Topic
Home / Berita / Analisa / Israel Kendalikan Obama; Dari Goldstone Hingga Nobel Perdamaian

Israel Kendalikan Obama; Dari Goldstone Hingga Nobel Perdamaian

dakwatuna.com – Al-Quds Arabi, Ketika dinobatkan peraih nobel perdamaian, Presiden Amerika Barack Obama terkejut, termasuk mayoritas pemerhati nobel dengan berbagai kategori. Sejak John Henry, asal Swis dan Frederic Feez asal Perancis tahun 1901 hingga Martii Ahtisaari tahun 2008 nobel diberikan. Artinya, 108 orang yang meraih nobel perdamaian telah memberikan kepada manusia, minimal sumbangsi sosial, ekonomi, keamanan atau lainnya.

Namun para praktisi Akademisi Nobel tahun ini menggunakan cara baru yang belum pernah ditempuh oleh lembaga ini sebelumnya. Karena, mereka memberikan nobel kepada seseorang yang belum berusia lima decade dan belum memberikan sumbangsih dalam membebaskan penderitaan warga dunia atau sebagiannya atau menghentikan peperangan, bahkan sebaliknya.

Pengakuan presiden Obama yang menduduki puncak kekuatan adidaya dunia hanya dalam 9 bulan sejak memerintahnya bahwa dirinya tidak berhak atas nobel ini, merupakan pengakuan sontak dan usaha keluar dari dilema yang diciptakan oleh kelompok di badan Akademi Nobel tepatnya kelompok lobi yahudi. Kelompok ini ingin menyudutkan pemuda kulit hitam Obama ini dalam dilematis sehingga ia berani mengambil sikap-sikap penting (berbahaya dan beresiko) dalam berbagai urusan dunia. Misalnya perang Irak, Afganistan, masalah Timur Tengah, nuklir Iran yang pasti akan berpihak kepada kepentingan negara Israel. Pemerintah Obama selama ini masih bingung dalam berbagai urusan yang dihadapinya. Misalnya soal kebijakan penutupan tahanan teluk Guantanamo, penarikan pasukan Irak, penambahan pasukan di Afganistan, solusi masalah nuklir Iran, bisa jadi akan menambah poin raihan nobel perdamaian. Bisa jadi 1 juta Euro masuk rekening pribadinya sebagai suap untuk membungkam suaranya soal kompensasi internasional ke depan.

  1. Tahanan teluk Guantanamo: meski Obama berjanji akan menutup penjara Amerika di teluk Kuba ini, namun sejumlah pihak di pemerintahnya dulu dan sekarang menolaknya. Kita tidak tahu apakah ia akan menerapkan janjinya atau tidak dalam bulan-bulan ke depan.
  2. Konflik Arab – Israel: ujian ril keseriusan dan ampunya politik Obama terlatak pada realisasi janjinya selama kampanyenya dan setelah masuk Gedung Putihnya untuk mewujudkan permdaian di kawasan Timur Tengah dengan syarat menghentikan aktifitas permukiman yahudi dan solusi mendirikan dua negara. Namun janji ini sudah diselisihi sendiri oleh Obama ketika meralat syarat penghentian permukiman dan mengakui yahudisme negara Israel dan Al-Quds sebagai ibukota abadi Israel.
  3. Pemerintah Amerika saat ini bersama sejumlah negara barat, bahkan Arab berperan besar dalam menjauhkan laporan hakim Goldstone yang membuka skandal kejahatan perang Israel di Gaza dari meja pembahasan Dewan HAM Internasional PBB di Jenewa.
  4. Obama menyampaikan niatnya menarik pasukannya dari Irak karena menganggap agresinya salah pilih yang harus diluruskan. Itu disampaikannya dalam pidato di Riyadl dan Kairo. Pidato ini dijadikan Badan Akademi Nobel sebagai landasan pemberian nobel perdamaian tahun. Namun pada saat yang sama, ia menegaskan pentingnya perang Afganistan dengan alasan memerangi teroris dan mengejar Al-Qaidah. Kenyataannya, berlanjutnya perang Afganistan meski membebani dana dan anggaran pasukan AS hanya untuk kepentingan Israel yang menduduki wilayah itu untuk mengawasi Iran dari dekat.
  5. Ancaman Barack Obama kepada Iran untuk memberikan sanksi lebih keras dengan kekuatan jika tidak mematuhi undang-undang internasional – sesuai dengan prespektif Amerika Israel soal program nuklir – hanya berpihak kepada kepentingan Israel. Sebab AS menggelontorkan dukungan dana, militer dan politik jika negara zionis ini berani menyerang proyek nuklir Iran.

Akademi Nobel yakin dan punya itikad baik bahwa Obama akan bisa mengantarkan dunia kepada keadilan dan perdamaian. Namun tampaknya dalam beberapa hari ke depan tidak demikian.  Sebab agaknya ia akan menghadapi gelombang besar di dalam negeri yang mulai menurunkan popularitasnya dan dunia luar yang mulai menggoyang kursinya di Gedung Putih. Bisa jadi dalam waktu dekat kita akan menyaksikan khurafat presiden kulit hitam Amerika pertama – dimana kaum muslimin menggantungkan harapannya – yang tunduk di pangkuan lobi yahudi dan mendukung mutlak politik Israel di tanah Palestina dan pada saat yang sama ia mempersempit setiap upaya Arab atau negara Islam untuk membebaskan diri dari hegemoni Amerika dan Israel. (Humaid Athiyah, Wartawan Aljazair/ip/bn-bsyr)

*Wartawan Aljazair

Redaktur: Ulis Tofa, Lc

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (24 votes, average: 7.67 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Palestina Tolak Rekonsiliasi Tanpa Kemerdekaan

Figure
Organization