Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Kemanakah Gerangan Ia Hari Ini?

Kemanakah Gerangan Ia Hari Ini?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Walaupun seorang Rasul, Muhammad saw. sesungguhnya bukanlah seseorang yang dimanjakan oleh Allah swt. Layaknya manusia yang lain, beliau pun harus berjuang keras, mencurahkan tetesan keringat dan darah dalam mengemban amanat Allah swt. Tak jarang, beliau dicaci, dihina, dan diancam oleh musuh-musushnya dalam memperjuangkan tegaknya kebenaran ajaran Islam. Dan semua itu beliau hadapi dengan lapang dada, tanpa pernah mengeluh barang sebentar pun.

Pernah pada suatu ketika, setiap kali Rasulullah membuka pintu pagi-pagi untuk menjalankan salat Subuh, seonggok kotoran tertumpuk di ambang pintu rumahnya. Kotoran manusia. Rasulullah hanya mengernyit. Pada awalnya beliau sempat terkejut juga. Tapi tidak berapa lama, dengan sabar beliau mengambil air dan segera membersihkan tempat itu. Setelah itu ia pun meneruskan niatnya pergi ke Masjidil Haram yang sempat tertunda. Kejadian itu terus berulang hampir setiap hari.

Di hari-hari tertentu, bahkan bukan setumpuk kotoran manusia yang beliau dapatkan di muka pintu rumahnya, melainkan dua tumpuk besar. Orang pun akan jijik melihatnya. Ternyata besok dan besoknya lagi, kotoran itu makin bertambah tumpukannya.

Namun, sekali lagi itu terjadi, Rasulullah tidak mengeluh. Ia membersihkan saja sendiri semua onggokan bernajis itu. Sampai akhirnya orang jahat yang melakukan perbuatan keji dan tidak beradab itu merasa bosan sendiri dan menghentikan tindakannya menumpuk kotoran manusia di depan pintu rumah Rasulullah saw.

Lepas dari kejadian itu, Rasulullah belum terbebas dari kedengkian dan kejahatan musuh-musushnya. Tiap kali beliau melalui sebuah rumah berloteng dalam perjalanan menuju masjid, selalu dari jendela atas ada seseorang yang menumpahkan air najis ke arahnya. Byur, air itupun seketika mengguyur kepalanya. Basah kuyuplah beliau. Setiap hari, beliau harus menghadapi hal itu.

Rasulullah tidak pernah sekalipun marah. Suatu kali, tatkala beberapa hari sesudah itu tidak ada air najis yang ditumpahkan ke kepalanya dari jendela loteng itu, Rasulullah merasa heran. Maka, ia pun bertanya para sahabat.

“Ya Sahabatku, kemana gerangan orang yang tinggal di loteng atas itu?”

Sahabat itu mengernyitkan dahi tanda keheranan. “Ada apa, ya Rasulullah?” salah seorang dari mereka malah balik bertanya.

Rasulullah menjawab, “Tiap hari biasanya ia selalu memberikan sesuatu kepadaku. Kalian tahu, ia memberiku guyuran air ke kepalaku setiap kali aku lewat hendak ke masjid. Tapi beberapa hari ini tidak. Terus-terang aku jadi bimbang tentang keadaannya.”

Para sahabat saling berpandangan. “Kebimbanganmu tidak keliru, ya Rasulullah. Orang itu sedang sakit keras dan tidak keluar dari biliknya.”

Rasulullah mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Sepulang dsri pertemuannya, beliau segera menemui istrinya. Beliau menyuruhnya untuk menyiapkan makanan. Sang istri tidak banyak bertanya. Ia hanya menuruti saja perintah suami tercintanya. Ia tahu, suaminya pasti akan melakukan suatu kebajikan.

Dan benar saja, tanpa banyak yang tahu, Rasulullah membawa makanan itu ke rumah orang jahat yang tiap hari mengguyurnya dengan air. Ia memang bermaksud menengok keadaan sakitnya dan mendoakan agar cepat sembuh.

Ketika bertemu, tidak kepalang malunya orang itu. Ia sangat terperanjat menerima kedatangan Rasulullah dengan membawa makanan yang lezat-lezat. Padahal tiap hari ia memberikan air najis kepadanya. Orang itu pun amat malu dna menangis-nangis minta maaf.

Dengan lapang dada, Rasulullah memberi maaf. Tidak sedikitpun disinggungnya perbuatan keji yang dilakukan orang itu kepadanya. Apa yang terjadi, orang itu begitu kagum dan simpati kepada ketulusan dan kemuliaan ahlak Rasulullah. Bayangkan, tiap hari ia memperlakukannya dengan tidak beradab, tapi Muhammad begitu saja menerima permintaan maafnya. Seumur hidup ia baru menemukan orang seperti itu. Apalagi dari kalangan kaum lain. Orang itu seketika menyatakan dua kalimat syahadat memeluk Islam.

Suatu hari, Abu Jahal yang sangat jahat kepada Rasul, mengirim utusan. Utusan itu membawa kabar bahwa ia tengah menderita demam hebat. Ia ingin Rasulullah datang silaturahim ke rumahnya sekalian menengoknya.

Sebagai kemenakan yang berbakti, Rasulullah segera bergegas hendak berangkat menuju ke rumah pamannya itu.

Tapi sebenarnya, pemimpin orang musyrik itu tidak sakit. Ia telah menyiapkan lubang di depan pembaringannya yang di atasnya ditutup dengan permadani. Dan di dalam lubang itu telah dipasanginya beberapa tonggak yang runcing-runcing. Maksudnya jelas untuk menjerumuskan Rasulullah saw ke dalamnya.

Ketika terdengar langkah langkah-langkah Rasulullah memasuki kamarnya, tokoh busuk itu cepat-cepat menutupi badannya dengan selimut tebal sambil berpura-pura merintih-rintih. Namun dalam pendengaran Rasulullah, rintihan Abu jahal itu tidak wajar dan berlebih-lebihan, tidak sesuai dengan wajahnya yang tetap cerah dan berwarna merah.

Maka Rasulullah pun tahu bahwa pasti Abu Jahal sedang menyiapkan jebakannya. Karena itu begitu beliau hampir menginjak permadani yang dibawahnya menganga sebuah lubang berisi tonggak-tonggak runcing, beliau segera permisi lagi dan keluar tanpa berkata sepatah pun.

Abu Jahal terkejut. Ia bangun dan memanggil-manggil keponakannya agar mendekat kepadanya. Karena Rasulullah tidak menggubris, Abu Jahal jadi kesal dan geram. Ia bangkit tanpa sadar dan melompat ke permadani hendak mengejar Rasulullah. Ia lupa akan perangkap yang dibuatnya. Akibatnya, tak ampun, ia terjerumus sendiri ke dalam lubang itu dan menderita luka-luka yang cukup parah.

Akhirnya setelah kejadian itu, terpenuhi juga keinginan Abu Jahal ditengok Rasulullah. Sebab setelah terperosok ke lubang itu, ia betul-betul sakit. Rasulullah datang bersilturahmi membawakan makanan-makanan lezat yang diterima Abu jahal dengan muka sangat kecut.

Redaktur:

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (14 votes, average: 9.21 out of 5)
Loading...

Tentang

Mochamad Bugi lahir di Jakarta, 15 Mei 1970. Setelah lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta, ia pernah mengecap pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta, di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosah Islamiyah Al-Hikmah. Sempat belajar bahasa Arab selama musim panas di Universitas Ummul Qura', Mekkah, Arab Saudi. Bapak empat orang anak ini pernah menjadi redaktur Majalah Wanita UMMI sebelum menjadi jabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Politik dan Dakwah SAKSI. Ia juga ikut membidani penerbitan Tabloid Depok Post, Pasarmuslim Free Magazine, Buletin Nida'ul Anwar, dan Majalah Profetik. Jauh sebelumnya ketika masih duduk di bangku SMA, ia menjadi redaktur Buletin Al-Ikhwan. Bugi, yang ikut membidani lahirnya grup pecinta alam Gibraltar Outbound Adventure ini, ikut mengkonsep pendirian Majelis Pesantren dan Ma'had Dakwah Indonesia (MAPADI) dan tercatat sebagai salah seorang pengurus. Ia juga Sekretaris Yayasan Rumah Tafsir Al-Husna, yayasan yang dipimpin oleh Ustadz Amir Faishol Fath.

Lihat Juga

Yak Ta Saweu Aneuk Yatim “Cinta Islam, Cinta Rasul, Cinta Persaudaraan”

Figure
Organization