Topic
Home / Pemuda / Puisi dan Syair / Malam Bersama Ibu

Malam Bersama Ibu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com

Malam-malam yang tak pernah kulupakan dalam hidupku,
Cuma aku dan Ibu, berdua saja.

Jika bulan penuh bulat, langit terlihat terang dan udara malam terasa hangat.
Ibu akan mengajakku keluar rumah menikmati suasana itu
Melalui pepohonan dan semak-semak rendah
Aku dapat memergoki binatang-binatang malam yang bersembunyi tinggi rendah di antaranya
Melompati parit kecil dan menerobos pagar kayu yang sudah lapuk dimakan lumut
Ibu selalu tahu jalan pintas walaupun berliku
Aku merasa seperti salah satu tokoh petualang cilik dari kisah Lima Sekawan

Di antara pohon-pohon ramping yang menjulang di atas kami
Ibu akan mengajakku berhenti sejenak
Meresapi desiran angin malam dan suara burung

“Kamu dengar itu, Nak?” bisiknya perlahan. “suara pohon-pohon dan hewan sekitarnya, mereka sedang berdoa. Dan burung di atas sana ikut turut juga.”

Aku hanya mendengar desiran daun dan kukuk burung malam.
Aku berusaha keras mendengar, tapi hanya suara yang sama yang kudengar.
Dan kedengarannya bukan seperti doa yang biasa kuucapkan sehabis shalat.

Namun aku tak peduli, karena suasana terasa syahdu.
Karena selalu terasa aman bersama ibu. Kupegang erat tangannya sambil mengangguk.

“Mereka berdoa, memuji Penciptanya, memuji Allah, sama seperti yang biasa kau lakukan”

Aku menunduk berusaha berkonsentrasi penuh mendengarkan suara di sekitarku.
Tapi tetap tidak sama dengan apa yang kuharapkan. Setelah menunggu sejenak, kutatap ibu lekat-lekat, dan mengangguk kuat-kuat. Berusaha meyakinkannya.

Kemudian dia akan tersenyum dan menarik tanganku.
Kami akan berlari kecil hingga ke tepi hutan kecil kami. Ke tepi sungai.

Bulan bulat penuh, cahayanya yang keemasan menimpa air sungai yang sedang pasang naik.
Kami akan duduk di atas jembatan kayu.
Menjulurkan kaki, membiarkan riak-riak sungai menyentuh jemari-jemari kakiku.
Jika aku berdiri, kulihat bayanganku dan bayangan bulan di sungai.
Begitu besar, hanya aku dan bulan, di atas sungai yang keemasan.
Begitu besar, hanya aku dan bulan.

Ibu menunjuk ke atas, langit cerah dan bintang-bintang berserakan.
Bulan terlihat begitu besar dan indah.
Lebih indah dari bayangannya di sungai dan bayanganku sendiri.
Terlihat lebih indah dan lebih besar dari semua yang bertaburan di langit dan di layar malam.

Ibu akan memelukku sambil menyelusupkan jari jemarinya di antara rambutku.
Aku terasa aman dan hangat di pelukannya.

Seperti tahu apa yang kupikirkan, ibu berkata “lihat bukit nun di kegelapan sana”

Mereka terlihat begitu besar dan menakjubkan.
Bulan terlihat kecil, dan aku merasa begitu kecil.

“Mereka juga sedang berdoa, kau dengar itu?”

Deburan riak air sungai yang keemasan, bulan bulat penuh dan diam, dan gundukan bukit hitam nun jauh; tapi aku kini seperti mendengar mereka sedang berdoa.
Sekitarku sedang berdoa dan kedengaran begitu riuh.

“Mereka berdoa memuji Penciptanya, memuji Allah, memuji Dia yang lebih besar dan lebih indah dari semua yang kau saksikan sekarang ini. Dan begitulah hidup semestinya, Nak.”

Aku mencari dada ibu dan menelekan kepalaku ke dalamnya sambil menatap semesta.
Ibu akan membelai rambutku, wajah ibu terlihat kemerahemasan ditimpa sinar bulan.

Kembali pulang, ibu akan menggendongku di punggungnya.
Angin malam membuat jemari kakiku yang basah terasa dingin.
Sambil berpeluk punggungnya aku dapat merasakan detak jantungku dan detak jantung ibu.
Kudengar detak jantung kami seperti menyanyikan doa, doa yang sama seperti doa pepohonan, doa desiran angin, doa burung malam, doa deburan air sungai dan doa alam raya malam itu.

Tak akan pernah kulupakan dalam hidupku.
Malam-malam dimana cuma aku dan ibu, berdua saja.
Malam-malam saat Ibu mengajarkan aku mendengarkan sekitarku.
Menyaksikan alam raya berdoa, memuji namaNya, Maha Suci Allah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (57 votes, average: 9.63 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization