Topic
Home / Berita / Opini / Donor Darah dalam Perspektif Islam

Donor Darah dalam Perspektif Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (bloopendorseinside.com)

dakwatuna.com – Berbagai upaya dilakukan Palang Merah Indonesia (PMI) dalam rangka menyediakan darah bagi masyarakat yang membutuhkan. Hal ini disebabkan segala urusan yang berhubungan dengan transfusi darah adalah tugas dan tanggung jawab organisasi ini, sesuai dengan PP No.18 Tahun 1980. Dalam pasal ini menyebutkan pemerintah menyerahkan urusan usaha transfusi darah kepada PMI. Transfusi darah menjadi masalah yang kompleks manakala kebutuhan akan darah masih belum dapat diimbangi dengan jumlah pemerolehannya. Akibatnya, proses pengobatan terhadap seseorang menjadi terhambat, bahkan nyawa pasien menjadi taruhan. Transfusi darah sendiri, menurut PP tersebut, mengandung pengertian memberikan tambahan darah kepada seseorang yang membutuhkan tambahan darah, dari botol atau kantong plastik yang berisikan darah yang dibutuhkan. Sedangkan, upaya yang bisa dilakukan untuk memperoleh darah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik ataupun botol adalah dengan kegiatan donor darah

Data di wilayah Kota Tegal saja menunjukkan pada tahun 2011 kebutuhan darah mencapai seribu kantong untuk tiap bulannya, sementara darah yang diperoleh baru mencapai 600 hingga 700 kantong. Penyebabnya adalah masih kurangnya kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya donor darah. Dengan berbagai alasan mereka menghindari kegiatan donor. Mereka baru akan mendonorkan darah manakala ada sanak familinya ada yang membutuhkan darah. Sebagian alasan mereka adalah perasaan takut untuk mendonorkan darahnya.

Sejarah transfusi darah sendiri dimulai sekitar abad ke-15. Namun transfuse pada saat itu dilakukan melalui mulut hal ini dikarenakan belum adanya peralatan yang mendukung proses transfusi tersebut. Meski begitu baru sekitar tahun 1667 transfusi berhasil dilakukan untuk yang pertama kalinya oleh seorang professor di Paris. Perkembangan ilmu transfusi pun berkembang hingga pada abad ke-19 ditemukan jenis golongan darah yang berbeda, yang pada akhirnya dijadikan acuan untuk pelaksanaan transfuse itu sendiri. Ini seperti yang termuat pada media News Medical online.

Dunia kesehatan khususnya ilmu transfusi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bahkan kini masyarakat yang sudah mendonorkan darahnya bisa mengambil keuntungan dari kegiatan tersebut. Keuntungan yang dapat diperoleh dari seorang pendonor antara lain darah yang sudah diambil akan diperiksa apakah ada penyakit yang berbahaya atau tidak. Sang pendonor yang rutin mendonorkan darahnya secara tidak langsung akan diperiksa setiap tiga bulan sekali secara gratis. Padahal jika kita sengaja melakukan uji darah di laboratorium, kita harus membayar sejumlah nominal yang tidak sedikit untuk sekali periksa. Semakin jauh yang diperiksa semakin mahal pula biaya yang dikeluarkan. Jika ada darah yang mengandung penyakit, maka si pendonor akan diberikan hasil pemeriksaan dan rujukan untuk pengobatan. Jadi dengan mendonorkan darah kita akan mendapatkan keuntungan yang berlipat.

Islam sendiri melihat donor darah ini adalah sesuatu yang bermanfaat bagi kemaslahatan. Hal ini dapat dilihat dari pendapat beberapa ulama. Salah satunya adalah Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Aali Syaikh rahimahullah. Menurut Ust. Hammad Abu Mu’awiyah dalam tulisannya, Syaikh Al-Allamah tersebut memperbolehkan kegiatan donor darah. Hal ini dilihat dari tiga sudut pandang yang berbeda yakni orang yang menerima, pendonor, dan yang membuat rujukan atau dokternya. Menurutnya, orang yang menerima haruslah yang benar-benar membutuhkan, tidak membahayakan bagi si pendonor dan yang memberikan rujukan adalah seorang dokter muslim, jika tidak ada maka diperbolehkan dengan dokter selain muslim.

Dalil yang dipakai Syaikh Ali antara lain, Surat Al-Baqarah ayat 173 yang artinya ”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”. Ayat ini merujuk pada resipien atau penerima darah adalah orang yang benar-benar dalam keadaan yang kritis. Dan kita juga dilarang untuk memperjual-belikan darah tersebut.

Sedangkan bagi si pendonor beliau mengutip salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang mengandung makna:“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan jiwa dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” yang terakhir tentang siapa yang memberikan rujukan, beliau mengutip Hadist Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari yang maknanya kurang lebih Rasulullah menyewa seorang penunjuk jalan yang pada saat itu masih memeluk agama orang kafir quraisy. Ini berarti tidak mengapa jika yang memberikan rujukan adalah seorang dokter yang bukan seorang muslim jika memang tidak ada dokter yang muslim.

Senada dengan Hammad Abu Mu’awiyah, dalam situs pribadinya Ahmad Sarwat, LC mengatakan donor darah itu diperbolehkan. Hal ini berdasarkan beberapa fatwa dari beberapa ulama antara lain, Fatwa Syeikh Husamuddin bin Musa ‘Ufanah, Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa Syaikh Zaid Bin Muhammad Al-Madkholi. Fatwa ini diambil karena donor darah belum ada ketentuannya jika merujuk pada empat mazhab (Imam Abu Hanifah Imam Malik Imam Asy-Syafi’I Imam Ahmad bin Hanbal). Pada masa hidup beliau-beliau belum ada istilah donor darah sehingga tidak ada mazhab yang membahas mengenai hal itu.

Dalam situs tersebut juga dijelaskan bahwa donor darah tidak akan menjadikan seseorang mahram dengan orang lain. Jadi seorang resipien boleh dinikahi oleh seorang pendonor demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan yang menyebabkan mahramnya seseorang itu hanya disebabkan oleh 3 hal yakni nasab, mushaharah (sebab perkawinan) dan radhaah (sebab penyusuan). Menurutnya, darah jika dibandingkan dengan air susu maka akan berbeda karakter dari keduanya sehingga tidak dapat diqiyaskan. Darah bukanlah unsur yang dimakan akan tetapi yang mengantarkan makanan.

Persoalannya sekarang, bolehkah seorang muslim menerima darah dari pendonor yang bukan muslim? Dalam faithfreedom.com, disebutkan para ulama mengharamkan darah karena darah adalah benda najis, namun darah yang dianggap najis adalah darah yang keluar dari dalam tubuh. Jika darah yang ada dalam tubuh adalah najis, berarti semua manusia dalam keadaan najis. Sementara Allah sendiri menciptakan semua manusia dalam keadaan suci, sehingga darah yang ada dalam tubuh bukanlah najis. Oleh karenanya meski ia adalah orang kafir, maka darah yang didonorkannya bukanlah sebuah najis. Dan ulama sepakat bahwa kenajisan orang kafir yang ditulis dalam Al-Qur’an bukanlah najis dalam makna hakiki melainkan secara majasi.

Donor darah dalam hukum Islam merupakan sesuatu yang diperbolehkan, karena di dalamnya banyak sekali manfaat. Bahkan jika kita mau berfikir panjang donor darah merupakan salah satu amalan yang dapat kita jaga untuk membina hubungan dengan sesama manusia sekaligus hubungan dengan Allah Sang Pencipta. Menjaga hubungan sesama manusia karena donor darah dapat menumbuhkan rasa kasih sayang dan saling membutuhkan antar manusia. Sedangkan menjaga hubungan dengan Allah karena amalan tersebut bisa bernilai ibadah jika kita niatkan hanya karena Allah. Yang perlu di garis bawahi adalah darah itu adalah ciptaan Allah, maka kita dilarang untuk memperjualbelikannya.

Namun, sungguh ironis, di tengah masyarakat yang mayoritas muslim, kegiatan donor darah masih didominasi oleh kelompok-kelompok yang non muslim. Mereka menyelenggarakan kegiatan donor darah secara rutin, sementara masyarakat muslim saat ini belum begitu banyak memberikan sumbangsih bagi perkembangan donor darah. Dan kalaupun ada itupun atas nama pribadi bukan kelembagaan/organisasi. Bukankah Allah telah memerintahkan kepada hambanya untuk saling menolong dalam hal kebajikan dan taqwa tidak dalam hal keburukan/munkar. Rasulullah sendiri juga pernah bersabda bahwa manusia yang baik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Meski menerima darah dari non muslim diperbolehkan namun alangkah lebih baiknya jika sesama muslim saling membantu.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (17 votes, average: 9.24 out of 5)
Loading...

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization