Topic
Home / Suara Redaksi / Editorial / Jalan Ruhani

Jalan Ruhani

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Allah swt. mengajarkan dalam Al Qur’an agar manusia tidak hidup secara fisiknya saja, melainkan lebih dari itu, ruhaninya harus hidup. Menghidupkan ruhani tidak seperti menghidupkan fisik. Ruhani membutuhkan makanan khusus. Untuk memberikan makan kepada ruhani, manusia tidak bisa mengarang sendiri. Manusia membutuhkan tuntunan wahyu. Akal yang Allah swt. berikan kepada manusia tidak sanggup menyediakan makanan ruhani. Karena itu Allah swt. mengutus nabi-nabi, untuk mengajarkan manusia kebutuhan ruhani tersebut.

Sayangnya, banyak manusia yang terlanjur menjadi materialistis. Mereka lupa kepada ruhaninya. Mereka tidak tahu bahwa dalam dirinya ada ruhani yang harus dipenuhi kebutuhannya. Akibatnya mereka hanya sibuk dengan fisiknya. Siang dan malam berkeja keras hanya untuk mengurus materi: kebutuhan perut dan lain sebagainya. Padahal kapasitas perut sangat terbatas. Paling kayanya manusia tetap juga makan satu piring. Bila dipaksakan perut akan terasa sakit, dan bahkan akan menimbulkan penyakit.

Dalam surah Asy Syams, ayat 9-10 Allah swt. berfirman: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”

Jiwa adalah unsur ruhani. Perhatikan ayat ini betapa Allah swt. seringkali menggunkan kata an nafs (jiwa) dalam Al Qur’an dalam menggambarkan kebahagiaan. Bahwa kebahagiaan hakiki tidak terdapat dalam gemerlap harta. Bahwa bersih tidaknya jiwa atau ruhani sangat menentukan kebahgaiaan. Silahkan cari dibalik segala kesenangan nafsu, anda tidak akan pernah mencapai kebahagiaan. Silahkan kejar kekayaan yang paling maksimal, itu tidak akan pernah memberikan kebahagiaan. Banyak peristiwa membuktikan bahwa justru orang-orang semakin menderita ketika mencapai puncak kekayaannya.

Allah swt. yang menciptakan manusia, Dialah yang mengetahui kebutuhan hakiki manusia. Karena itu Allah swt. sediakan sarana ruhani berupa ibadah shalat menimal lima kali sehari. Shalat merupakan barometer semua ibadah. Dikatakan baromiter karena bila shalat seseorang baik, pasti ibadah yang lain akan baik. Tidak mungkin orang yang shalatnya baik, zakat, puasa dan hajinya tidak baik. Tidak mungkin orang yang shalatnya baik, akhlaknya tidak baik. Bila ada orang shalat, sementara akhlaknya tidak baik, itu pasti shalatnya tidak baik. Allah berfirman: “Innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaa’ wal mungkar (sesungguhnya shalat pasti akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar)” Al Ankabuut:45.

Karena itu Rasulullah saw. bersabda: “Bahwa yang pertama kali kelak akan dihisab dari seorang hamba di hari Kiamat adalah shalatnya.”

Mengapa shalat? Sebab shalat merupakan bukti kejujuran iman. Karena itu dalam banyak ayat Allah saw. selalu menekankan bahwa shalat yang diinginkan bukan sekedar shalat, melainkan shalat yang berkualitas. Kalau hanya sekedar shalat itu tidak akan mengantarkan kepada hakikat kepribadian seorang muslim sejati. Karena itu, kita sering menemukan banyak orang muslim yang shalat, tetapi tidak takut berbuat zina, korupsi dan lain sebagainya? Bahkan dengan terang-terangan menentang ajaran Allah swt. Benarkan shalat yang ia lakukan jujur? Tetapi mengapa kemaksiatan terus ia kaukan? Apakah firman Allah swt. salah ketika menegaskan bahwa, “Shalat pasti mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Atau shalatnya yang salah? Ia pura-pura shalat? Secara pasti Allah tidak mungkin salah berfirman. Dengan demikian ketika ada seorang yang shalat, tetapi terus berbuat maksiat, berarti shalatnya yang tidak jujur. Iti hanya shalat asal-asalan.

Karena itu Allah swt. mengancam orang yang shalatnya asal-asalan. Dalam surah Al Ma’uun Allah swt. berfirman: “Fawailul lilmushalliin. alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun (masuk neraka orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dalam shlatanya).” Perhatikan kata saahuun dalam ayat di atas. Syaikh Ibn Asyuur mengatakan bahwa itu menunjukkan orang yang melaksanakan shalat tetapi dengan maksud riya’. Artinya sekedar formalitas ritual atau sekedar memenuhi kewajiban dan tidak mengharapkan pahala dari Allah swt. Akibatnya ia hanya shalat secara fisik saja. Ruhaninya kosong. Karena itu, shalat tersebut tidak memberikan dampak apa-apa dalam dirinya. Ia shalat, tetapi tetap tidak menemukan kebahagiaan. Ia shalat tetapi tetap suka melakukan dosa-dosa. Inilah model manusia yang oleh Allah swt. dikatakan sebagai alladziina hum ‘an shalaatihin saahuun.

Kata “saahuun” artinya lalai. Lalai karena ia tidak tahu apa yang harus dilakukan di luar shalat. Lalai karena hanya memahami shalat sebatas ritual. Lalai karena mamaknai shalat secara sempit, sehingga ruang lingkup tunduk kepada Allah swt. hanya di masjid saja, sementara di luar masjid merasa tidak perlu mentaati Allah swt. Akal yang mana yang mengatakan bahwa tunduk kepada Allah swt. cukup hanya dengan formalitas ritual saja? Nabi yang mana yang mencontohkan bahwa mentaati Allah hanya cukup dalam shalat saja, di masjid saja? Wallahu a’lam bishshawab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (11 votes, average: 9.91 out of 5)
Loading...
Lahir di Madura,15 Februari 1967. Setelah tamat Pondok Pesantren Al Amien, belajar di International Islamic University Islamabad IIUI dari S1 sampai S3 jurusan Tafsir Al Qur�an. Pernah beberapa tahun menjadi dosen tafsir di IIUI. Juga pernah menjadi dosen pasca sarjana bidang tafsir Al Qur�an di Fatimah Jinah Women University Rawalpindi Pakistan. Akhir-akhir ini sekembalinya ke Indonesia, menjadi dosen sastra Arab di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta. Lalu menjadi dosen Tafsir sampai sekarang di Sekolah Tinggi Al Hikmah Jakarta. Selebihnya beberapa kali di undang untuk mengisi Seminar, konfrensi dan ceramah di tengah komunitas muslim di beberapa kota besar Amerika Utara (Washington, New York, Houston, Los Angles, Chicago, Denver). Beberapa kajian tafisir rutin yang diasuh di perkantoran Jakarta antara laian di: Indosat, Conoco Philips, Elnusa, Indonesian Power, PLN Gambir. Agenda Kajian Tafsir Dzuhur: Senin (setiap pekan ) : Masjid Baitul Hikmah Elnusa Selasa 1 : Masjid Bank Syariah Manidiri Pusat Selasa 2&4: Masjid Indosat Pusat Selasa 3 : Masjid Hotel Sultan Rabu 1 : Masjid Indonesian Power Pusat Rabu 3 : Masjid PLN Gambir Kamis (setiap pekan) : Masjid Miftahul Jannah Ratu Prabu 2 (Conoco Philiphs) Agenda Pengajian Tafsir Dan Hadits lainnya: Sabtu 1&2 (Sesudah Subuh) : Masjid Az Zahra Gudang Peluru Ahad 2 (Sesudah Subuh) : Masjid An Nur (Perdatam) Senin ( Jam 14:30-20.00) :Sekolah Tinggi Al Hikmah Jakarta Selasa (Jam 14:00-15:30 : Majlis Ta�lim Amanah Dault (Kedian Menpora Adiaksa Dault, Belakang STEKPI, Kalibata). Rabu: 1&2 (Setelah Maghrib) : Masjid Az Zahra Gudang Peluru Kamis (Setiap Pekan, setelah Maghrib) : Masjid Bailtul Hakim, Diskum Kebon Nanas.

Lihat Juga

Keimanan Adalah Keberpihakan

Figure
Organization