Topic
Home / Berita / Opini / Tak Kenal, Tak Sayang

Tak Kenal, Tak Sayang

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Mobil yang rusak berat akibat kecelakaan maut di Tugu Tani, Jakarta, yang menelan korban jiwa. (inet)

dakwatuna.com – Fenomena yang terjadi pada beberapa minggu belakangan, masih saja ramai untuk dibahas. Bagaimana tidak, Minggu pagi yang dimanfaatkan oleh banyak kalangan untuk menyegarkan diri dengan minim polusi Ibu kota, justru menjadi Minggu yang kelam. Begitu menyentak dan menyayat hati setiap pasang mata yang menyaksikan. Sudah tak tersanggahkan segala cercaan yang dijuruskan kepada pelaku, AS, yang tak terbesit sedikit pun rasa bersalah dari raut wajahnya beberapa saat selepas kejadian.

Selidik punya selidik, ternyata pelaku yang seorang wanita muda tersebut sedang berada di bawah pengaruh khamr dan obat terlarang yang menyebabkan hilangnya kesadaran atau perasaan/kepekaan terhadap sesuatu baik sebagian maupun secara total.

Namun adanya fakta berikutnya, mengenai, ternyata pelaku sebetulnya memang sudah ‘bermasalah’ dengan kehidupannya, begitu dikatakan seorang ahli pembaca raut wajah, membuat saya mengerutkan dahi. Tertaut alis saya dibuatnya. Masalah macam apa sebetulnya yang dipendam pelaku, hingga ia seperti seorang diri dan pada akhirnya khamr dan benda laknat lainnya yang ia percayakan untuk menghapuskan masalahnya? Hei, bagaimana dengan pribadi-pribadi yang menduduki lingkaran pertama kehidupannya-keluarga- hingga tak lagi peduli?

Masih menurut analisis sang pembaca raut wajah, bahwa dari rumus hitung-hitungan sudut mata pelaku saja, sudah terlihat bahwa ia memendam sebuah masalah, hingga menggumpal menjadi kemarahan, ditambah pengaruh zat terlarang hingga pada hari naas itu, ia seperti seorang linglung dan merasa tak patut disalahi. Belum lagi mengenai surat yang ia layangkan kepada publik, yang di dalamnya terdapat penekanan permintaan maaf untuk sang Bunda, berkali-kali, seperti memang mereka sedang berkonflik, hingga menyebabkan hubungan keduanya menjadi kurang harmonis.

Na!

Terlepas dari segala macam analisis ekspresi muka dari pelaku, bukankah itu mungkin salah satu cara Allah Swt agar kita dapat ber-refleksi akan pemeliharaan terhadap diri dan anak-anak kita dari adzabNya di Yaumil Akhir kelak? Seperti yang sudah terpatenkan dalam Surah At-Tahrim: 6

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Lalu timbul pertanyaan, jika kita, para Ibu-yang notabene adalah tonggak untuk generasi-generasi terbaik-saja tidak dekat dengan anak-anaknya, bagaimana sebetulnya kita mengajarkan konsep ketuhanan kepada mereka? Bukankah hal yang nyata di atas telah lebih dari cukup untuk menjadi peringatan keras bagi para pemimpin keluarga, dimana banyak yang menjadikan benda dan hal-hal terlarang sebagai pelarian dari masalah yang sama dengan menjauhkan mereka dengan Tuhannya?

Sadarkah, di rahim kitalah, Bunda, akan lahir generasi-generasi terbaik yang akan menjadi tambatan harapan masa depan ummat. Perkenalkanlah mereka dengan Agamanya, benteng kehidupannya, sebagai kebutuhan dasar dalam dirinya sebagai manusia lemah. Sehingga mereka dapat menyusuri jalan menuju Tuhannya, Rabb semesta alam.

Bagaimana bisa mereka akan bertaqwa kepada Rabbnya, sebelum mereka sayang?

Bagaimana mungkin mereka akan menyayangi Rabb-nya, jika nama-nama Allah Swt yang suci itu tak pernah ia dengar sebelumnya? Jika sifat-sifat wajib dan mustahil dari Rabbnya saja mereka tidak tahu?

Apakah mereka akan menuruti jalan teladannya, Rasulullah Muhammad Saw, jika sifat kebaikan dalam diri beliau pun, tak pernah mereka dapatkan dalam pengajaranmu, Bunda…

Sudah saatnya kita kembali kepada jalan ridhaNya. Bukankah Allah Swt selalu mengajak kita meraih kemenanganNya, lima waktu dalam sehari? Sesungguhnya seruan kemenangan itu adalah bagi manusia yang senantiasa dekat-dekat denganNya. Lalu bagaimana mau menang, jika tidak dekat? Sedangkan kedekatan itu akan terjalin hanya jika ada kasih sayang yang kita dan anak-anak kita rasakan, lantas tak mungkinlah ada kasih sayang yang tumbuh jika mengenal pun tidak.

Tak kenal, maka tak sayang, Bunda…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 9.80 out of 5)
Loading...
Azizah Ardhaningtias, Mahasiswi PT Swasta Jurusan Manajemen Informatika, salah satu anggota aktif FLP Bogor.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization