Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Usia 7 Tahun

Usia 7 Tahun

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (123rf.com/Tjui Tjioe)

dakwatuna.com – Di blog, saya menulis “Umur 7, mulainya lembaran baru dalam menjalani kehidupannya”. Maksudnya adalah dalam mendidik anak, saya mengambil pola pendidikan seperti yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib RA. Pendidikan pada anak dilalui dalam 3 tahap.

1. Pada 7 tahun pertama, perlakukan anak sebagai raja (0-7 th).

Yang dimaksud di sini, bukan berarti kita menuruti semua keinginan anak, melainkan memberikan perhatian penuh kepada anak, karena di usia inilah mereka mengalami masa emas. Saat maksimal pembentukan sel otak 70%, dan kemampuan anak menyerap informasi masih sangat kuat. Jangan serahkan sepenuhnya pada pengasuh, jangan sepenuhnya pada nenek-kakeknya. Rawatlah mereka dengan tangan kita. Perhatian kecil yang sederhana tapi tulus dari lubuk hati.

2. Pada 7 tahun kedua, perlakukan anak sebagai tawanan perang (7-14 th)

‘Serem’ yaaa dengernya ‘tawanan perang’. Maksudnya adalah mulai mendisiplinkan anak. Rasulullah SAW pun bersabda, untuk menyuruh anak-anak untuk shalat di umur 7 tahun, lalu memukulnya jika tidak shalat di umur 10 tahun. Pada fase kedua inilah akan terjadi pubertas. Anak harus dipersiapkan disiplin sebelum menginjak pubertas dimana semua ketentuan rukun Islam (Shalat, Puasa, dll) harus ia lakukan sendiri dan akan menjadi dosa jika ia tinggalkan.

3. Pada Fase Ketiga setelah 7 th kedua (14 tahun ke atas), perlakukan anak sebagai sahabat.

Di usia ini, anak bergulat dengan pencarian jati diri. Ia mengalami banyak peristiwa emosional dan sensitif dengan tubuhnya sendiri. Ajak anak untuk sering berbagi cerita, curhat, dan ajak pula teman-temannya untuk akrab dengan kita. Dengan begitu kita bisa mengontrol anak tanpa harus mengekang. Dan jiwa jati diri anak akan terbentuk dengan baik karena adanya kepercayaan dari orang tua.

Dan saat ini, anak pertama saya, Nadia berusia 7 tahun. Usia yang sebenarnya bikin saya bingung untuk bersikap bagaimana padanya. Di tengah kebingungan yang melanda dari jauh hari, saya melewatinya dengan ‘penekanan’ pada umur 7 tahun padanya.

Misal:

“Na, sebentar lagi Kakak, mau 7 tahun… Shalat-nya yang bener yaaa, surat-suratnya di baca, ga hanya gerakannya saja…”

“Na, mau 7 tahun, sebentar lagi mau baligh loh, auratnya diperhatikan yaaa…”

“Na, mau 7 tahun, mainnya sama anak perempuan aja, jangan deket-deket gitu ah sama anak laki-laki..”

Bla bla bla…

Perpaduan antara emak posesif – emak parno – segala ada pokoknya. Gak siap juga sebenarnya dengan semakin besarnya anak-anak.

Biasanya kalimat-kalimat tersebut saya ucapkan menjelang waktu tidur, dan selalu dijawab “Iyaaa, Mi..” olehnya… Aamiin, semoga dimudahkan selalu…

Dan akhirnya, usia 7 tahun tiba juga. Saya masih diliputi kebingungan. Saya berpikir, gak bisa berkutat dengan bingung saja seperti ini. Harus dilakukan suatu cara untuk melakukan sesuatu. Dan akhirnya saya tahu jawaban untuk solusi ini cuma satu, yaitu dengan mengkomunikasikan hal ini padanya, Nadia. Tadinya, saya pikir mungkin ini akan menjadi pembicaraan yang cukup ’berat’ untuknya. Tapi, kembali lagi dengan bagaimana cara saya ingin mendidik anak-anak dengan ‘komunikasi’ maka baiknya tidak ada kata ‘berat’ dan ‘terlalu dini’ untuk saling berkomunikasi dengan  mereka.

Seperti girl talk, ini pembicaraan antara saya dan Nadia saja. Saya mulai dengan memeluknya, menerangkan bagaimana pendidikan yang saya lakukan pada anak-anak saya. Menerangkan tentang pola pendidikan Ali bin Abi Thalib yang saya ambil. Mengingatkan jika saat ini, dirinya telah memasuki lembaran baru dalam pendidikan bersama saya. Saya utarakan, mungkin ini akan menjadi perjalanan yang panjang dan sulit karena Nadia bukan raja lagi bagi Ummi dan Abi. Nadia sudah melewati masa raja yang begitu indah bersama kami. Dan sekarang saatnya Nadia harus belajar lebih disiplin, karena di periode ini (7-14 tahun) Nadia akan mengalami menstruasi dan itu artinya Nadia sudah baligh. Saya minta maaf padanya jika dalam perjalanan nanti saya terlihat-terkesan terlalu keras padanya (karena kedua adik-adiknya masih di usia Raja…) ini dikarenakan dirinya kini adalah ‘tawanan’ saya. Tak lupa saya menanyakan arti tawanan itu apa menurutnya…

Dan Alhamdulillah, dia mengerti tentang apa yang saya bicarakan. Paling tidak itu yang saya rasakan dengan mengkomunikasikan hal ini padanya. Dan setidaknya ini akan menjadikan ‘mudah’ ke depannya dalam hal mengingatkannya. Di akhir pembicaraan… “huh, enak banged yaaa Hasan-Husain, mereka masih jadi raja…” dan saya-pun tersenyum, I know she will say like that. “Eeehh tapi kakak sudah lebih dulu melewati itu loh… tau kan klo kakak pernah jadi raja tanpa ada kehadiran Hasan-Husain… cuma kamu aja Na, ya kaaan,” dan dia pun tersenyum… “hehehe iyaa yaa Mi…”

Perjalanan 7 tahun kedua bersama anak pertama saya, Nadia mungkin tak mudah. Karena ini adalah ‘pembuka’ untuk perjalanan selanjutnya. Namun, saya selalu berharap kami bisa melalui perjalanan ini dengan indah. Aamiin.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (14 votes, average: 8.79 out of 5)
Loading...

Tentang

ibu 4 anak..

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization