Topic
Home / Berita / Noordin dan Siaran Langsung Televisi

Noordin dan Siaran Langsung Televisi

dakwatuna.com – Adegan penyergapan berlangsung selama 17 jam. Melalui siaran langsung televisi, pemirsa menyaksikan setiap adegan ketika Tim Densus 88 mengepung dan melepaskan ratusan peluru ke rumah sederhana berdinding batu di Dusun Beji, Kedu, Jawa Tengah. Polisi terlihat bersiaga dengan senjata siap tembak di setiap sudut luar rumah.

Sampai Sabtu (8/8) pagi, drama penyergapan di rumah terpencil itu disiarkan secara langsung stasiun televisi. Mungkin merasa gambar tidak cukup menjelaskan situasi, reporter televisi memperkuatnya dengan berbagai komentar dan dugaan terhadap yang terjadi di dalam rumah, padahal reporter itu sendiri tidak menyaksikan situasi di dalam rumah tersebut.

Televisi melaporkan, ada sejumlah orang di dalam rumah, salah satu di antaranya diyakini adalah Noordin M Top. Terjadi baku tembak. Beberapa orang meloloskan diri dengan menyusuri pematang sawah. Sedangkan Noordin, kata reporter tersebut, dipastikan melilitkan bom pada tubuhnya. Menurut reporter televisi, ini terpantau lewat kamera yang ditempelkan pada robot yang masuk ke dalam rumah tersebut. Situasi demi situasi terus disiarkan secara langsung. Reporter televisi berulang-ulang mengabarkan kepada pemirsa bahwa Noordin Top berada di rumah itu. Bahkan, menurut informasi lapangan yang diterima reporter tersebut, dilaporkan bahwa Noordin merintih terluka karena terkena tembakan.

Sampai di sini, dari laporan berulang-ulang reporter televisi tadi,  sudah tentu jutaan pemirsa yang terus mengikuti siaran, menyimpulkan bahwa sosok yang berada di dalam rumah itu adalah Noordin M Top. Dan, pada puncaknya ketika bom diledakkan di dalam rumah, reporter televisi dalam siaran langsung itu, melaporkan dengan penuh semangat: Noordin berhasil ditembak dan tewas.

Jutaan pemirsa lega dan bangga pada Polri setelah diberitakan gembong teroris Noordin tewas, meski belum ada keterangan resmi dari pihak polisi. Informasi yang sesungguhnya tidak jelas karena belum ada indentifikasi, bahkan reporter televisi juga tidak melihat langsung sosok yang tewas, disampaikan begitu saja oleh reporter televisi, tanpa check and re-check unsur sangat penting jurnalistik.

Namun, tidak lama. Beberapa jam kemudian setelah Kapolri Bambang Hendarso Danuri tak memastikan sosok tewas itu Noordin karena menunggu tes DNA, televisi buru-buru mengubah penyebutan menjadi ‘orang yang diduga Noordin’ tewas. Tetapi, masyarakat telah telanjur menerima informasi tergesa-gesa dan ceroboh itu sebagai suatu yang benar. Dan, kini media yang mendesak Polri segera umumkan sosok yang tewas tersebut.

Jika nanti tes DNA ternyata bukan Noordin, tidak saja masyarakat tersesat informasi tidak akurat tersebut, tetapi juga Polri dinilai berlebihan, tidak mampu, dan tidak profesional. Padahal, informasi awal bukan dari institusi Polri. Dalam situasi ini, ketika media tergesa-gesa dan tidak melakukan konfirmasi sebelum memberitakan, Polri seperti terjebak dalam jaring laba-laba media, yang dapat berakibat kepercayaan pada Polri hancur.

Persaingan ketat dan eksklusivitas semestinya tidak melanggar etika jurnalistik, check and re-check, dan akurasi. Masyarakat mempunyai hak mendapatkan informasi yang benar. Ketika informasi yang disiarkan tidak benar dan ceroboh, ada pihak telah menjadi korban. Lalu, siapa yang bertanggung jawab? (Asro Kamal Rokan/Rep)

Redaktur: Ulis Tofa, Lc

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (21 votes, average: 7.67 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Menjadi Calon Ibu Peradaban yang Bijak dalam Penggunaan Media Sosial

Figure
Organization