Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Jilbabku Bukan Nilaiku

Jilbabku Bukan Nilaiku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (wordpress.com/bintangumilang)

dakwatuna.com – “Afwan ukhti, anti sudah tidak liqa lagi? Atau anti sedang futur?” tanya Mawar seketika kepada Bunga yang dilihatnya berubah cara mengenakan jilbabnya.

“Iya nih Kak”, jawab Bunga sekenanya.

Dialog di atas adalah sekelumit cerita kawan saya – Bunga – ketika dia merubah penampilan jilbabnya. Bukan memendekkan jilbabnya hingga ke leher, hanya saja Bunga membuat jilbabnya dengan suatu model dengan tetap menjulur menutupi dada. Memang tidak sepanjang jilbab Mawar tapi masih syar’i karena sebelumnya Bunga telah bertanya dahulu dengan guru ngajinya. Ketika guru ngajinya mengatakan bahwa jilbab itu masih tergolong panjang dan menutupi dada, maka tak masalah. Masalah justru hadir ketika Bunga berangkat ke kampus dan bertemu dengan kakak seniornya, yang seketika langsung menjudge Bunga sedang futur. Sedang jawaban Bunga di atas bukanlah jawaban sebenarnya. Hanya sekenanya. Bunga hanya merasa heran, ketika iman hanya di ukur oleh panjang atau pendeknya jilbab. Selama jilbabnya masih syar’i, toh tidak masalah.

****

Lain waktu, dikarenakan sedang kehabisan pulsa, maka Mawar meminjam handphone kepada Bunga. Bunga meminjamkannya dan Mawar pun segera menelpon seseorang sambil menjauhi Bunga.

Beberapa hari kemudian, ketika jam menunjukkan pukul dua pagi. Saat itu Bunga sedang tertidur pulas, kemudian handphonenya berdering. Sambil mengantuk, Bunga mengangkat handphonenya. Bukan main ia terkejut, karena ternyata si penelepon mencari Mawar dan si penelepon itu adalah seorang laki-laki.

“Assalamu’alaikum, ukhti Mawar ada?” tanya si penelepon

“Wa’alaikumsalam Afwan, Mawarnya tidak ada”. Jawab Bunga sambil mengantuk

“Iya tolong di panggilkan ukhti Mawarnya”. Si penelepon rada memaksa

“Ini bukan handphonenya Mawar, kemarin dia pinjam handphone saya”. Balas Bunga dengan sedikit kesal
Esok harinya, Bunga menceritakan kejadian semalam kepada Mawar. Di tanyalah Mawar.

“Kak, semalam jam dua ada telpon dari ikhwan yang mencari kakak”. Bunga mengawali percakapan

“Oh itu, Ana mah biasa ngurusin kerjaan malam-malam sama ikhwan itu”. Jawab Mawar

Dalam hati Bunga merasa heran, “berinteraksi dengan ikhwan malam-malam seperti itu bahkan hingga pukul dua pagi, memang hanya urusan pekerjaan, tapi jika berlanjut terus menerus bukan malah menjurus ke masalah hati?”. Tapi pertanyaan itu hanya Bunga simpan dalam hati. Ia tidak berani meneruskan ketika jawaban Mawar langsung telak mengejutkan Bunga.

****

Saya mengenal Bunga, Dia memang tidak mengenakan jilbab yang panjangnya hingga ke paha. Tapi saya kenal dengan Bunga yang mampu menjaga interaksinya dengan lawan jenis, meskipun aktivitasnya tidak hanya terbatas pada sesama jenis. Dia juga mampu menjaga hatinya meskipun banyak berinteraksi dengan lawan jenis karena keharusan.

Bunga mungkin terbilang sebagai akhwat yang “slengean” dan saya mengenalnya seperti itu. Tapi dia terbilang akhwat yang cukup aktif dalam organisasinya. Dia bisa menjadi contoh seseorang yang selalu ontime ketika ada suatu agenda, kecuali ada suatu alasan syar’i yang membuatnya datang lebih lambat. Bunga yang sangat loyal ketika di beri suatu amanah.

Karena “keslengeannya” itu pula, saya menjadi tahu baik buruknya dia. Bukan seseorang yang hanya berusaha baik secara penampilan tapi buruk di belakangnya.

Slengean yang saya maksud bukanlah berkelakuan buruk dan tidak menjaga perilaku. Tetapi slengeannya Bunga adalah gampang berbaur dengan orang lain baik muslim maupun non muslim, dengan tetap menjaga perilaku sebagai muslimah. Ceplas ceplos, tidak di buat-buat dan apa adanya tapi tetap syar’i. Dan tidak pula baik di penampilan fisik tapi buruk di dalamnya.

Saya jadi teringat akan sebuah kutipan, Jangan pernah lihat dari panjangnya jilbab tapi dari akhlaqnya. Karena jika jilbab seseorang sudah memenuhi ketentuan syar’i maka tak ada alasan untuk memandangnya sinis.

Syarat jilbab:

  1. Hijab/jilbab menutupi seluruh badan (rambut sampai kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.
  2. Hijab/jilbab tidak dimaksudkan sebagai hiasan bagi dirinya, sehingga tidak diperbolehkan memakai kain yang berwarna mencolok, atau kain yang penuh gambar atau hiasan.
  3. Hijab/jilbab harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan postur tubuhnya
  4. Hijab/jilbab tidak memperlihatkan sedikit pun bagian kaki wanita
  5. Hijab/jilbab yang dikenakan itu tidak sobek sehingga tidak menampakkan bagian atau perhiasan wanita
  6. Hijab/jilbab tidak menyerupai pakaian laki-laki.

Sumber: Fiqih Wanita, Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah

Dan ilmu pun tak bisa di lihat dari panjangnya jilbab. Bisa jadi mereka yang terlihat biasa justru memiliki akhlaq yang luar biasa. Dan bisa jadi seseorang yang di luar terlihat slengean, tapi secara hati dan perilaku lebih bisa menjaga hal-hal yang merusak imannya. Bukan lagi masanya melihat sesuatu dari penampilan fisik dan menganggap diri lebih mulia dikarenakan penampilan fisik yang sempurna. Bukan saatnya lagi menggolong-golongkan kawan berdasarkan ukuran jilbab. Maka ukuran jilbab bukanlah sebuah nilai. Karena Allah hanya melihat ketaqwaan hambaNya.

Allahua’lam

Based on true story, pengingat diri sendiri

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (41 votes, average: 9.46 out of 5)
Loading...

Tentang

Ya ALLAH, hidupkanlah aku sebagai orang yang tawadhu', wafatkanlah aku sebagai orang yang tawadhu' dan kumpulkan aku dalam kelompok orang-orang yang tawadhu'

Lihat Juga

FSLDK Jadebek Kembali Gelar Aksi Gerakan Menutup Aurat

Figure
Organization