Topic
Home / Berita / Wawancara / Deddy Mizwar: Banyak Film Religi Yang Tidak Islami

Deddy Mizwar: Banyak Film Religi Yang Tidak Islami

dakwatuna.com – Deddy Mizwar, aktor kawakan perfilman di Indonesia, saat ini dikenal sebagai seorang sutradara yang memproduksi film-film bertema keislaman. Beberapa di antaranya menjadi karya terbaik dan ditayangkan setiap Ramadhan. Seperti Lorong WaktuKiamat Sudah Dekat , dan  Para Pencari Tuhan . Kisah yang diangkat dari film-film tersebut menuai pujian dan sambutan hangat dari masyarakat.

Baginya, mengangkat tema keislaman dalam sebuah film atau drama merupakan bagian dari syiar dan dakwah Islam. Ia menilai, beberapa film yang diproduksi sejumlah sutradara lainnya yang mengangkat tema keislaman, cukup menarik. Hanya saja, kata pemeran Nagabonar dalam film  Nagabonar ini, film-film itu seolah Islami, padahal jauh dari nilai-nilai Islam.

Menyambut Ramadhan 1430 H kali ini, peraih sejumlah piala citra tersebut juga sedang mempersiapkan serial  Para Pencari Tuhan (bagian) III. Di sela-sela kesibukannya syuting, Deddy Mizwar menyempatkan diri berbincang dengan  Damanhuri Zuhri dan  Ali Rido dari  Republika , seputar film-film yang dibuatnya.

Berikut petikannya.

Apa kesibukan Bang Deddy menjelang Ramadhan ini?
Sedang menyelesaikan syuting film Para Pencari Tuhan III di Jatiasih, Bekasi.

Wah, dekat dengan lokasi penangkapan teroris, dong?

Iya, tapi biarinlah. Yang ngebom-ngebom, yang syuting, syuting. Tenang saja, mati sudah ada jalannya masing-masing. Yang penting kita garap film-film religius. Kalau semua orang mikirin teroris, bagaimana kerjaan yang lain-lain. Iya  nggak .

Apa arti film bagi Bang Deddy?
Film itu media untuk menyampaikan pikiran, ide, dan gagasan. Syukur-syukur kalau ide yang disampaikan berdampak positif bagi penontonnya. Bekerja di dunia perfilman harus ada muatan nilai ibadahnya, bukan hanya sebagai lahan mata pencaharian.

Kalau bekerja diniatkan untuk ibadah, nggak repot lagi kita bicara soal bagaimana membuat sinetron yang baik. Sebab, kalau pembuatan film diniatkan untuk beribadah, filmnya akan jelas ke arah mana. Sebaliknya, begitu membuat film hanya sekadar mencari duit, itu nggak akan jelas ke mana arahnya.

Sekarang banyak film atau sinetron yang menonjolkan simbol-simbol keislaman. Pendapat Bang Deddy?
Filmnya memang banyak yang kelihatan Islam, padahal dia sama sekali tidak Islami. Karena yang bikin bukan orang Islam. Saya sedih melihat umat Islam Indonesia ini begitu pasif dalam dunia film. Sampai dalam syiar agamanya pun meminta bantuan kepada kaum non-Muslim.

Islam itu indah. Islam itu  rahmatan lil alamin , bersih, baik, dan menyenangkan.  Nggak ada cerita orang mengambil tanah orang lain yang belum tentu ceritanya benar, kemudian kuburannya dipenuhi belatung. Atau ketika digalikan kuburan keluar air menggenangi galian. Jelas saja ada airnya, karena ada pipa air kena cangkul di galian itu.

Orang Islam harus introspeksi diri, harus mau belajar banyak ilmu, termasuk perfilman. Itu yang diajarkan oleh Rasulullah. Semua ilmu pengetahuan itu berasal dari Allah. Ilmu nuklir berasal dari Allah. Hanya, digunakan untuk apa dan oleh siapa. Ilmu itu netral, cuma di tangan siapa ilmu tadi. Ia menjadikan ilmu itu manfaat atau tidak.

Karena minimnya pengetahuan umat Islam dalam perfilman, tiba-tiba yang masuk ke koridor itu bukan orang Islam. Pedagang yang bukan dari kalangan Islam yang masuk ke sana. Akibatnya, salah kaprahlah nilai Islam di layar kaca. Sehingga, kesannya Tuhan orang Islam kejam, tidak rahman dan rahim. Tetapi, mereka  nggak salah. Yang salah umat Islam sendiri. Mereka itu tidak tahu apa-apa tentang Islam, makanya banyak terjadi kesalahan dalam menggambarkan Islam.

Apa langkah-langkah terbaik untuk mendapatkan tayangan-tayangan yang lebih mendidik dan mencitrakan Islam secara benar?
Umat Islam harus menguasai pengetahuan perfilman untuk tujuan syiar. Mungkin kalau Rasulullah masih hidup saat ini, beliau akan anjurkan untuk belajar pengetahuan perfilman. Masalahnya waktu itu belum ada film, tapi syiar dianjurkan ke mana saja. Makanya, kalau film bisa digunakan untuk media syiar, pasti dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Kita tahu film itu hasil dari sebuah refleksi, bukan sebuah kenyataan. Tapi, mengapa kita bisa dibuat tertawa, sedih, atau marah. Sementara kalau kita mendengar orang membaca Alquran  nggak pernah merasa tersentuh, nonton film malah menangis meraung-raung. Itulah makanya kalau saya bilang film mempunyai daya sihir.

Melakukan syiar lewat film itu baik selama cara-caranya tidak melanggar syariat. Bagi pemain yang bukan muhrim, ya tidak usah peluk-pelukan, meskipun dalam ceritanya mereka suami istri. Dengan demikian, proses pembuatan film tetap memegang etika. Itu harus dijaga. Kalau pakai jilbab, dalam ceritanya suami istri, padahal nyatanya bukan suami istri, peluk-pelukan, ya susah. Ini melanggar syariat.

Selama umat Islam masih menjadi konsumen film, situasi akan terus seperti ini. Barangkali juga, harus ada kode etik dalam pembuatan film. Perusahaan-perusahaan atau produser yang non-Muslim janganlah bikin film Islam. Sehingga, Islam tidak ditampilkan salah kaprah.

Apa yang sudah Bang Deddy lakukan untuk mengimbangi tayangan-tayangan yang kurang mendidik itu?
Salah satunya dengan counter product, bahwa bukan hanya tayangan itu saja yang ada. Yang menggambarkan Islam yang baik pun ada. Orang bekerja itu punya tujuan masing-masing. Mencari nafkah dengan cara masing-masing. Kita tidak usah melarang orang-orang yang membuat film. Kita beri contoh saja. Saya tidak bisa membuat film asal-asalan. Tanggung jawab kita bukan hanya di dunia. Nanti digebukin di sana (akhirat–Red) kalau bikin film asal-asalan.

Negeri ini bebas, negara demokrasi, siapa saja boleh membuat film. Selama masih ada lembaga sensor, sensornya lolos, ya lolos. Bikin film telanjang juga boleh. Tergantung sensornya. Yang dilarang cuma dua di negeri ini. Pertama, ngerokok di pom bensin. Dan kedua, memakai sepatu ke dalam masjid. Yang lainnya boleh-boleh saja. Korupsi saja banyak.

Dalam membuat film saya hanya berpatokan dengan akal sehat. Berarti tinggal dibalik, orang-orang yang bikin film apa adanya berarti tidak pakai akal sehat. Karena, mereka membuat film untuk keperluan jangka pendek. Tidak berpikir apa manfaat bagi kehidupan. Makanya, jangan cuma nonton dan ngomel-ngomel. Kalau ngaku Islam pelajari ilmunya, pelajari pengetahuannya. Semuanya harus proaktif. Sabar itu harus terus-menerus melakukan sesuatu. Itu arti sabar yang sebenarnya.

Sudah ada beberapa film religius yang Bang Deddy publikasikan. Apa yang melatarbelakangi pembuatan film-film itu?
Mulanya ada keresahan pada awal 1990-an. Setelah muncul televisi-televisi swasta, tayangan-tayangan yang ada  kok tidak mencerminkan keislaman. Katanya di Indonesia ini banyak umat Islam, mengapa tidak tercermin dari program siarannya. Umat Islam di mana? Jangan-jangan bohong banyak orang Islam di Indonesia.

Sinetronnya, program infotainment-nya, sama sekali tidak menunjukkan bahwa di Indonesia jumlah umat Islamnya banyak. Jangan-jangan umat Islam hanya menjadi konsumen tayangan, bukan pelaku aktif. Bisanya hanya menerima, kadang-kadang ngomel, memaki, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Itulah kenyataan taraf umat Islam dalam dunia industri film atau industri televisi di Indonesia saat ini.

Sampai suatu ketika saya bertemu seorang ustadz di Condet. Kami punya keresahan yang sama. Mengapa tidak bikin film-film Islam saja. Cuma bagaimana cara membuatnya, saya tidak tahu agama. Bagaimana membuat film dengan cerita-cerita seperti itu. Akhirnya kami berkolaborasi, lalu munculah  Abunawas dan kemudian  Hikayat Pengembara .

Seberapa efektif film-film itu memengaruhi masyarakat?
Saya tidak bisa bicara efektif atau tidak efektif. Yang penting saya menggunakan kemampuan dan keahlian yang dikaruniakan oleh Allah untuk kebaikan. Berbuat sesuatu melalui media itu lebih baik daripada kita cuma  ngomong begini dan begitu.

Kalau dilihat dari respons masyarakat terhadap film-film saya, alhamdulillah baik. Kita senang ada  email masuk yang mengabarkan senang menonton tayangan kita. Secara pribadi saya bersyukur. Memang, film yang saya garap  nggak banyak dan nggak pernah bisa banyak. Karena harus dipikirkan bener-bener.

Film seperti Kiamat Sudah Dekat dan Para Pencari Tuhan banyak menyedot perhatian masyarakat, bahkan ditunggu-tunggu, apa rahasianya?

Ya, berpikir baik. Berpikir membuat film yang baik itu bukan berpikir membuat film supaya untung secara materi. Berpikir dulu membuat yang baik. Parameter film yang baik itu sudah jelas. Isinya dan skenarionya bagaimana, pemainnya seperti apa, dan lain-lain. Tapi, parameter menjadikan film itu laku seperti apa, itu yang tidak jelas.

Film dibuat supaya laku, itu cuma asumsi. Bikin  aja , nanti juga bakal laku. Makanya, saya membuat film dengan parameter-parameter yang sudah jelas.  Ngapain kalau cuma asumsi-asumsi. Kalau ada resep bisa membuat sebuah film yang pasti laku, kasih tahu saya biar saya beli.

Nyatanya banyak juga film bagus yang  nggak laku.  Nggak apa-apa yang penting filmnya bagus, ada pesan yang disampaikan. Memang rezeki  elu yang menentukan. Karena berprinsip harus bagus itulah saya  nggak bisa banyak membuat film. Karena melalui proses pemikiran yang benar-benar.

Tapi alhamdulillah, setiap karya yang saya buat mendapatkan penghargaan. Pemirsa juga mengapresiasi dengan baik. Tapi, kita tidak bisa mengklaim diri kita paling baik. Yang penting kita sudah berbuat yang lebih baik.

Dari pengalaman Bang Deddy, apa bedanya menekuni film-film religius dan yang bukan religius?
Ternyata kerja dalam film keagamaan itu lebih menyenangkan. Lebih tenang dan tidak fokus ke duit melulu. Kalau kita berbuat baik, duit akan datang sendiri.

Dari mana mendapatkan ide-idenya?
Ada tim yang mendiskusikan. Kira-kira apa saja yang baik baru kita buat. Kalau  nggak ada yang baik,  nggak usah dibuat. Sinetron kalau  nggak ada yang pantas kita buat yang lebih baik,  ngapain dibikin.

Para pemain film garapan Bang Deddy apakah diharuskan punya pengetahuan agama Islam dalam kadar tertentu?
Nggak juga. Ada orang Islam yang main, tapi  nggak pernah shalat. Bahkan, ada beberapa pemain bukan orang Islam. Tapi, dia tidak memegang peranan penting. Hanya dijadikan sebagai karakter. Anak angkat saya dalam film  Kiamat Sudah Dekat bukan Muslim, dia orang Kristen. Itulah kebesaran Islam.  Masak kita mau menolong nenek-nenek jatuh di jalanan lalu tanya dulu apa agamanya.

Hanya saja suasana di tempat syuting kita ciptakan sebaik mungkin. Pada saat shalat, kita shalat. Kita lakukan saja  nggak usah suruh-suruh yang lain.  Nggak ada yang main kartu,  nggak ada yang minum,  nggak ada yang aneh-aneh. Kita tetapkan aturan-aturan yang memperhatikan akhlak. Waktu ibadah kita ibadah. Kita ciptakan sendiri. Akhirnya, banyak yang dulunya tidak shalat menjadi ikut shalat.

Menurut Bang Deddy, bagaimana supaya perfilman Indonesia ini berkualitas dengan memperhatikan nilai-nilai budaya dan agama?
Semestinya ada campur tangan Departemen Kebudayaan. Pada saat bicara kebudayaan, di negara manapun pasti ada subsidi. Termasuk di negara maju. Kalau di Amerika bukan Departemen Kebudayaan yang menangani, tapi Departemen Perdagangan. Itu pun belum tentu bagus. Di Korea, pemerintahnya mensponsori film-film berbasis budaya. Jadi, memang harus demikian.

Makanya, harus ada lembaga pemerintah yang menangani perfilman. Bukan pemerintah yang langsung kerja, tetapi diberikan kepada orang-orang film. Betul-betul peran masyarakat digunakan sebagai negara demokrasi. Bukan  top down , tapi  buttum-up . Pemerintah hanya fasilitator. Kalau mau membuat banyak film bermutu harus ada subsidi. Iran melakukan itu. Makanya waktu dia diembargo, dia tetap bisa berdiplomasi kebudayaan melalui film-filmnya. (RoL)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (32 votes, average: 9.34 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization