Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Da’i dan Mujahid, Muhammad Kamal as-Sananiri (Bagian ke-1)

Da’i dan Mujahid, Muhammad Kamal as-Sananiri (Bagian ke-1)

Muhammad Kamal as-Sananiri (abuhamzah.wordpress.com)

dakwatuna.com – Ia saudara tercinta, kawan setia, takwa dan wara’, muslim yang jujur dan dai yang mujahid, mukmin yang sabar, lelaki yang teguh pendirian, harta yang sangat berharga, senantiasa beramal dalam diam, puasa di siang hari dan berdiri di malam hari, lisan yang senantiasa berdzikir, teladan memikat dalam keteguhan iman terhadap berbagai perkara, keberanian dan kesabaran kala menghadapi ujian dan cobaan. Ia juga teladan terbaik di dalam penjara bagi saudara-saudaranya yang lain. Mereka memandangnya sebagai lelaki laksana puncak gunung yang tinggi dan kokoh. Bangga dengan Tuhannya, izzah dengan iman yang dimilikinya terhadap berbagai kehinaan yang berasal dari fir’aun-fir’aun kecil dan algojo upahan yang menampilkan diri seperti laki-laki, padahal mereka bukan laki-laki.

Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya

Lahir di Kairo pada 11 Maret 1918, di tengah keluarga sederhana. Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah Ibtidaiyyah dan Tsanawiyah, ia lalu mendaftar di Departemen Kesehatan, bagian penanggulangan penyakit Malaria pada tahun 1934. Tak lama kemudian ia keluar dari Departemen Kesehatan tahun 1938 dan berfikir untuk melanjutkan pendidikannya di salah satu Perguruan Tinggi Amerika untuk belajar farmasi agar kelak ia dapat bekerja di apotik (al-Istiqlal) milik orang tuanya. Namun salah seorang ulama berhasil meyakinkannya agar ia tidak berangkat ke Amerika karena disana terjadi banyak dosa-dosa besar. Ia pun membatalkan niatnya setelah mempersiapkan sebuah koper besar untuk berangkat ke sana, dan memutuskan menuju Iskandariah dengan sebuah kapal laut. Itu terjadi pada tahun 1938M. 

Keterikatannya dengan Jamaah Ikhwanul Muslimin

Ia bergabung dengan Jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1941. Kesadaran, keikhlasan dan aktivitas yang dinamis membuatnya jauh lebih maju dan menonjol dari pada pemuda seusianya, sehingga beberapa tugas penting diembankan kepadanya.

Muhammad  Kamaluddin as-Sananiri adalah murid yang setia terhadap prinsip-prinsip Syeikh dan gurunya, Imam Syahid Hasan al-Banna. Dapat memahami pelajaran saat pertama kali disampaikan. Ketika itu pula ia menyadari bahwa jalan dakwah yang akan dilaluinya sarat dengan marabahaya, dipenuhi duri dan mungkin saja membahayakan keselamatan jiwanya. Seperti itulah jalan menuju syurga: dikelilingi sesuatu yang dibenci.

Ia kerap mengulang-ulang tulisan gurunya yang ditujukan kepada murid-muridnya, “Kebodohan masyarakat terhadap hakikat Islam adalah rintangan terbesar yang ada di hadapan kalian. Para ulama yang berada di dalam gerbong kekuasaan akan memerangi kalian. Pemerintah juga akan selalu berusaha menghalangi aktivitas dan gerakan kalian serta meletakkan berbagai rintangan di atas jalan yang kalian lalui, meminta bantuan kepada jiwa-jiwa yang lemah, hati yang sakit, dan tangan yang senantiasa terulur memohon bantuan kepadanya, sementara kepada kalian terulur tangan permusuhan.

Saat itu kalian akan di penjara, diasingkan, rumah kalian diawasi ketat,  harta benda kalian disita, kalian dituduh sebagai pelaku kejahatan dan dakwaan dusta untuk merusak nama baik dan menghancurkan reputasi kalian. Ujian dan cobaan yang kalian akan lalui ini berlangsung lama, dan pada saat itulah kalian baru saja melalui jalan para penyeru dakwah ini.”

Ustadz Kamaluddin as-Sananiri menterjemahkan ucapan ke dalam realitas yang begitu nyata. Ia hidup bersama saudara-saudaranya yang lain sekitar seperempat abad lamanya di penjara, dalam kegelapan dan di bawah ayunan cemeti budak-budak penguasa dan kaki tangannya. Namun mereka tidak goyah, dan tak satu katapun keluar dari lisan mereka selain dzikir kepada Allah Ta’ala sembari merasakan kebersamaan dengan-Nya. Ayunan cemeti yang melecut tubuh mereka dan siksaan yang tiada henti hanya menambah kedekatan dan cinta mereka kepada Allah dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya.

Akh Abdullah ath-Thanthawi menulis di Koran al-Liwa, Yordania:

“….Imam Syahid seakan menemukan pribadi Mus’ab yang baru dalam diri as-Sananiri yang rela mengorbankan dirinya dalam berkhidmat bagi dakwah dan putra-putranya. Tidak tidur di malam hari demi untuk menjelaskan dimensinya secara moral, sosial, politik dan perjuangan. Maka ia menjadi tempat bergantung harapan dan keteladanan bagi para pemuda dengan sifat istiqomah, wara’, zuhud, aktivitas dan pengorbanan yang ia berikan melalui dirinya sendiri, harta, waktu dan kesungguhannya. Ia senantiasa berpuasa satu hari dan berbuka pada esok hari. Bangkit di malam hari untuk Qiyamullail, membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Tuhannya dengan air mata bercucuran. Dengan sifat tawadhu di tengah putra-putra Mesir dan para utusan yang datang dari negara-negara Arab dan Islam.

Saat ayahnya kembali ke haribaan Tuhannya, ia meninggalkan keluarga yang terdiri dari seorang ibu, tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Sehingga beban keluarga itu pun berada di atas bahunya selain beban dakwah. Namun akh Kamal senantiasa ridha dengan apa yang ditetapkan Allah Ta’ala atasnya. Ia pun berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya sambil tetap menanam kebaikan di atas ladang dakwah yang kelak buahnya akan dinikmati generasi berikutnya.

Ia juga bekerja untuk membantu saudara-saudaranya di Palestina sebagaimana yang ia lakukan untuk Mesir. Ia persembahkan tenaga dan kerja kerasnya sebagai khidmat bagi masalah-masalah yang terjadi di negeri Arab Islam, sehingga tugas, peran dan pengorbanannya kian bertambah. Itu membuatnya tidak pernah berfikir untuk membeli rumah atau perabot rumah tangga. Ia kerap bepergian dan melakukan perjalanan jauh. Saat mengantuk, ia ke rumah saudara perempuannya untuk beristirahat sejenak dan memakan sekedarnya lalu berangkat kembali. Ia tidak pernah meninggalkan pekerjaan hari ini untuk ia selesaikan esok hari.

Ketika orang-orang berkonspirasi melakukan kejahatan terhadap dakwah dan para penyerunya, maka saudara kita ini pun tertimpa sesuatu sebagaimana menimpa saudara kita yang lain.

Pada tanggal 28/2/1954, sekelompok massa bergerak menuju Istana Abidin menyerukan kemerdekaan yang selama ini berada dibawah penindasan Nasser dan kaki tangannya. Tampak peran akh as-Sananiri sangat besar dalam mengorganisir demonstrasi yang diikuti ratusan ribu demonstran di bawah pimpinan, asy-Syahid Abdul Qadir Audah. Peluru petugas pun berhamburan menerpa tubuh para peserta demonstran. Mereka pun jatuh bergelimpangan meregang nyawa. Sementara as-Sananiri tetap berdiri di tempatnya mengatur massa seraya mengibarkan baju syuhada yang berlumuran darah, sambil berteriak lantang agar seluruh manusia tahu pemerintahan macam apa yang berkuasa atas Mesir, dan apakah sesungguhnya yang diinginkan oleh anggota dewan revolusi terhadap Mesir dan rakyatnya.

Sementara itu, anjing-anjing pemerintah mengamati komandan lapangan yang memimpin massa besar itu. Tampak di antara mereka Kamal as-Sananiri yang kemudian ditangkap, lalu diadili di hadapan pengadilan lolucon karya pemerintah dan dijatuhi hukuman kerja paksa selama dua puluh tahun.

Kamal as-Sananiri di penjara pada bulan Oktober 1954 dan dibebaskan bulan Januari 1973, dan Anwar Sadat sama sekali tidak memiliki peran dan jasa dalam pembebasan itu. Karena As-Sananiri tetap menjalani penuh hukuman yang dijatuhkan padanya di penjara al-Wahat, di bawah terik matahari, udara gurun yang panas dan pasir sahara membara seakan membakar kakinya yang telanjang.

Setelah dijatuhi hukuman penjara, penguasa Nasser lalu memaksa istri dan ibunya agar mereka dapat meluruhkan kekerasan hatinya, supaya as-Sananiri sudi menulis dua baris kata saja sebagai dukungan untuk Abdul Nasser. Namun dengan keras ia menolak. Sambil meminta maaf pada ibunya yang memohon disertai cucuran air mata agar putranya menulis surat permohonan ampun, ia berkata penuh ketegaran sebagai seorang Da’i, “Bagaimanakah kelak saya bersikap di hadapan Allah bila saya meninggal setelah menulis surat ini, relakah engkau wahai ibu, bila aku mati dalam keadaan musyrik?”

Ia lalu memberi pilihan kepada istrinya apakah ia ingin tetap setia bersamanya sebagai seorang istri, ataukah meminta cerai. Mendengar tawaran tersebut, istrinya menangis dan berkata, “Saya akan tetap bersamamu sebagai istri, wahai kekasihku.” Tapi para intelejen Nasser menekan dan memaksa keluarga istrinya agar meminta cerai dari suaminya, dan itulah yang mereka lakukan.

Penulis dan juga sejarawan, Jenderal Mahmud Syeit Khaththab saat berada di rumahnya di Baghdad, “Pada tahun 1974, saya dikunjungi oleh Ustadz Kamal as-Sananiri bersama istrinya, Sayyidah Aminah Quthb, di hotel tempat saya menginap di Beirut. Saya sangat gembira dengan kedatangannya. Namun air mata gembira dan sedih tak tertahan keluar dari kelopak mataku atas apa yang menimpa keluarga Quthb oleh kaki tangan dan tirani penguasa. Kesedihan juga menampak pada wajah dan kedua mata Aminah, walau suaminya, Kamal as-Sananiri tampak tenang, tegar dan senyum yang tak penah lekang pada kedua bibirnya.

Penangkapan dan Penahanan

Beliau ditangkap pada bulan Oktober 1954, pengadilan yang dibentuk oleh tirani Abdul Nasser lalu menjatuhkan padanya hukuman penjara yang berakhir pada tahun 1974. Siksaan keji yang dilakukan padanya di penjara membuat telinganya cidera parah, itulah yang menyebabkannya dipindahkan ke rumah sakit ‘Aini. Namun ia sangat bersyukur kepada Allah, karena ketika keluar dari penjara telinganya yang sakit dahulu akibat siksaan itu berfungsi jauh lebih baik dari pada telinganya yang lain.

Keras dan kejamnya siksaan yang dilakukan terhadap ustadz as-Sananiri, membuat saudara istrinya—yang akhirnya ia ceraikan saat berada di dalam penjara—yang turut bersamanya mengalami depresi, bahkan pemuda tersebut menjadi gila hingga akhirnya dipindahkan ke rumah sakit jiwa.

Adapun ibu ustadz Kamal as-Sananiri dan saudara perempuannya selalu hadir saat pengadilan lolucon terhadap dirinya digelar para tahun 1954. Pada pengadilan pertama, ibu Kamal as-Sananiri tidak dapat mengenal wajah putranya akibat siksaan kejam yang dilakukan padanya. Ia pun bertanya kepada putrinya, “Manakah saudaramu, Kamal.” Putrinya berkata, “Itu dia, yang berada di dalam kerangkeng tahanan.” Ibunya tidak percaya dan berkata, “Bukan, wahai putriku. Apakah mataku sudah rabun sehingga saya tak lagi mengenalnya?”

Tubuh as-Sananiri bahkan menjadi kurus sehingga pakaian yang ia kenakan menjadi longgar. Mereka juga mencukur habis rambut dan janggutnya, mematahkan tulang rahangnya sehingga caranya bicara jadi berubah, sebagaimana telinga kirinya yang cidera hingga tidak berfungsi. Itulah yang membuat ibunya pangling dan tidak kenal wajah putranya sendiri.

Pernikahannya di Dalam Penjara

Penahanannya yang sangat lama di dalam penjara membuatnya melakukan ikatan pernikahan dengan ukht Aminah Quthb, adik perempuan asy-Syahid Sayyid Quthb dan berkumpul dengannya setelah keluar pada tahun 1973. Namun pernikahan tersebut tidak membuahkan seorang anak, karena ukht Aminah Quthb ketika itu telah berusia lebih dari 50 tahun.

Sifat Zuhud dan Wara’nya

Salah satu sifat dan karakter Kamal as-Sananiri adalah tidak suka menonjolkan diri, cenderung kepada kesederhanaan, menyukai orang-orang yang sederhana dan peduli pada nasehat dan arahan mereka semuanya atas akidah yang benar dan bersih dari bid’ah dan khurafat. Ia zuhud dalam kehidupan. Bangun pada malam hari dan puasa di siang hari. Hidup di dalam penjara dengan hanya mengenakan pakaian yang kasar.

Tidak aneh bila lelaki yang hidup zuhud ini menolak permintaan sipir penjara dan intelejen pemerintah—selama berada 20 tahun lebih di penjara—agar mendukung pemerintahan Abdul Nasser. Ia hanya ingin meraih yang baik dan menolak yang hina.

— Bersambung

(hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 9.80 out of 5)
Loading...
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah (LKMT) adalah wadah para aktivis dan pemerhati pendidikan Islam yang memiliki perhatian besar terhadap proses tarbiyah islamiyah di Indonesia. Para penggagas lembaga ini meyakini bahwa ajaran Islam yang lengkap dan sempurna ini adalah satu-satunya solusi bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw adalah sumber ajaran Islam yang dijamin orisinalitasnya oleh Allah Taala. Yang harus dilakukan oleh para murabbi (pendidik) adalah bagaimana memahamkan Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mutarabbi (peserta didik) dan dengan menggunakan sarana-sarana modern yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Lihat Juga

Mursyid Ikhwanul Muslimin Divonis Hukuman Seumur Hidup

Figure
Organization