Topic

Panduan Mudik

Ratusan calon pemudik pada H-7 lebaran tahun 2009 (MI/USMAN ISKANDAR)

dakwatuna.com – Islam merupakan agama yang mudah, perintah dan larangannya mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Tidak ada satu kewajiban atau larangan dalam Islam yang memberatkan manusia. Allah SWT berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah: 185).

Dan dalam kondisi-kondisi tertentu Islam memberikan keringanan dalam pelaksanaan ibadah. Bagi orang yang sakit dan musafir banyak diberikan kemudahan dalam Islam. Orang yang sedang melakukan safar (perjalanan), termasuk mudik pulang kampung halaman saat lebaran adalah orang yang mendapat rukhsoh (keringanan). Di antara kemudahan yang diberikan Islam, yaitu pada saat melaksanakan shalat wajib. Keringanan shalat saat safar di antaranya dengan cara dibolehkan mengqashar (mengurangi rakaat shalat) dan menjama’ (menggabung) shalat dll. Rasulullah SAW bersabda:

إن الله تعالى يحب أن تؤتى رخصه، آما يكره أن تؤتى معصيته

Artinya: “Sesungguhnya Allah suka jika diambil keringanannya sebagaimana benci jika maksiat kepada-Nya” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).

Panduan ibadah bagi musafir (pemudik), terdiri dari:

1. Shalat Jamaah

2. Shalat bagi Musafir

3. Adab Safar

4. Doa Safar

1. Shalat Jamaah

Shalat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat dan fardhu ‘ain (kewajiban yang mengikat setiap individu muslim) dalam setiap kondisi. Baik kondisi aman maupun perang, kondisi sehat maupun sakit, kondisi muqim (menetap) maupun safar (bepergian). Allah SWT berfirman: “Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu`” (QS Al Baqarah 238)

Rasulullah SAW bersabda:

صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة ( متفق عليه )

“Shalat jamaah lebih utama dari shalat sendiri sebesar dua puluh tujuh derajat” Dari Abu Hurairah RA diceritakan bahwa ada seorang lelaki buta bertanya kepada Rasulullah SAW , “Wahai Rasulullah aku tidak punya penuntun yang menggandengku ke masjid, apakah aku mendapat keringanan untuk shalat di rumah?”. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah kamu mendengar adzan shalat?”, “Ya”, jawab lelaki itu. Rasulullah SAW berkata dengan tegas:”Kalau begitu datangilah masjid untuk shalat berjamaah!”

2. Shalat Bagi Musafir

Arti Safar

Safar secara bahasa berarti: Melakukan perjalanan, lawan dari iqomah. Sedangkan secara istilah, safar adalah: Seseorang keluar dari daerahnya dengan maksud ke tempat lain yang ditempuh dalam jarak tertentu. Seseorang disebut musafir jika memenuhi tiga syarat, yaitu: Niat, keluar dari daerahnya dan memenuhi jarak tertentu.

Rukhsoh Shalat Bagi Musafir

Seorang musafir mendapatkan rukhsoh dari Allah SWT dalam pelaksanaan shalat. Rukhsoh tersebut adalah: Mengqashar shalat yang bilangannya empat rakaat menjadi dua, menjama’ shalat Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan ‘Isya, shalat di atas kendaraan, tayammum dengan debu/tanah pengganti wudhu dalam kondisi tidak mendapatkan air dll.

Shalat Qashar

Mengqashar shalat adalah mengurangi shalat yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat, yaitu pada shalat Zhuhur, Ashar dan ‘Isya.

Dalil Shalat Qashar

Allah SWT berfirman:

”Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS an-Nisaa’ 101).

Rasulullah SAW bersabda:

.« أَوّلَ مَا فُرِضَتِ الصّلاَةُ رَآْعَتَيْنِ فَأُقِرّتْ صَلاَةُ السّفَرِ وَأُتِمّتْ صَلاَةُ الْحَضَرْ » : عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ

Dari ‘Aisyah RA berkata : “Awal diwajibkan shalat adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi shalat safar dan disempurnakan ( 4 rakaat) bagi shalat hadhar (tidak safar)” (Muttafaqun ‘alaihi) Jarak Qashar Seorang musafir dapat mengambil rukhsoh shalat dengan mengqashar dan menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu. Rasulullah SAW bersabda:

و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ كِلَاهُمَا عَنْ غُنْدَرٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَزِيدَ الْهُنَائِيِّ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ
عَنْ قَصْرِ الصَّلَاةِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ شُعْبَةُ الشَّاكُّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

dari Yahya bin Zaid Al Huna’i, katanya; “Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang mengqashar shalat. Dia menjawab; “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar sejauh tiga mil, atau tiga farsakh -syu’bah ragu- maka beliau melakukan shalat dua rakaat.” (HR. Muslim)

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda:” Wahai penduduk Mekah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadits mauquf)

ولابن أبي شيبة من وجه آخر صحيح عنه قال ” تقصر الصلاة في مسيرة يوم وليلة “

Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata:” Qashar shalat dalam jarak perjalanan sehari semalam” “Adalah Ibnu Umar RA dan Ibnu Abbas RA mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh”.

Jumhur Ulama berpendapat, sebagaimana hadits Ibnu Abbas bahwa jarak minimal dibolehkannya qashar shalat yaitu 4 burd atau 16 farsakh. 1 farsakh = 5541 M sehingga 16 Farsakh = 88,656 km.

Syarat Shalat Qashar:

1. Niat Safar

2. Memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd (88, 656 km )

3. Keluar dari kota tempat tinggalnya

4. Shafar yang dilakukan bukan safar maksiat

Lama Waktu Qashar

Jika seseorang musafir hendak masuk suatu kota atau daerah dan bertekad tinggal di sana maka dia dapat melakukan qashar dan jama’ shalat. Menurut pendapat imam Malik dan Asy-Syafi’i adalah 4 hari, selain hari masuk kota dan keluar kota. Sehingga jika sudah melewati 4 hari ia harus melakukan shalat yang sempurna. Adapun musafir yang tidak akan menetap maka ia senantiasa mengqashar shalat selagi masih dalam keadaan safar. Berkata Ibnul Qoyyim:” Rasulullah SAW tinggal di Tabuk 20 hari mengqashar shalat”. Disebutkan Ibnu Abbas dalam riwayat Bukhari:”

Rasulullah SAW melaksanakan shalat di sebagian safarnya 19 hari, shalat dua rakaat. Dan kami jika safar 19 hari, shalat dua rakaat, tetapi jika lebih dari 19 hari, maka kami shalat dengan sempurna”.

Jama’ Antara Dua Shalat Saat Safar

Jama’ antara dua shalat, pada waktu safar dibolehkan. Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat Zhuhur dengan Ashar, dan shalat Maghrib dengan ‘Isya. Rasulullah SAW bersabda:

عن مُعَاذِ بنِ جَبَلٍ: “أَنّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم آَانَ في غَزْوَةِ تَبُوكٍ إذا زَاغَتِ الشّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الظّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشّمْسُ أَخّرَ الظّهْرَ حتى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ، وَفي المَغْرِبِ مِثْلَ ذَلِكَ إِنْ غَابَتِ الشّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ، وَإِن يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشّمْسُ أَخّرَ المَغْرِبَ حتى يَنْزِلَ لِلْعِشَاءِ ثُم جَمَعَ بَيْنَهُمَا”

Dari Muadz bin Jabal: ”Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjama’ shalat antara Zhuhur dan Ashar. Dan jika sudah dalam perjalanan sebelum matahari condong, maka mengakhirkan shalat Zhuhur sampai berhenti untuk shalat Ashar. Dan pada waktu shalat Maghrib sama juga, jika matahari telah tenggelam sebelum berangkat maka menjama’ antara Maghrib dan ‘Isya. Tetapi jika sudah berangkat sebelum matahari tenggelam maka mengakhirkan waktu shalat Maghrib sampai berhenti untuk shalat ‘Isya, kemudian menjama’ keduanya” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Shalat jama’ terdiri dari dua macam, yaitu jama taqdim dan jama’ ta’khir. Jama’ taqdim adalah menggabungkan shalat antara shalat Zhuhur dan Ashar yang dilakukan pada waktu Zhuhur dan shalat Maghrib dan Isya’ yang dilakukan pada waktu Maghrib. Sedangkan jama’ ta’khir adalah menggabungkan shalat antara shalat Zhuhur dan Ashar yang dilakukan pada waktu Ashar dan shalat Maghrib dan Isya’ yang dilakukan pada waktu Isya’.

Seorang musafir yang melakukan qashar dan jama’ shalat, maka shalat jamaah yang dilakukan sbb:

♦ Niat untuk melakukan shalat jama’ dan qashar secara berjamaah.

♦ Disunnahkan membaca iqomah pada setiap shalat (misalnya iqomah untuk shalat Zhuhur dan iqomah untuk shalat Ashar).

♦ Berimam pada orang yang sama-sama melakukan qashar dan jama’.

♦ Shalat jama’ dilakukan secara langsung, tanpa diselingi dengan shalat sunnah atau doa atau lainnya.

Menghadap Kiblat

Menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat, baik dalam keadaan muqim maupun musafir sebagaimana firman Allah: ”Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” (QS Al Baqarah 144).

Maka jika seorang musafir berada dalam kendaraan; baik itu mobil, kereta api, kapal laut atau pesawat udara dan mampu menghadap kiblat, maka ia harus menghadap kiblat. Sedangkan bagi musafir yang naik kendaraan sedang ia tidak tahu arah kiblat atau tidak mampu menghadap kiblat, maka ia harus shalat menghadap arah mana saja yang ia yakini dan shalat sesuai kondisi di kendaraan. Allah SWT berfirman:”Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al Baqarah 115).

Tata Cara Shalat Di Atas Kendaraan

1. Jika dimungkinkan maka shalat seperti biasa, yaitu shalat berjamaah, menghadap kiblat, berdiri, ruku dan sujud seperti biasa.

2. Jika tidak dapat berdiri maka shalat sambil duduk dengan gerakan shalat dalam kondisi duduk. Ruku’ dan sujud dengan membungkukkan punggung, dan saat sujud punggung lebih menurun dari ruku’.

3. Apabila tidak mendapatkan air, maka dapat bertayammum. Cara tayammum yaitu menepuk tanah atau debu pada dinding kendaraan dengan dua telapak tangan, lalu diusapkan ke seluruh wajah. Kemudian tangan yang satu mengusap yang lain sampai pergelangan tangan.

3. Adab Safar

Apabila seorang muslim hendak melakukan safar maka hendaknya memperhatikan adab-adab safar sbb:

1. Jika terdiri dari dua orang atau lebih, maka harus diangkat seorang ketua rombongan.

2. Sebelum berangkat dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rakaat.

3. Berdoa kepada Allah memohon keselamatan dirinya, keluarga yang ditinggal dan kaum muslimin, seperti:

اللَّهُمَّ بِكَ أسْتَعِينُ وَعَلَيْكَ أتَوَآَّلُ؛ اللَّهُمَّ ذَلِّلْ لي صعُوبَةَ أمْرِي، وَسَهِّلْ عَليَّ مَشَقَّةَ سَفَرِي، وَارْزُقْنِي مِنَ الخَيْرِ أآْثَرَ مِمَّا أطْلُبُ، وَاصْرِفْ عَنِّي آُلَّ شَرٍّ. رَبّ اشْرَحْ لي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أمْرِي، اللَّهُمَّ إني أسْتَحْفِظُكَ وأسْتَوْدِعُكَ نَفْسِي وَدِينِي وأهْلِي وأقارِبي وآُلَّ ما أنْعَمْتَ عَليَّ وَعَليْهِمْ بِهِ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيا، فاحْفَظْنَا أجمعَينَ مِنْ آُلّ سُوءٍ يا آَرِيمُ.

“Ya Allah, kepada-Mu aku memohon dan bertawakal, ya Allah mudahkan urusan kami, gampangkan kesusahan safarku, berilah rezki padaku berupa kebaikan yang lebih banyak dari yang aku minta, jauhkan dariku segala keburukan. Ya Rabb lapangkan dadaku, mudahkan urusanku. Ya Allah aku memohon perlindungan-Mu, dan menitipkan diriku, agamaku, keluargaku, kerabatku dan nikmat yang telah engkau berikan padaku dan pada mereka dalam hal akhirat dan dunia, dan jagalah kami semua dari setiap keburukan ya Karim”

4. Memberi wasiat (nasihat) dan meminta wasiat, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dikatakan Ibnu Umar pada Qoz’ah:” Kemarilah saya akan melepasmu sebagaimana Rasulullah SAW melepasku (saat akan bepergian):

“أسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وأمانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ”.

Saya titipkan pada Allah dinmu, amanatmu dan akhir amalmu” (HR Abu Dawud)

Di riwayatkan oleh at-Tirmidzi, datang seseorang kepada Nabi SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah SAW saya akan bepergian maka bekalilah saya !” Rasulullah SAW bersabda:” Semoga Allah membekali engkau dengan taqwa”. “Tambahlah”. “Semoga Allah mengampuni dosamu”. “Tambahlah”, “semoga Allah memudahkanmu dimana saja engkau berada”.

5. Saat dalam perjalanan harus menggunakan waktunya pada sesuatu yang baik dan bermanfaat, seperti; memperbanyak dzikir dan doa, baca al-Qur’an, membaca buku, tafakkur alam, mendengarkan nasyid (lagu-lagu Islami) dll.

6. Jangan melakukan kemaksiatan, dan mengupayakan agar suasana di kendaraan menjadi Islami.

7. Membawa bekal-bekal dan sarana-sarana untuk mendukung suasana yang Islami tersebut, misalnya: Membawa mushaf Al-Qur’an, buku bacaan yang Islami, kaset nasyid (lagu-lagu Islam) dll.

4. Doa Safar

Doa Keluar Rumah

بِسْمِ الله تَوَآّلْتُ عَلَى الله، لا حَوْلَ وَلا قُوّةَ إِلاّ بالله

” Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah”.

Doa Naik Kendaraan dan Safar

“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.”“Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam safar ini kebaikan dan ketaqwaan, dan dari amal yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan pada safar kami, dan pendekkan jauhnya perjalanan. Ya Allah engkau teman dalam safar dan pemimpin keluarga. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari susahnya safar, kesedihan dan buruknya kesudahan pada harta dan keluarga”.

Jika akan pulang maka baca doa serupa dan ditambah:” Kami kembali, bertobat, beribadah dan memuji kepada Allah”

Ketika Kendaraan yang dinaiki adalah kapal laut, maka membaca doa:

( بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ( 41

” Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (14 votes, average: 8.79 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Kiat Menghafal Quran

Figure
Organization