Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-8): Al Quds dan Keberadaannya Saat Ini

Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-8): Al Quds dan Keberadaannya Saat Ini

Masjidil Aqsa di Al Quds
Masjidil Aqsha di Al Quds

dakwatuna.com – Yahudi Israel menduduki wilayah al Quds Barat pada perang tahun 1948, luas wilayah ini sekitar 84,1% dari keseluruhan luas wilayah al Quds. Selanjutnya mereka melakukan yahudisasi terhadap wilayah ini – yang 85% pemiliknya adalah orang Arab Palestina – dan membangun kompleks-kompleks perkampungan Yahudi di atas tanah al Quds Barat dan tanah-tanah yang mereka gusur di sekitarnya. Seperti desa Lafna – yang dibangun di atasnya kantor parlemen Israel Knesset dan sejumlah kantor departemen Israel – kemudian desa Ain Karim, Deir Yasin, Maliha dan yang lainnya.74

Pada tahun 1967 penjajah Zionis Israel menyempurnakan penjajahannya terhadap kota suci al Quds dengan menduduki wilayah al Quds Timur, yang juga merupakan bagian dari wilayah Tepi Barat sungai Yordan dan di dalamnya adalah bangunan suci umat Islam masjid al Aqsha yang diberkati. Sejak saat itu mulailah serangan yahudisasi yang menghancurkan wilayah al Quds Timur. Maka dimaklumatkan penyatuan dua wilayah al Quds (al Quds Barat dan al Quds Timur) di bawah administrasi “Israel” pada 27 Juni 1967. Kemudian dimaklumatkan secara resmi pada 20 Juli 1980 bahwa al Quds adalah ibukota abadi tunggal untuk entitas ‘Israel”.75

Sentralisasi di al Quds adalah masalah utama dalam pemikiran Zionis Yahudi, sebagai realisasi tujuan-tujuan agama dan sejarah. Bahkan 50 tahun sebelum pendirian entitas negara “Israel”, pendiri organisasi Zionisme internasional Theodore Hertzel sudah mengatakan, “Jika kita berhasil mendapatkan kota suci al Quds sedang saya masih hidup dan mampu melakukan sesuatu, maka saya akan menghapus segala sesuatu yang tidak suci bagi Yahudi di dalamnya. Dan saya akan membakar semua peninggalan yang telah berlalu berabad-abad.”76 Sedang pendiri entitas negara Yahudi dan sekaligus perdana menteri pertama bagi entitas Yahudi di Palestina David Ben Gurion mengatakan, “Bahwasanya tidak ada artinya bagi Israel tanpa al Quds dan tidak ada artinya bagi al Quds tanpa Haikal.”

Secara bertahap entitas Zionis Yahudi melakukan perluasan kota al Quds, agar berhasil mencaplok lebih wilayah-wilayah Tepi Barat secara total ke dalam wilayahnya, dan agar dapat melakukan aktivitas yahudisasi al Quds secara sistematis dan ekspansif. Maka diperluaslah wilayah kota al Quds dari 6,5 kilometer persegi pada tahun 1967 menjadi 123 kilometer persegi pada tahun 1990. Adapun rencana yang mereka sebut dengan al Quds Raya yang hendak mereka realisasikan seluas 840 kilometer persegi atau sekitar 15% dari total wilayah Tepi Barat. Di zona area kota timur al Quds Zionis Yahudi membangun kendali berupa 11 perkampungan Yahudi yang dihuni 190 ribu Yahudi di seputar kota Baldah Qadimah di mana masjid al Aqsha berada, kendali yang lebih besar lagi juga dibangun di seputar al Quds berupa 17 kompleks permukiman Yahudi, sebagai upaya untuk memutus al Quds dari wilayah Arab Islam sekitarnya. Untuk selanjutnya memutus jalan apapun untuk kompromi damai yang memungkinkan mengembalikan al Quds atau wilayah timur al Quds kepada Palestina.77

Menurut kalkulasi pada tahun 2000 wilayah al Quds, timur dan barat, dihuni sekitar 650 ribu jiwa (450 ribu orang Yahudi dan 200 ribu Arab Palestina yang hampir seluruhnya tinggal di al Quds Timur). Karena aktivitas penggusuran dan pemaksaan Zionis Yahudi menguasai 86% wilayah al Quds dan hanya 4% saja yang tersisa bagi orang Arab Palestina, sedang yang 10% sisanya orang-orang Palestina dilarang menggunakannya karena disediakan untuk proyek-proyek Yahudi. Data ini mengisyaratkan betapa bahayanya proyek yahudisasi terhadap kota al Quds. Padahal pada awal penjajahan Inggris di Palestina pada tahun 1918 orang-orang Palestina memiliki 90% wilayah al Quds.78

Adapun Baitul Maqdis “Masjid al Aqsha” maka dia memiliki kisah penderitaan yang sangat menyakitkan. Provokasi mobilisasi Yahudi nampak jelas dan terang-terangan ke arah ini sejak tahun 20-an abad ke 20. Pada mulanya orang-orang Yahudi memfokuskan tuntutannya pada sisi barat tembok masjid al Aqsha “Tembok Buraq” yang mereka namakan dengan “tembok ratapan”. Tembok dan daerah sekitarnya pada hakikatnya adalah tanah wakaf Islam tetap yang memiliki nota dan dokumen, dan itu diakui bahkan oleh tim investigasi internasional. Beberapa hari setelah pendudukan al Quds Zionis Yahudi menghancurkan kampong al Mugharabah yang berhadapan dengan tembok barat masjid al Aqsha (Tembok Buraq atau yang mereka sebut dengan tembok ratapan). Kampung ini terdiri dari 135 rumah dan dua masjid, kampung ini habis rata dengan tanah untuk kemudian dijadikan area terbuka yang digunakan orang-orang untuk ibadah mereka, meskipun tanah ini adalah wakaf Islam.

Mulailah Yahudi melancarkan operasi penggalian di bawah masjid al Aqsha dan daerah sekitarnya, mereka memfokuskan operasi ini di daerah barat dan selatan masjid, sebagai upaya untuk mewujudkan bukti apapun bagi “haikal” yang mereka klaim. Namun justru yang mereka dapatkan sebagian besar adalah peninggalan-peninggalan Islam yang mendukung kedudukan dan identitas keislaman al Quds. Sejak tahun 1967 hingga tahun 2000 operasi penggalian ini telah melewati 10 periode (tahap), yang dilakukan dengan giat namun tenang dan diam-diam. Selama itu mereka memfokuskan penggalian pada sisi barat dan selatan masjid al Aqsha, untuk itu pula mereka melakukan penggusuran dan penghancuran banyak masjid bangunan-bangunan bersejarah Islam. Misalnya, pada 14 – 20 Juni 1969 mereka menghancurkan 31 bangunan bersejarah Islam dan mengusir warganya, serta penggalian terowongan di bawah masjid al Aqsha. Tapi yang mereka dapatkan adalah peninggalan Islam yang mendukung kedudukan dan identitas keislaman al Quds, hal ini semakin menambah kedengkian dan hasad mereka. Penggalian ini mencapai tahap yang sangat membahayakan ketika mereka mengosongkan tanah dan batu dari bawah masjid al Aqsha dan masjid Qubatus Shakhra’, mereka menggunakan bahan kimia untuk meleburkan batu-batu tersebut, yang menjadikan masjid al Aqsha siap runtuh kapan saja oleh topan yang kuat atau dengan gempa ringan (baik itu buatan atau alami).

Adapun serangan-serangan permusuhan terhadap masjid al Aqsha, maka selama tahun 1967 – 1990 telah terjadi 40 kali serangan. Berbagai kompromi damai dan perjanjian Oslo tidak juga dapat menghentikan penyerangan-penyerangan yang mereka lakukan. Bahkan selama tahun 1993 – 1998 tercatat ada 72 kali aksi serangan. Sebuah data yang menunjukkan meningkatnya aksi-aksi biadab mereka terhadap salah satu tempat suci kaum muslimin. Serangan yang paling menonjol adalah aksi pembakaran masjid al Aqsha pada 21 Agustus tahun 1869 dengan tertuduh seorang Nasrani fanatic bernama Denis Mikel Rohan yang berafiliasi ke Gereja Allah. Akibat aksi ini api membakar seluruh isi dan tembok masjid, juga membakar mimbar agung masjid yang dibuat oleh Nuruddin Zinki dan diletakkan oleh Shalahuddin di dalam masjid paska pembebasan al Aqsha dari tangan kaum salib pada tahun 1187. Setelah dilakukan pengadilan simbolik, Zionis Yahudi membebaskan Rohan dengan vonis dia tidak bertanggung jawab melakukan tindak pidana karena dia gila. Kala itu pihak rezim penjajah Israel sengaja terlambat memberikan bantuan untuk memadamkan kebakaran, bahkan menghalangi upaya ribuan kaum muslimin yang berbondong-bondong memadamkan api.

Sebulan setelah aksi pembakaran ini didirikan Organisasi Konferensi Negara-negara Islam (OKI), ketika para pemimpin dunia Islam menyerukan untuk melakukan diskusi membahas cara melindungi masjid al Aqsha dan al Quds. Hanya saja kelemahan negara-negara Islam, kerancuan loyalitas dan ideologinya serta tidak diadopsinya kerja yang sungguh-sungguh sebelumnya, telah menjadikan organisasi ini sebagai lembaga yang hampir tidak memiliki tujuan. Kerja-kerjanya tidak lebih dari melakukan pertemuan-pertemuan, mengeluarkan pernyataan-pernyataan dan penghampaan perasaan.

Pada 30 Januari 1976 sebuah pengadilan Israel memutuskan hak bagi Yahudi untuk melakukan ibadah di area masjid al Aqsha, kapanpun mereka mau di waktu siang. Pada awal Mei tahun 1980 terungkap adanya upaya penghancuran masjid al Aqsha ketika ditemukan di dekat masjid lebih dari 1000 kilogram bahan peledak jenis T.N.T. Pada April 1982 seorang serdadu Yahudi bernama Alan Godman melancarkan serangan menyerbu masjid al Aqsha menembak penjaga gerbang masjid. Kemudian dia lari menuju ke arah masjid Qubatus Shakhra’ sambil melancarkan serangan membabi buta hingga menciderai sejumlah jamaah shalat. Aksi ini diikuti oleh sejumlah serdadu Yahudi yang berkonsentrasi di atap-atap rumah terdekat sambil melancarkan tembakan ke arah masjid Qubatus Shakhra’. Maka kaum muslimin segera berbondong-bondong menuju masjid untuk melindunginya hingga mengakibatkan sedikitnya 100 muslim terluka dan perlawanan ini. Pada waktu yang sama, Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk mengganjal resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam peristiwa ini pada 20 April 1984. Pada 17 Oktober tahun 1989 kelompok Yahudi Umana’ Haikal (penjaga haikal) meletakkan batu fondasi bagi pembangunan haikal ketiga dengan gerbang masjid al Aqsha.79

Meski kaum muslimin dan Palestina mengalami penderitaan akibat penjajahan dan kekerasan paksa namun mereka terus terjaga melindungi masjid al Aqsha. Mereka selalu bangun dan bergerak membela kehormatan masjid al Aqsha dengan tubuh dan batu-batu intifadhah, setelah mereka kehilangan pertolongan Arab dan dunia Islam. Segala serangan permusuhan Zionis Yahudi tidak pernah luput dari aksi perlawanan kaum muslimin meski hal itu berakibat pada pembantaian atas diri mereka sendiri. Seperti yang terjadi pada 8 Oktober tahun 1990 yang mengakibatkan 34 orang gugur syahid dan 115 lainnya luka-luka, ketika kelompok Yahudi melakukan peletakan batu fondasi haikal di dalam masjid al Aqsha. Seperti yang terjadi juga pada 25 – 27 September 1996 saat kaum muslimin bangkit melakukan intifadhah akibat pembukaan penggalian oleh Yahudi di bawah tembok barat masjid al Aqsha. Aksi ini mengakibatkan 62 orang gugur syahid dan 1600 lainnya luka-luka. Aksi ini kemudian memicu campur tangan polisi Palestina di pihak orang-orang Palestina hingga mengakibatkan 14 serdadu Israel tewas dan 50 lainnya terluka.80

Puluhan resolusi internasional telah dikeluarkan dari PBB dan Dewan Keamanan PBB sendiri yang menolak penggabungan al Quds Timur ke dalam wilayah Israel, juga menolak terhadap langkah-langkah apapun baik materiil, administratif, ataupun undang-undang yang merubah realita al Quds, bila hal itu dilakukan maka dianggap tidak sah. Resolusi-resolusi ini menganggap entitas Zionis Yahudi sebagai kekuatan penjajah yang harus keluar dari al Quds (juga dari Tepi Barat dan Jalur Gaza secara keseluruhan). Resolusi yang pertama kali keluar pada 4 Juli tahun 1967 dari Majelis Umum PBB no. 2253 yang selanjutnya disusul dengan resolusi-resolusi lainnya silih berganti hingga entitas Zionis Yahudi mencaplok (menggabungkan) secara resmi al Quds Timur ke dalam wilayahnya. Maka Majelis Umum PBB membuat resolusi ES 712 pada 29 Juli tahun 1980 yang didukung mayoritas anggota sebanyak 112 suara melawan 7 suara sementara 24 suara abstain. Resolusi ini menyerukan kepada Zionis Israel menarik diri secara total tanpa syarat dari seluruh wilayah Arab yang mereka duduki termasuk di dalamnya adalah al Quds.

Pada 30 Juli tahun 1980, dengan 14 suara mayoritas dan satu negara abstain yaitu Amerika Serikat, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan tidak sahnya semua langkah yang diambil Zionis Israel merubah realita al Quds, sekaligus menegaskan diakhirinya pendudukan “Israel”. Secara berkesinambungan resolusi-resolusi internasional dikeluarkan hingga sekarang, meski semuanya mengakui hak-hak Palestina, namun semua itu miskin kesungguhan dan kekuatan yang lazim untuk memaksa entitas Zionis Yahudi menghormati resolusi-resolusi internasional tersebut.81

TAMAT

___

Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).

___

Catatan kaki:

74 Lihat: Rafiq al Netsha dan Ismail Baghi, Tarikh Madinah al Quds (Aman: Darul Karmel, 1984) hlm. 94 dan Hanry Katn, Filistin fii Dhau’ al Hak wal ‘Adl (Beirut: 1970) hlm.40

75 Lihat al mausu’ah al filistiniyah 3/522

76 Netsha, Ibid, hlm. 157

77 Seputar masa ini tentang yahudisasi kota al Quds, lihat: al mausu’ah al filistiniyah 3/521 – 527, Ibrahim Abu Jabir dkk. “Issu al Quds dan Masa Depannya dalam al Madkhal fii al Qadhiyah al Filistiniyah (Aman: Markaz Dirasat as Syarqil Awsath, 1997) hlm. 544 – 568 dan harian al Dustur edisi 18 Juli 1997.

78 Seputar asal kepemilihan di al Quds, lihat: Ibrahim Abu Jabir dkk., ibid. hlm. 541 dan 557. Dan Rafiq Netsha, Ibid. hlm. 98.

79 Ada banyak sumber rujukan yang membahas masalah aksi-aksi yahudisasi kawasan al Aqsha dan penggalian-penggalian di bawahnya serta aksi-aksi serangan permusuhan terhadap al Aqsha. Lihat seputar dua paragraph sebelumnya di: Ibrahim Abu Jabir, Ibid. hlm. 564 – 568; al mausu’ah al filistiniyah 3/522 -523. Lihat juga di berita-beria harian seperti di harian al Khalij edisi 13 Februari 2000, edisi 27 Juli 2000, edisi 9 September 2000, edisi 8 dan 17 Januari 2001; al markaz al filistini lil i’lam (http://www.palestine-info.org) tanggal 23 Maret 2000 dan tanggal 2, 6 April 2000.

80 Koran-koran harian meliput peristiwa-peristiwa tersebut, berita-berita pada hari-hari berikutnya dapat dilihat misalnya di harian al Ra’ru dan al Dustur.

81 Seputar al Quds dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), lihat misalnya di al mausu’ah al filistiniyah 3/548 – 553.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Israel Bersiap Bangun Sinagoge di Tengah Kompleks Al-Aqsha

Figure
Organization