Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Peran Diri Dalam Membangun Negeri

Peran Diri Dalam Membangun Negeri

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (salmanitb.com)

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ

dakwatuna.com –Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra`d: 11)

Tarbiyyah Rabbaniyyah pada ayat di atas sangat jelas mengajarkan kepada kita bahwa cita – cita memperbaiki dan membangun keadaan suatu umat, bangsa dan negara akan terealisasi apabila kesadaran untuk memperbaiki dan membangun itu ada pada diri setiap individu.  Karena warga negara adalah kumpulan dari masyarakat, dan masyarakat adalah kumpulan dari beberapa keluarga, dan keluarga adalah kumpulan dari beberapa individu. Sehingga untuk mencapai perbaikan secara menyeluruh maka langka pertama adalah ibda` binafsika (mulailah dari dirimu sendiri) sebagaimana yang dipesankan Rasulullah SAW 14 abad silam. Setelah langkah pertama ini berhasil, maka langkah selanjutnya adalah berusaha memperbaiki orang-orang terdekat kita dan begitu seterusnya sampai tercapainya kesadaran untuk memperbaiki secara menyeluruh.

Namun, sudah menjadi sunnatullah kalau selalu ada tantangan dan harapan dalam sebuah perjuangan. Mengingat Indonesia salah satu negeri Islam yang dalam sejarahnya pernah mengalami masa penjajahan yang sangat panjang. Bahkan setelah penjajahan pun, dibelenggu lagi oleh kediktatoran sipil dan militer. Baru 13 tahun kita terbebaskan dari mata rantai diktator penguasa penjajah dan diktator penguasa domestik, dari penguasa negeri ini yang sipil maupun militer. sehingga memunculkan sikap trauma yang merupakan salah satu tantangan perubahan.

Seringkali kita masih terjebak dalam paradigma-paradigma berfikir ala orde baru. Sehingga langka pertama yang harus dilakukan adalah memerdekakan diri kita dari ketakutan-ketakutan akibat panjangnya penindasan, pengekangan, penderitaan, dan panjangnya himpitan dalam segala sektor – ekonomi, politik, sosial, budaya. Dan perlu kita akui bahwa sampai sekarang pun kita masih terjajah pada beberapa sektor di atas. Ekonomi  contohnya, Dalam kongres kebangkitan ekonomi Indonesia di solo bulan juli silam, pemimpin gerakan beli Indonesia “ Heppy Trenggono “ membeberkan beberapa fakta yang di antaranya : Sebuah perusahaan asing  yang menguasai pasar air dalam kemasan meraup penjualan sebesar Rp. 10 trilyun/ tahun. Sebuah produsen minuman ringan yang menguasai 40 pasar minuman ringan dalam negeri dengan penjualan Rp. 10 trilyun/ tahun. Produsen consumer good berupa pasta gigi, shampoo, sabun  dan lain-lain menguasai  40 % pasar serta  meraup penjualan Rp. 20 trilyun /tahun. Dan juga, ada satu produsen susu formula  yang mengendalikan  80 % petani susu di Indonesia, menguasai  50 % dengan berbagai merek meraih penjualan sebesar  Rp. 200 trilyun/ tahun”. menakjubkan, Hanya ada di negeri ini kalau busung lapar terjadi di lumbung padi. Hanya ada di negeri ini kalau kelaparan terjadi di lumbung emas. Hanya ada di negeri ini kalau kelangkaan dan kemahalan BBM terjadi di lumbung minyak. Semua ini terjadi karena paradigma perbudakan masih mendominasi pola berpikir kita. Sehingga perlu adanya usaha untuk menghilangkan trauma – trauma yang ada. Trauma yang dimaksud antara lain sebagaimana yang disampaikan oleh seorang petinggi salah satu partai politik dalam pidatonya adalah:

1. Trauma  akan selalu kalah ketika bertarung

Ketakutan ini selalu menghantui kita ketika kita hendak mengambil bagian dalam pertarungan. Padahal dalam pertarungan panjang melawan jutaan sel, kitalah yang kemudian keluar sebagai pemenangnya. Sehingga lahirnya kita ke dunia ini untuk menjadi pemenang, bukan pecundang.

2. Merasa selalu menjadi objek penderita.

Trauma ini membuat kita tidak terlalu bebas bergerak. Selalu merasa menjadi sasaran kejahatan. Selalu mengedepankan prasangka buruk ketika ada orang yang mau menemui kita. Akhirnya tidak bisa ofensif dan kerjanya hanya defensif

3. Trauma  mental, selalu merasa orang lain sedang melakukan konspirasi kepada kita

Trauma ini mempersempit komunikasi kita dengan orang lain dan akan membuat kita tidak akan mampu menghadapi konspirasi meski kecil. Karena yang membesarkan dan memberikan pengaruh kepada konspirasi adalah kita sendiri.

4. Selalu merasa bahwa kita termasuk umat terbelakang

Kalaulah satu ayat di atas (Ar-Ra`du 11) bisa menginspirasi salah seorang perdana menteri korea yang kafir di tahun 1970an dalam membangun negerinya, bagaimana dengan kita yang mempunyai 6236 ayat? apakah kita masih merasa umat yang terbelakang padahal kita punya Allah yang selalu bersama kita? bagaimana mungkin kita menjadi umat yang tertinggal padahal Allah dan Rasul menyuruh kita untuk fastabiqul khoirot?

5. Selalu berpikiran negatif

Salah satu yang menjadi penghambat lajunya pembangunan adalah pikiran negatif yang meracuni. Selalu berburuk sangka kepada saudara dan rekan kerjanya. Yang sangat mengkhawatirkan adalah ketika melihat kesalahan individual pada sebuah jamaah dakwah langsung berkesimpulan bahwa jamaah tersebut sudah hancur, sekarat dll. Ingatlah bahwa kita adalah JAMA`ATUN MINAN NAS bukan JAMA`ATUN MINAL MALAAIKATI

6. Trauma  berpikir yang cenderung perfectionist (serba kekurangan)

Merasa serba kekurangan membuat kita akan vakum dalam bergerak dan membunuh potensi yang ada dalam diri kita. Apalagi sampai terpengaruh dengan opini orang yang menuntut kita untuk tampil sempurna. Jadilah engkau seperti apa yang diciptakan Allah atas dirimu.

7. Trauma persepsi dari orang yang tidak mau kreatif dan suka mengekor

Ia, karena paradigma berpikir yang dibangun adalah paradigma berpikir ala budak. Yang penting bisa makan, bisa ini, bisa itu dst.” Kasihan bangsa yang mengenakan pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak ia panen, dan meminum anggur yang ia tidak memerasnya. Kasihan bangsa, yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.”(Khalil gibran)

Ibda` binafsika. Pelajarilah warisan abadi yang ditinggalkan Rasulullah kepada kita. Karena semua tawaran kebangkitan itu ada di sana. Terinspirasi satu hadits yang di doktrin gurunya, sang pemuda Al Fatih berhasil mendobrak Konstatinopel dan merebut penghargaan yang dijanjikan Rasulullah sebagai panglima terbaik, dan sampai hari ini namanya terlukis indah di langit-langit sejarah. Untuk kita, masih ada 6236 ayat Al-Qur’an dan ribuan hadits yang siap menjadi inspirator bagi kita yang siap menjadi Agen of Change.

Ibda` binafsik, ibda` binafsik, ibda` binafsik, karena yang menentukan masa depan bangsa ini adalah saya dan kita semua. Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi.

Wallahu a`lam bisshowab

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (4 votes, average: 7.50 out of 5)
Loading...

Tentang

Pengurus KAMMI Komisarat LIPIA

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization