggalan kalimat pemberi semangat dalam menyembuhkan penyakit mereka yang lebih dikenal dengan Neuro-Linguistic Programming (NLP), maka pasien-pasien muslim lebih wajib lagi meyakini keampuhan ibadah-ibadah Islam dalam hal ini. Mereka jauh lebih ampuh dari terapi barat tersebut. Bukankah ibadah itu telah digarisbawahi Al-Qur’an dan Sunnah? Bukankah Al-Qur’an itu Penawar? Hayati pelaksanaan setiap ibadah, telaah setiap lantunan makna yang dihembuskan ayat-ayat Al-Qur’an, dan yakini bahwa semua itu dapat memberikan kontribusi positif terhadap kekuatan jiwa Anda! Penghayatan, telaah mendalam, dan keimanan, gizi terbaik dan informasi jitu yang dapat merangsang sel-sel otak dan organ tubuh lain untuk memaksimalkan kinerjanya, sehingga dengan sendirinya tercipta kekebalan tubuh yang mampu menanggulangi bahaya virus yang sewaktu-waktu dapat meledakkan sel-sel tubuh. Maha Suci Allah yang Mewajibkan zakat secara periodik dan Menganjurkan infak dan sedekah tanpa adanya batasan waktu!


Catatan Kaki:

[[1]]  Lihat tulisan tersebut di website ini: https://www.dakwatuna.com/2011/09/14802/tekan-angka-kemiskinan-dengan-memberdayakan-potensi-alam-dan-zakat/

[[2]]   Badiuzzaman Said Nursi, al-Maktûbât, hlm. 340

[[3]]  al-Kalimât, hlm. 469

[[4]] Neuro-Linguistic Programming (NLP) adalah model komunikasi interpersonal dan merupakan pendekatan alternatif terhadap psikoterapi yang didasarkan kepada pembelajaran subjektif mengenai bahasa, komunikasi, dan perubahan personal. NLP dikembangkan dari hasil jerih payah beberapa orang. Diawali oleh Richard Bandler dan John Grinder, Beberapa orang yang menjadi catatan pengembangan NLP adalah David Gordon, Leslie Cameron-Bandler, Steve and Connirae Andreas, Robert Dilts, dan masih banyak lagi. Studi mereka dimulai pada awal tahun 1970 dan sampai sekarang masih terus berlanjut dengan banyak perkembangan. Dengan teknik NLP membuat para terapis jauh lebih efektif membantu kliennya dalam melakukan perubahan yang ada dalam dirinya. NLP ini berisikan berbagai presuposisi mengenai mekanisme kerja pikiran dan berbagai cara individu dalam berinteraksi dengan lingkungan dan antar sesamanya, disertai dengan seperangkat metode untuk melakukan perubahan.  [lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/NLP]

[[5]] Di sini, Ustadz Nursi mencontohkannya dengan sel kelopak mata dan keterikatannya dengan anggota tubuh lain. Beliau berkata:

     “Satu sel di kelopak mata Anda punya keterikatan dengan anggota tubuh lain dan tugas tersendiri. Dia punya misi dan ketergantungan dengan kepala dan yang lain. Olehnya itu, jika ada partikel kecil bersentuhan dengan sel tersebut di luar dari mekanismenya maka akan terjadi kerusakan terhadap manajemen tubuh dan kesehatan. Ia pun punya hubungan khusus dengan pembuluh nadi (arteri, yang membawa darah dari jantung), pembuluh balik (vena, yang membawa darah ke jantung), saraf, dan seluruh anggota tubuh. Tentunya, itu menunjukkan bahwa penempatan satu sel tersebut di kelopak mata di tempatnya sendiri di antara seribu satu tempat yang ada guna menjalankan fungsinya tidak lain kecuali dengan hikmah Sang Maha Pencipta yang Bijak.” [Badiuzzaman Said Nursi, al-Kalimât, hlm. 809]

[[6]] Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.  [http://id.wikipedia.org/wiki/Virus]

[[7]] Imam as-Sakhâwi dalam menuturkan justifikasi para ulama terhadap hadits ini berkata:

     “hadits ini diriwayatkan sebagai hadits Marfu’ oleh Hilal bin Malik al-Hazzâni dari Yunus bin Ubaed dan seorang perawi dari Ibn Umar dengan lafal di atas. Selanjutnya, Imam al-Baihaqi berkata: “hadits ini diingkari kebenarannya dengan sanad tersebut.”” [lihat: Imam Sakhâwi Muhammad bin Abdu ar-Rahman, al-Maqâshid al-Hasanah fi Bayân Katsîr min al-Ahâdîts al-Musytahirah ala al-Sinah, ditashih dan dikomentari oleh Syekh Abdullah Muhammad Shiddîq, cet. 1, 1979, Beirut, no. hadits: 413, hlm. 191-192]

     Justifikasi sama juga diberikan oleh Ibn al-Gars al-Hanafi, Muhammad bin
Muhammad sebagaimana diberitakan dalam Kasf al-Khafâ’: “hadits ini lemah.” Tapi, dia dikuatkan oleh periwayatan lain. [lihat: Syekh al-Ajalûni, Ismaîl bin Muhammad, Kasyf al-Khafâ’, no. hadits: 1148, vol.1, hlm. 361].

Olehnya itu, Syekh Ali bin Abdul Khâlik al-Qarni melihat bahwa hadits ini termasuk hadits Hasan Lighairih (hadits lemah menjadi baik karena diperkuat oleh pelbagai periwayatan lain secara maknawi) di periwayatan Mursal Imam Hasan al-Bashri. [Lihat: Syekh Ali bin Abdul Khalik al-Qarni, ar-Rudâb al-Ma’sûl fi Jûdi ar-Rasul Saw, hlm. 40]

[[8]] Lihat: Abdu ad-Dâim al-Kahîl, Rawâi’al-I’jâz an-Nafsi fi al-Qur’an al-Karîm, www. www.kaheel7.com, hlm. 111-114, dan lihat juga bukunya yang lain: Âlij Nafsak bil Qur’an, www.kaheel7.com, hlm. 37]

[[9]] Lihat: Badiuzzaman Said Nursi, Isyârât al-‘Ijaz fi Madzhânni al-Ĩjâz, hlm. 49

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...
Pensyarah antar-bangsa (Dosen) Fakulti Pengajian Alqur'an dan Sunnah, universiti Sains Islam Malaysia (USIM). Degree, Master, Phd: Universiti Al-Azhar, Cairo. Egypt

Lihat Juga

Launcing Rumah Quran Nusantara di Kotawaringin Barat

Figure
Organization