Topic
Home / Suara Redaksi / Editorial / Mengapa Tidak Beri’tikaf?

Mengapa Tidak Beri’tikaf?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (jr-photos.com)

dakwatuna.com Bagian dari nilai yang terkandung dalam ibadah shaum adalah agar pencernaan tubuh manusia bisa menjalani rehat. Ini seperti dalam dunia pendidikan, di mana ada musim libur tahunan dalam rangka memperbaharui semangat belajar.

I’tikaf hampir sama dengan musim liburan yang merehatkan jiwa dan pikiran, bahkan fisik. I’tikaf merupakan pintu keluar seorang muslim dari rutinitas dan aktivitas kehidupan dunia berikut kesibukan dan kerumitannya. Seorang yang I’tikaf akan menghadap Penciptanya, Dzat Pencipta dunia seisinya ini. Seorang yang beri’tikaf sedang memutus dirinya dari kesibukan dunia dan memburu bekal perjalanan kehidupan yang ia butuhkan sampai hari ajal menjelang. Bukankah ini bagian yang kita pahami dari firman Allah swt. “Dan berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah takwa.”

Dalam I’tikaf, jika dilakukan dengan memenuhi syarat dan kondisi yang mendukung, berikut niat yang lurus, akan mengantarkan pelakunya menemukan dirinya yang sebenarnya di hadapan Allah swt. Tidak ada jarak antara dirinya dan Allah swt. Tidak ada makhluk yang merintanginya. Karena ia diciptakan dalam kondisi seorang sendiri, bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dan akan datang pada hari kiamat seorang diri jua.

Dalam I’tikaf seseorang melakukan proses penguatan imannya kepada Allah swt. iman kepada Sang Pencipta, Dzat yang Mengendalikan segala sesuatu. Karena itu, siapa sebenarnya yang berhak untuk ditakuti?? Atau siapa yang layak ditakuti perhitungannya, selain dari Allah swt.??

Hari-Hari Tertentu

Pelaksanaan I’tikaf hanya beberapa waktu saja, sejumlah hitungan jari, yaitu sepuluh hari terakhir Ramadhan saja, dari tiga ratus enam puluh lima hari yang Allah swt. sediakan. Semestinya perintah ini tidak memberatkan, jika dibanding jumlah hari yang begitu banyak dalam hitungan tahunnya. Sehingga, apakah jika beberapa hari atau beberapa jam seseorang tidak mencari duit dan kekayaan, waktunya digunakan untuk melaksanakan sunnah i’tikaf, ia  akan mengalami kerugian atau mengalami bahaya?

Padahal jika ia beri’tikaf, ia telah melaksankan perintah dari Tuhannya, perintah dari Dzat Pemberi Rizki dan Dzat yang Maha Pemurah, Dzat yang Menguasai dunia berikut isinya…

Pemilik dunia ini juga yang menjadikan malam-malam tertentu di akhir Ramadhan sebagai malam-malam ibadah; untuk shalat, menghidupkan malam –qiyamullail-, tilawah dan dzikir, untuk selanjutnya ia keluar dari pelaksanaan i’tikaf dan bulan suci Ramadhan dengan hati yang bersih, iman yang kuat, ilmu dan pengetahuan yang melimpah, dengan itu ia mengetahui dirinya sendiri dan mengenal Tuhannya, yang boleh jadi ia tidak ketahui sebelum ia melakukan i’tikaf.

Jika kita mengetahui sebagian dari nilai dan hikmah  i’tikaf ini, kita pasti akan mendudukkannya sesuai porsinya, sebelumnya juga kita tidak akan menzhalimi diri sendiri dengan meremehkannya, juga setelah mengetahui nilainya tidak akan berdiam diri dan bermalas-malasan.

Beri’tikaf berarti meraih sumber mata air yang menguatkan iman laksana mukjizat. I’tikaf menumbuhkan sikap dermawan tak terhingga, mendorong seorang mukmin untuk terus beramal tanpa henti, menumbuhkan cita-cita tanpa putus asa. Beri’tikaf mengikatkan diri dengan Allah swt. yang dengannya tidak akan berarti setiap ikatan-ikatan emosional lainnya. Beri’tikaf sekaligus meringankan beragam rintangan di jalan dakwah dan medan amal.

Berbeda dengan sekelompok orang yang selalu dikungkung beragam pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkannya dengan berbagai alibi dan alasan, walau untuk beberapa hari atau beberapa jam saja untuk beri’tikaf. Orang seperti ini layaknya seseorang yang merawat orang yang sakit, yang selalu membutuhkan perawatan, atau seperti orang jompo yang selalu membutuhkan pengawasan, tidak bisa ia tinggalkan. Kelompok orang yang demikian jauh lebih membutuhkan uluran bantuan dan kebaikan doa, agar Allah swt. melipat gandakan pahala kepada mereka di dunia dan akhirat.

Tipu Daya

Orang yang tidak bisa beri’tikaf pada dasarnya hanya mencari-cari berbagai alasan. Padahal boleh jadi alasan-alasan itu merupakan propaganda dan alibi semata.

Sungguh, dunia terus akan membebani jiwa, bahkan semakin tenggelam dengan kehidupan dunia akan semakin membebani jiwa. Padahal obat dari beban berat jiwa itu adalah i’tikaf.

Perangkap setan akan menyusup dan membisikkan bagi orang yang beri’tikaf bahwa apa yang ia lakukan –bekerja- juga dalam rangkaian beribadah kepada Allah swt, karena itu tidak boleh diganggu dengan i’tikaf. Jika propaganda setan ini terus mendominasi dirinya, maka lama-kelamaan ia akan sulit menerima kebenaran, berat melakukan i’tikaf. Padahal i’tikaf menjadi obat yang disediakan oleh Dzat Yang Maha Penyembuh dari berbagai penyakit.

Ya, hendaknya di hari-hari penghujung Ramadhan ini kita memiliki kemampuan untuk melihat agama dan dunia kita secara seimbang dan proporsional sebagaimana yang dikehendaki Allah swt. dan agar kita merasakan –meskipun sekejap- manisnya memutuskan diri dari kesibukan dunia untuk berintim dengan Allah swt., beri’tikaf. Sehingga dengan upaya itu akan merubah jiwa dan hidup kita menjadi lebih baik, dan itu berlangsung selama Ramadhan satu ke Ramadhan yang berikutnya, biidznillah. Allahu a’lam []

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (32 votes, average: 9.81 out of 5)
Loading...

Tentang

� Lahir di kota Kudus, Jawa Tengah, pada tanggal 05 April 1975. Menyelesaikan jenjang pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah di Ma�ahid Krapyak Kudus. Tahun 1994 melanjutkan kuliah di LIPIA Jakarta. Program Persiapan Bahasa Arab dan Pra Universitas. Tahun 2002 menyelesaikan program Sarjana LIPIA di bidang Syari�ah. � � Semasa di bangku sekolah menengah, sudah aktif di organisasi IRM, ketika di kampus aktif di Lembaga Dakwah Kampus LIPIA, terakhir diamanahi sebagai Sekretaris Umum LDK LIPIA tahun 2002. � � Menjadi salah satu Pendiri Lembaga Kajian Dakwatuna, lembaga ini yang membidangi lahirnya situs www.dakwatuna.com , sampai sekarang aktif sebagai pengelola situs dakwah ini. � � Sebagai Dewan Syari�ah Unit Pengelola Zakat Yayasan Inti Sejahtera (YIS) Jakarta, dan Konsultan Program Beasiswa Terpadu YIS. � � Merintis dakwah perkantoran di Elnusa di bawah Yayasan Baitul Hikmah Elnusa semenjak tahun 2000, dan sekarang sebagai tenaga ahli, terutama di bidang Pendidikan dan Dakwah. � � Aktif sebagai pembicara dan nara sumber di kampus, masjid perkantoran, dan umum. � Berbagai pengalaman kegiatan internasional yang pernah diikuti: �� � Peserta Pelatihan Life Skill dan Pengembangan Diri se-Asia dengan Trainer Dr. Ali Al-Hammadi, Direktur Creative Centre di Kawasan Timur Tengah, pada bulan Maret 2008.� � Peserta dalam kegiatan Muktamar Internasional untuk Kemanusian di Jakarta, bulan Oktober 2008.� � Sebagai Interpreter dalam acara �The Meeting of Secretary General of International Humanitarian Conference on Assistanship for Victims of Occupation� bulan April 2009.� � Peserta �Training Asia Pasifik �Curriculum Development Training� di Bandung pada bulan Agustus 2009.� � Peserta TFT Nasional tentang Problematika Palestina di UI Depok, Juni 2010 dll.� �� Karya-karya ilmiyah yang pernah ditulis: �� � Fiqh Dakwah Aktifis Muslimah (terjemahan), Robbani Press� � Menjadi Alumni Universitas Ramadhan Yang Sukses (kumpulan artikel di situs www.dakwatuna.com), Maktaba Dakwatuna� � Buku Pintar Ramadhan (Kumpulan tulisan para asatidz), Maktaba Dakwatuna� � Artikel-artikel khusus yang siap diterbitkan, dll.� �� Sudah berkeluarga dengan satu istri dan empat anak; Aufa Taqi Abdillah, Kayla Qisthi Adila, Hayya Nahwa Falihah dan Muhammad Ghaza Bassama. �Bermanfaat bagi Sesama� adalah motto hidupnya. Contak person via e-mail: ulistofa-at-gmail.com� atau sms 021-92933141.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization