Topic
Home / Narasi Islam / Life Skill / Jangan Jadi Generasi Nyadong!

Jangan Jadi Generasi Nyadong!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (Indon Wahyudin)

dakwatuna.com – Hari gini masih nadah tangan sama orangtua? Gak banget deh! Salah satu indikasi keberhasilan seseorang, dapat dilihat dari tingkat kemandiriannya secara ekonomi. Gak harus kaya, tapi mampu memenuhi kebutuhan sendiri tanpa meminta pada orangtua. Tapi… kita kan masih muda, memang masih tanggungan orangtua, gimana? Betul sekali! Tapi, jika kita mampu berbuat lebih, tentu kita akan punya pengaruh lebih. Hampir semua orang mengakuinya!

Nah, kalau dipikir-pikir, mandiri secara ekonomi bisa menjadi salah satu jalan keberhasilan dakwah kita di rumah. Karena yang kuat yang berpengaruh, yang berpengaruh yang didengar. Oke, begini caranya:

1. Bekerja paruh waktu

Bisa dilakukan jika memiliki jadwal sekolah/kuliah yang teratur. Memang cukup terikat, tapi itu kan bagian dari risiko hidup. Selain menghasilkan materi, kita juga mendapat pengalaman sebelum menyelesaikan pendidikan.

2. Membuka usaha sendiri

Di sela-sela jadwal kuliah, pilihan ini mungkin bisa dicoba. Kita masih bisa berorganisasi, kadang-kadang malah kongkow gak penting. Cari penghasilan tentu manfaat sekali untuk mengisi luang. Usaha yang mungkin (dan dengan modal relatif kecil):

  • Membuat makanan kecil dan menitipkannya di warung/toko/kantin
  • Menawarkan jasa privat ke rumah-rumah, bisa privat ngaji (baca Qur’an/Iqro’), komputer, MIPA, bahasa Inggris. Kalau kurang pede, bisa coba yang paling gampang dulu; privat anak SD!
  • Menulis artikel; esai atau cerpen. Kirim ke media yang sesuai dengan isi tulisan. Buat yang banyak, dan sebar ke berbagai media. Utamakan media lokal, karena peluang dimuat lebih besar sebab persaingannya tidak seketat media nasional. Harap diingat, jangan menunggui satu tulisan. Tulis yang banyak, lalu catat ke mana saja tulisan tersebut dikirimkan. Menunggu satu tulisan dan mengoper ke sana kemari hanya membuat depresi. Jangan putus asa jika sering ditolak, tetap tidak rugi, karena itu bagian dari proses latihan. Kita kan tidak butuh guru yang harus dibayar untuk menilai karya itu.
  • Membuka jasa ketikan, terjemah, desain, dll. Fasilitas PC atau laptop lengkap dengan printer dari orangtua sudah cukup untuk usaha yang ini.
  • Menjual buku. Bisa buku yang berhubungan dengan mata kuliah, atau konsumsi karena hobi, misalnya novel, buku motivasi, agama, dll. Tapi pastikan buku yang ditawarkan tidak banyak beredar di toko buku biasa, atau paling tidak harga yang kita tawarkan lebih rendah dari toko, ditambah layanan antar ke rumah. Buku yang dimaksud bisa dibeli dari website, pesan lewat kawan di luar kota, atau menghubungi penerbit indi (penerbit besar sudah  punya tenaga marketing yang lebih canggih dari kita, jumlah pembelian juga biasanya tidak  bisa sedikit)
  • Mengorder usaha orang lain. Lakukan pendekatan pada pemilik usaha, minta pengurangan harga untuk orderan yang kita beri. Tugas kita menawarkan dan mengantar-jemput bahan, pemilik usaha yang mengerjakan. Harga dari kita dan pemilik usaha ke pemakai jasa harus sama, upah yang kita terima adalah dari selisih harga pemakai jasa dan pemilik usaha yang telah diturunkan khusus untuk kita. Contoh usaha ini antara lain laundry, fotokopi, dll.
  • Membentuk tim Event Organizer kelas kampus. Agar tidak terlalu memakan biaya, datangkan saja tokoh-tokoh dalam kota yang memang berprestasi (punya buku laris, pendidik sukses, kolumnis, dsb) tapi belum begitu terkenal. Karena kalau sudah terkenal, jam terbang biasanya tinggi, otomatis minta dibayar mahal, hihi. Karena biaya publikasi skup kampus juga tidak besar, maka HTM pun harus kelas mahasiswa, insya Allah ramai yang daftar!
  • Membuka kelas keahlian. Mirip seperti privat, bedanya, kelas ini betul-betul diisi dengan orang yang mahir. Artinya, tentor (kita sendiri) harus memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki orang lain, misalnya melukis, sulap, menjahit, dll. Kalau belum punya satu keahlian pun dengan level mahir, pilih poin-poin sebelumnya saja.

3. Menyiasati ‘jatah’

Ini langkah terakhir jika memang tak mampu mempraktekkan dua poin sebelumnya. Kata orang, “Jika tidak mampu menambah pemasukan, maka kurangilah pengeluaran.” Ya, kurangi beban orangtua dengan mengatur sebaik mungkin uang yang mereka beri. Manfaatkan sesuai dengan yang mereka amanahkan. Tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya menggunakan uang pemberian mereka untuk berfoya-foya. Saat mencari nafkah, mereka pasti berharap kesungguhan membiayai anak berbuah pada kesuksesan anak tersebut.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (10 votes, average: 8.90 out of 5)
Loading...

Tentang

Penulis lepas.

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization