Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Palestine, Emang Gue Pikirin?

Palestine, Emang Gue Pikirin?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Judul : Palestine, Emang Gue Pikirin?
Penulis : Shofwan Al-Banna
Penerbit : Proumedia – Yogyakarta.
Cetakan ke : II
Tahun Terbit : September 2006
Tebal Buku : xii + 308 halaman

Cover buku "Palestine, Emang Gue Pikirin?"

dakwatuna.com – Konflik Palestina-Israel, hingga kini belum berujung. Konflik yang bermula sejak berdirinya Negara (tidak sah) bernama Israel di tanah Palestina pada 14 Mei 1948 itu sampai kini belum berakhir. Bahkan, Sidang Umum tahunan PBB September lalu, seakan tak bermakna apa-apa bagi Palestina. Israel berhasil melobi Amerika sehingga Negeri Paman Sam itu menggunakan hak vetonya. Dan hingga kini, Palestina yang kita cintai tetap berada dalam cengkeraman Zionis Israel yang tidak tahu diri.

Berbagai makar dilakukan oleh kaum Zionis ini. Mereka menghalalkan bermacam cara demi ambisi mereka : menduduki Palestina dan mengubahnya menjadi Israel. Mereka berdalih beraneka rupa, mulai dalih agama sampai dalih sejarah. Mereka mengklaim bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan oleh dewa-dewa mereka. Dalam segi sejarah, mereka mengatakan bahwa di Palestina terdapat peninggalan-peninggalan sejarah milik nenek moyang mereka yang berarti bahwa dahulu Zionis Israel pernah tinggal dan menetap di bumi Palestina.

Secara fakta, semuanya bohong. Kedua dalih tersebut hanyalah isapan jempol yang tidak terbukti. Ya. Israel kehabisan cara karena hampir semua negara pernah menolak keberadaan warga zionis untuk tinggal di dalamnya. Mulai dari Italia, Spanyol, Jerman, Rusia, bahkan Amerika, pada zaman dahulu pernah mengusir bangsa kera ini. Hal ini terjadi karena sikap Zionis Israel yang selalu merasa super. Mereka mengklaim bahwa mereka adalah kaum terbaik. Sehingga, mereka merasa layak menghuni bumi ini sendirian. Sedangkan selain mereka, tidaklah layak menghuni bumi ini. Ya. Mereka menghendaki ‘hengkangnya’ kita dari bumi ini. Dalam kamus mereka : Bumi ini hanya milik golongan kami.

Adalah wajar bagi Bangsa Palestina untuk membela diri. Bagaimanapun, penjajahan haruslah dihapuskan. Maka perlawanan demi perlawanan digalakkan oleh warga Palestina untuk mengusir Zionis dari tanah suci mereka. Mulai dari perang dengan bersenjatakan batu  (intifadhah ), dengan bom Molotov, bom mobil, hingga jalur diplomasi tidak luput dilakukan oleh warga Palestina dan pemerintahan Palestina yang mendambakan kemerdekaan. Meskipun, hingga kini belum berhasil. Palestina tetap dalam cengkeraman penjajahan zionis yang keji.

Mereka melakukan berbagai cara pembantaian dan pembunuhan terhadap warga Palestina. Di manapaun dan kapan pun. Mulai dari pembantaian massal, meratakan sebuah perkampungan dengan tanah untuk kemudian dibangun pemukiman yahudi, membunuh warga yang tengah khusyu’ melakukan shalat subuh, sampai para pengungsi pun dibasmi, termasuk di dalamnya bayi  dalam kandungan, anak-anak balita yang tak berdosa, pelajar, kaum ibu-ibu, pun para jompo, semuanya dibasmi oleh Zionis jika label mereka ‘Warga Palestina’.

Dunia Islam pun diam. Mereka tidak bisa berkutik. Hanya mengecam dan mengancam. Belum ada upaya pasti dari pemimpin negeri mayoritas muslim untuk membantu Palestina secara sungguh-sungguh.

Apalagi dunia internasional. PBB dan Amerika sengaja diam. Karena mereka termasuk dalang di balik perang ini. Lihat saja sebuah statistik, Amerika secara rutin mengguyurkan dananya sebesar 620an juta dolar per tahun kepada Israel untuk memerangi warga Palestina. Belum lagi dana terselubung dari penjualan produk-produk Zionis dan Amerika yang bertebaran di seluruh penjuru dunia.

Dukungan Amerika terhadap yahudi adalah keniscayaan. Karena kejayaan (semu) mereka adalah hasil dari sokongan warga-warga Zionis Yahudi di balik layar. Ya, singkatnya : Dunia berada dalam cengkeraman keji Zionis Yahudi. Na’udzubillah.

Meski diteror dengan beraneka rupa pembantaian dan pembunuhan, warga Palestina tidaklah menyerah. Bahkan, mereka merasa bangga ketika bisa syahid saat melawan penjajah zionis. Mereka yakin bahwa kematian mereka adalah sarana untuk menebus surga yang Allah janjikan kepada siapa saja yang berjihad di jalan Allah. Warga Palestina, dengan segala keterbatasannya membuat kita belajar tentang makna pengorbanan yang sesungguhnya. Berkorban atas nama bangsa, berkorban atas nama agama Islam, meski dengan nyawa yang mereka miliki.

Paparan di atas adalah sekilas mengenai konflik Palestina-Israel yang belum juga berujung. Paparan ini, bisa pembaca lihat lebih lanjut dalam buku bertajuk “ Palestina Emang Gue Pikirin.” Buku yang ditulis dua jilid ( side A dan side B ) dalam satu buku ( bolak balik ) terbitan Proumedia- Yogyakarta – merupakan sebuah buku yang sangat disayangkan untuk dilewatkan oleh siapa pun yang merasa peduli dengan saudaranya. Entah saudara sesama muslim, pun saudara sesama umat manusia. Pasalnya, pembantaian Zionis terhadap warga Palestina tidak berhenti pada pembunuhan warga muslim, melainkan juga warga nasrani. Bangunan yang diratakan dengan tanah pun, bukan hanya masjid melainkan juga gereja. Zionis, bukan hanya musuh Islam. Mereka adalah mush kemanusiaan.

Yang membuat menarik dari buku ini adalah kemasan yang ‘ciamik’. Sajian dengan bahasa gaul, bentuknya yang sedang dan covernya yang ‘jihadi’ membuat buku ini tidak kehilangan makna ilmiahnya karena dilengkapi dengan data-data akurat seputar kebengisan Zionis.

Pembaca akan juga mendapatkan sebuah gambaran lengkap terkait sejarah Palestina dari awal. Termasuk jenis-jenis perlawanan rakyat Palestina, hingga sejarah para Penyelamat Palestina seperti Umar bin Khattab dan legendaris Shalahuddin Al Ayyubi. Pembaca juga akan disajikan sebuah suguhan bergelora tentang syahidnya para Pejuang Palestina. Sebut saja  Imaduddin Zanki, Imad Aqil, Syeikh Izzudin Al Qosam, Sang Insinyur Yahya Ayyash, hingga siswi SMA bernama Akhyat Akhras yang mengorbankan nyawanya demi Palestina, sementara calon suaminya sudah menunggunya di hari perkawinan keduanya. Serta pejuang-pejuang lain yang bangga ketika peluru Zionis berhasil bersarang dan melukai tubuh-tubuh mereka.

Buku ini juga menyajikan bermacam pembantaian yang dilakukan oleh Zionis, hingga produk-produk Amerika yang terbiasa dikonsumsi  oleh umat Islam Indonesia yang muaranya adalah dana perang untuk Israel melawan Palestina. Buku ini benar-benar membuka cakrawala berpikir kita sehingga kita tidak mudah mengekori opini publik yang cenderung ‘kontra’ Palestina dan Islam.

Dalam buku ini, diterangkan pula perbedaan antara Zionis sebagai Ideologi, Israel sebagai sebuah negara ( tidak syah ) dan Yahudi sebagai induk dari keduanya. Karena kebanyakan kita tidak tahu dan menyamakan ketiganya. Padahal, ketiganya serupa, tapi tidaklah sama.

Bagian akhir dari buku ini merupakan sebuah langkah pasti  yang tidak hanya bicara. Penulis – Shofwan Al Banna – benar- benar mengajak kita untuk tidak hanya berpangku tangan. Agar kita tidak hanya diam, apalagi sekedar bertepuk tangan ketika melihat saudara-saudara kita dihujani peluru dan bom. Lebih jauh, penulis benar-benar menyajikan langkah-langkah pasti bagi kita untuk memberikan apa yang kita punya demi tegaknya Palestina Merdeka. Ada langkah-langkah praktis seperti Persiapan diri, Penyebaran informasi, Mendukung ormas Pro Palestina, hingga sumbangan dan darah demi tegaknya Al Aqsha dan Palestina dalam naungan keadilan Islam.

Akhirnya, buku ini sangatlah disayangkan jika tidak di baca oleh siapa saja yang merasa peduli Al Aqsha, Palestina, Islam dan Dunia. Karena Dunia ini, nampak lebih indah tanpa adanya Zionis yang keji.

Sebagi sebuah karya tulis, tentunya buku ini tidaklah luput dari kekurangan. Kekurangan pertama adalah kurang tebalnya buku ini, sehingga pembaca merasa kurang puas untuk menelusuri lebih jauh tentang kelanjutan konflik yang tak kunjung usai ini. Jika saja ditulis buku kedua, bisa jadi akan lebih seru dan komprehensif. Kekurangan kedua, pada buku ini ada beberapa cetakan yang perekatnya kurang lekat, sehingga halamannya berguguran ketika dibalik menuju halaman berikutnya. Jika yang berguguran adalah tentara Zionis, tentunya itu yang kita harapkan.

Akhir kata, saya sangat menikmati buku ini karena paduan antara keilmiahan dan kekocakan Penulisnya. Salah satu contohnya adalah sebuah pertanyaan retoris dalam buku ini. Ketika penulis bertanya, “ Mengapa Israel Berdiri?” tentunya, kita akan mengkreasi beraneka jawab untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tapi dengan kecerdasan penulis, ia menjawab santai, “ Israel berdiri bukan karena bisulan atau karena tidak kebagian tempat duduk ….  Hehehehe.”

Selamat membaca, semoga berkah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (10 votes, average: 9.50 out of 5)
Loading...

Tentang

Penulis, Pedagang dan Pembelajar

Lihat Juga

Opick: Jangan Berhenti Bantu Rakyat Palestina!

Figure
Organization