Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Mengabadikan Momentum

Mengabadikan Momentum

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Ada masa-masa dimana kita merasa terbang sebebas merpati, menjelajahi ruang bernama bumi dalam eloknya kepakan yang menari bersama mimpi. Semua terasa membumbung dalam debar-debar yang tak menentu. Dingin, panas, bergetar, penuh senyuman, juga… tentu saja dilengkapi dengan sedikit ketakutan. Mungkin ini yang dinamakan dengan prasasti yang tak terlupakan. Terkadang kita perlu mengabadikan momen-momen yang menghidupkan itu dalam bait-bait manis yang tertuang dalam prosa sederhana. Melabuhkan semua cerita hingga mengalir bersama kiasan-kiasan indah bernama puisi yang selalu tak berkesudahan.

Sedikit merekam sentuhan purnama yang tak terasa, namun begitu mencengkeram keindahannya. Merengguk ia yang bernama nikmat dari sebuah ikhtiar, merasai getar yang sungguh tak biasa. Hingga melupakan sejenak lelah, penat, sesal, jengah, hingga rasa benci yang tak berkesudahan dan menggantikannya dengan senyum riang yangmenggema. Jangan tahan ia, selagi hatimu memang sedang ber-irama, karena sungguh, tak setiap hari engkau akan melewatinya.

Dan begitulah sajak-sajak tentang kesyukuran. Semuanya hanya berpangkal kepada KESYUKURAN. Kau takkan pernah merasai indah selamanya, jika syukurmu tak kau jaga dan pelihara. Juga ketika usiamu termakan oleh waktu lalu kau gugat ia dengan sebuah penyesalan. Sejatinya, semua yang menggetarkan itu lahir karena beningnya rasa SYUKUR. Tentu saja, rasa itu harus berdasar, harus di dasari tujuan yang benar, dan dilengkapi dengan tuntunan (ilmu) yang juga layak. Kesyukuran itu terbangun atas dasar IBADAH kepada Allah, kesyukuran itu terstruktur karena keinginan untuk mendekati-Nya, bahkan, selagi kau bisa, upayakan agar rasa syukur itu lahir karena kerja-kerja jiwamu yang berkualitas nan menggairahkan. Tentu saja, semua kerja-kerja itu, lahir karena-Nya.

Jika kesyukuran adalah penyebab engkau memiliki hari sehangat musim semi, dan waktu terasa seperti kelopak bunga yang indah nan rupawan. Maka lengkapilah ia dengan ikhtiar yang maksimal. Ikhtiar yang terbangun untuk menjaga kualitas-kualitas amalmu. Meng-kotak-kan ia dalam labirin bernama ISTIQOMAH, agar kau selalu tak pernah bisa keluar dari jalanan-jalanan ISTIQOMAH yang tentu saja melelahkan. Jika Ikhtiar itu sudah kau lengkapi guna menuju jalanan panjang bernama ISTIQOMAH, maka kuatkanlah langkahmu dengan jejak-jejak keyakinan bernama ISTIMRORIYAH. Temannya amal yang berkualitas, meskipun kecil, tentu saja adalah ISTIMRORIYAH. Amal yang berlangsung secara terus menerus, meski ia sederhana, meski ia tak ada apa-apa dimata manusia. Tentu saja, ikhtiar dalam jalan bernama ISTIQOMAH, serta amal yang tak pernah mati bukanlah perkara gampang. Maka hendaklah, aku, kamu dan kita semua, terus merekam hari-hari yang istimewa dalam hidup kita. Sederhana saja tujuannya, kita hanya ingin menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur, hingga kemudian ALLAH selalu akan membalasnya dengan nikmat yang juga tak berkesudahan.

Anis Matta menamainya dengan MOMENTUM. Titik waktu dimana segala potensimu engkau lejitkan. Titik kesadaran dimana kau begitu memahami, bahwa inilah saatnya aku bersiap-siaga dan memberi yang terbaik. Titik balik dimana ia yang bernama TAK MUNGKIN menjadi MUNGKIN, yang bernama KETAKUTAN, menjadi KEBERANIAN, juga KEENGGANAN menjadi KERJA KERAS yang tak berkesudahan. MOMENTUM inilah yang harus kau cipta. Ia bisa saja terindikasi dengan getarnya hatimu karena mengingat-Nya, atau juga karena alasan-alasan terntentu yang membuatmu tersadar, bahwa segala sesuatu itu MUNGKIN. Segalanya sesuatu itu PUNYA PELUANG. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya sebaik mungkin. Maka janganlah tunggu ia yang bernama MOMENTUM, tapi ciptakanlah…

Maka sedingin sajian malam di ujung winter.. Momen-momen yang menggetarkan itu perlu direkam erat-erat dalam memori. Jangan jadikan ia hanya sebagai coretan waktu yang berlalu lalu menghilang dari kehidupan kita. Ia seharusnya menjadi pelecut semangat untuk meraih asa, menjadi sekolam air di tengah sahara yang senantiasa dirindu para pengembara, momen-momen ini, tentu saja perlu dikenang sebagai upaya kita untuk menjadi pemenang.

Maka melejitlah seterang matahari, terbanglah bersama mimpi, selagi kau masih tersadar untuk berpijak bersama bumi, jangan takut untuk melangkah. Sebab kesuksesan, dan getar-getar iman itu, hanya akan terasa bagi mereka yang mau untuk mengambil langkah-langkah tak biasa. Sudah siapkah ?

Taipei, 22 Januari 2011

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (16 votes, average: 8.31 out of 5)
Loading...

Tentang

Terlahir dengan nama Ario Muhammad tanggal 14 September 1987, di pelosok utara Halmahera. Sampai sekarang orang mengenal kecamatan tersebut sebagai salah satu lokasi awal terjadinya kerusahan SARA diawal tahun 2000-an. Malifut, sebuah kecamatan kecil di Halmahera Utara. Sudah hampir 2 tahun saya belum sempat menginjakkan kaki lagi di tanah kelahiran. Ingin sejenak mengenang sungai kecil tempat men...ceburkan diri dan belajar berenang ketika masih berseragam merah putih. Ingin sejenak bercerita pada sungai-sungai jernih yang sering menemani soreku bersama para sahabat untuk menangkap udang, ikan atau sejenisnya, kemudian diperlihara secara sederhana dirumah. Meski akhirnya, selang beberapa hari, peliharaan-peliharaan itu harus mati karena tak cukup oksigen. Buatku, masa kecil hingga remaja akan sangat mempengaruhi pola hidupmu dalam tahun-tahun mendatang. Kenangan hidup didaerah pelosok adalah wangi harum bumi yang merasuk erat di dalam tubuhku. Menghabiskan hari dengan memancing ikan, meski dengan itu harus sedikit nakal karena tak menuruti perintah ayah-ibu untuk tidur, adalah kenangan-kenangan hidup yang terlalu sulit untuk sekedar kulupakan. Juga menghabiskan malam di surau kecil dengan terang lampu yang tidak sebercahaya di kota, membuatku duduk menyepi sambil menghafal ayat demi ayat di Juz Amma, kemudian melaporkan kepada Ustad-ku yang sudah siap dengan rotan bambu-nya yang cukup membuat betis pedia jika salah dalam berbuat. Sungai, bukit, hutan, mengaji, bermain sepuasnya, adalah hari-hari yang mengagumkan dan menjadi kenangan terindah dalam hidupku.

Sayangnya, alam tak mau menempatkanku berlama-lama dengannya. Tahun 1999, di akhir tahun seingatku. Semua penghuni rumah dibangunkan karena kerusuhan SARA baru saja bergolak. Memasuki fase baru dalam hidup yang jauh berbeda dengan sebelumnya, tentu membuatmu tegang. Dulu, yang biasanya kuhabiskan sore dengan memanen sayur atau tanaman di kebun luas milik kakakku, kini harus berganti dengan deruan pukulan tiang listrik, membuat bom, hingga berita-berita tentang kematian demi kematian. 2 tahun masa itu kulewati hingga rasanya sangat kebal ketika menyaksikan perang, melihat mayat, hingga termenung memandang puing-puing rumah yang terbakar.

Memasuki awal 2000, akirnya semua harta keluarga ludes, terbakar, dan hanya meninggalkan puing sejarah yang terlalu kelam untuk sekedar di kenang.

Kujejakkan kakiku di Ibu kota Provinsi Maluku Utara kala itu. Ternate namanya� Cukup prestisius dimataku. Karena setidaknya, aku bisa menyaksikan mobil yang banyak lalu lalang, menyaksikan teriakan orang-orang di pasar-pasar yang cukup ramai. Semuanya mengingatkanku dengan kebiasaan menghitung jumlah kendaraan yang lewat di depan warung kecil keluargaku. Sering sekali kuhitung berapa jumlah motor yang lalu lalang dalam 3 atau 4 jam, kemudian membayangkan, kapan kira-kira tempat kelahiranku ini menjadi ramai seperti kota-kota yang ada di tayangan televisi yang kusaksikan. Mungkin semegah Surabaya, ketika kukunjungi dalam usiaku yang ke 11. Atau seluas Bau-bau yang kecil namun berkesan bersama penjual madu yang melimpah. Itu impian sederhana dari seorang Ario kecil. Terlihat aneh jika kuingat-ingat sekarang :)

Ternate, buatku adalah awal gerbang kompetisi. Menikmati masa SMP di SMP N. 4 Ternate, kemudian menamatkan SMA di SMA N. 1 Ternate, adalah bagian dari cerita hidup yang selalu dahsyat untuk di kenang. Menghabiskan masa remaja bersama berbagai aktivitas dan banyaknya karakter menumbuhkan semangat tersendiri buat saya untuk sekedar memahami lebih dalam tentang kehidupan itu sendiri. Hingga ketika berumur 17 tahun, sebuah musibah kecil menimpa keluargaku, yang kemudian, akhirnya menyatukan kepingan-kepingan kerapuhan dalam diriku untuk mengajaknya bertahan, terus berirama dan beresonansi bersama nyanyian hidup yang mau tidak mau harus ku teruskan. Setidaknya, episode kecil itu membuatku lebih memahami siapa kekuatan Maha Dahsyat dibalik takdir yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Peristiwa kecil ini juga mempererat tali cinta antara aku bersama bidadari-bidadari-ku dalam keluarga kami. Mungkin jarang terucap, namun kami punya cara untuk sekedar saling merasa tentang keadaan kami yang masih sama-sama belajar. Mereka, saudara-saudariku, adalah sosok pemberi sejuta inspirasi, juga sosok-sosok hangat yang selalu mengerti siapa aku dan bagaimana aku dengan segala keterbatasannya. Mereka pula yang akhirnya mampu menafsirkan, bagaimana seharusnya hidup itu bertransformasi, bagaimana seharusnya sebuah hubungan darah mampu terbangun dan menjadikan istana kehidupan kita berseinergi bersama keinginan alam yang matu tidak mau harus kita hadapi. Merekalah guruku.. Merekalah inspirasi yang takkan pernah kendur, dan takkan pernah habis dimakan zaman.

Dan akhirnya, 4 tahun adalah waktu yang cukup untuk sekedar menghabiskan hariku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pilihan menjadi seorang Insinyur adalah takdir yang harus kutulis dan kujalani. Hingga dalam perjalananku, aku menemukan mereka-mereka yang menggetarkan. Meski hanya lewat ucap, lewat laku, atau bahkan hanya dari buku-buku. 4 tahun bersama Yogyakarta, membuat karakterku tumbuh dengan segala �warna� yang ada padanya. Mengenal pribadi-pribadi Al-qur�an di kota ini telah menyihir segala pemahamanku tentang hidup dan orientasi dalam menjalaninya. Mungkin saya tidak merasa, namun sejatinya, pengaruh-pengaruh mereka telah membentuk karakter dan idealisme yang baru. Semuanya kudefenisikan sebagai proses perubahan. Hidup sangat dinamis, jika karaktermu tetap sama dalam bilangan tahun yang terus terlewati, maka ada yang salah dengan ke-dinamis-anmu. Maka dinamisasi jugalah yang membuat karakter siapapun ikut berubah. Satu hal penting yang tak boleh hilang. Proses transformasi ini harus senantiasa kembali kepada-Nya, berjalan dalam jalur-Nya, dan berkembang sesuai dengan titah-Nya.

2 September 2009. Kumulai menuliskan episode baru dalam hidupku. Sebuah transformasi hidup yang juga baru akan kujalani. Di negeri formosa, akan kulukis cerita, kucatatkan pelangi pada langit-langitnya hingga nanti semua kumpulan episode ini menjadi berharga dimata-Nya. Taiwan Technology atau National Taiwan University of Science and Technology adalah tempat dimana kutitahkan semua perjalanan ini. Membuat cerita baru di tempat yang baru tentu perlu adaptasi yang keras juga membutuhkan proses dan waktu yang memadai. Semoga cerita di formosa, menjadi kenangan indah, seperti kenangan masa kecilku, remajaku, hingga menjemput tranformasi hidup di bumi Yogyakarta.

2 Tahun, akan kujalani cerita bersama tumpukan paper, tugas kuliah, dan tentunya bermacam aktivitas yang akan menemaniku untuk membentuk karakter yang lebih utuh. Anggap saja ini adalah �jalan-jalan�. cerita �jalan-jalan� untuk merebut �jalan� panjang menuju syurga-Nya, jalan sederhana yang sengaja tergariskan oleh-Nya untuk menguji apakah sosok Ario akan terlindas oleh zaman atau akan kokoh bersama waktu. Semoga proses ini menumbuhkan siapapun yang melewatinya, menumbuhkan sakura hingga bersemi, mencairkan salju hingga datang panas, dan mengeringkan suhu yang sering membuatku menggigil ketika musim dingin tiba.

Alhamdulillah, sebelum menggenapi cita-cita untuk lulus master dari Taiwan Technology, aku meminang seorang gadis Trenggalek, Ratih Nur Esti Anggraini dengan mengcuapkan mitsaqan Ghaliza pada tanggal 2 Juli 2011. Dan 17 hari kemudian, Allah memberikan hadiah indah yang lain, di hadapan Prof. Yang CC (NTOU), Dr. Wang H. (China Consultant Inc.), Prof. Chun, Tao Chen (Taiwan Tech), dan Advisor saya, Prof. Chang Ta Peng, saya berhasil mempertahankan Thesis saya dan mendapatkan gelar M.Sc.(Eng) atau MSE.

Saat ini, saya bersama Istri sedang menikmati episode baru menjadi sepasang suami-istri yang semoga dapat saling mencintai karena Allah satu sama lain.

teruslah berjuang kawan, karena episode hidup selalu akan bertransformasi mengikuti usahamu.

Lihat Juga

Rakernas KAKAMMI: “Membangkitkan Semangat Persatuan Harkitnas”

Figure
Organization