Topic
Home / Berita / Opini / Belajar Mencintai

Belajar Mencintai

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Dakwatuna.com – Tidak banyak orang yang belum mencinta pasangannya ketika menikah. Apalagi di zaman modern ini. Kebanyakan mereka sudah berhubungan beberapa lama dan cinta -lah yang memotivasi keduanya untuk melanjuntkan ke jenjang rumah tangga.

Maka aku termasuk orang yang sedikit itu. Orang modern namun terlibat dalam romantisme zaman dahulu. Istriku yang sekarang adalah orang yang baru ku kenal ketika aku memutuskan untuk melamarnya langsung kepada ayahnya. Tentu ini bukan jatuh cinta pada pandangan pertama judulnya, bukan pula terkena pelet dari si dara. Ini cuma masalah metode. Dan aku memilih metode ini. Aku cari, aku selidiki, aku datangi, aku pagari. vini vidi vici. Merdeka!!!! Penuh semangat 45. he he …

Bahkan calon mertua takajuik dua2-nya, ketika aku yang baru mereka kenal berterus terang untuk meminang. Sungguh sesuatu yang langka untuk zaman sekarang.

Namun… hati memang urusan Allah. Sebagaimana Allah menanamkan kecenderungan pada hatiku untuk kemudian memilih, begitu pula Allah menanamkan kecenderungan pada si dara dan orang tua -nya untuk menerima. Banyak yang komplain memang, tidak sedikit pula yang mempertanyakan. “Baru kenal kok sudah lamar, ih.. nakal.” Atau “Baru tau kok sudah mau, ih.. lucu” Dan sebagainya dan sebagainya. Sebagian bertanya tentang siapa aku. Tetapi kebanyakan meragukan kecocokan karena tak ada cinta yang jadi landasan.

What about me? Am i sure with my choice? Am i sure i can love her?

Begitulah, bahkan aku tak tau berapa lama waktu yang kubutuhkan untuk mendatangkan cinta di hati yang dalam. yang kupikirkan hanyalah komitmen. Ya.. komitmen, karena buku telah kuteken maka aku harus konsisten. Karena aku telah memilih maka aku harus melatih.

Melatih untuk mencinta, melatih untuk dicinta. Dan semua turunannya. Belajar untuk menerima, mendengar, berbagi, peduli, berkorban, merindu, mengharap, bertengkar, berdamai, bertengkar lagi (he he..). Dan variabel-variabel lain yang dibutuhkan agar konstanta cinta -pun menjadi datang.

Dan… hati memang urusan Allah. Maka aku -pun menjadi lelaki yang mulai mencintai perempuan yang kuperistri. Seperti menyaksikan bibit yang di tanam, “ternyata ia tumbuh”. Kecenderungan yang kuat. Seolah2 terlihat di depan mata. Semakin jelas dan semakin nyata. Kucintai ia.. atas kecantikannya, kebaikannya, pengabdiannya, dan karena cintanya.

Lalu aku kemudian tersadar, bahwa di sinilah awal masalah berakar. Yang dialami oleh setiap pasangan yang berikrar, bahwa mempertahankan cinta adalah jauh lebih sukar. Hati manusia bolak balik, perasaan turun naik, tumbuh dan layu. Di alami oleh semua pasangan, baik yang mengawali rumah tangga dengan cinta mendalam atau cinta yang baru diniatkan.

Maka hati memang benar2 urusan Allah. Sebagaimana Allah mendatangkan cinta Allah pula yang kuasa menjaga dan mencabutnya. Karena itulah, maka aku -pun harus berurusan dengan-Nya (he he). Aku melihat, memahami dan menyadari bahwa aku harus melatih mencinta, melatih semakin mencinta dan melatih tetap mencinta. Dan ini benar2.. memerlukan energi yang besar, karena aku harus mencinta.. hingga akhir usia.

Maka aku memohon kepada Allah, pemilik urusan hati, agar aku tetap mencintai..

Hingga Dia memutuskan urusan-Nya atas kami..

Redaktur: Ahmad Zarkoni

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (72 votes, average: 9.01 out of 5)
Loading...

Tentang

Seorang pemerhati keislaman

Lihat Juga

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Figure
Organization