Topic
Home / Berita / Geliat Ramadhan di Vienna Islamic Center

Geliat Ramadhan di Vienna Islamic Center

dakwatuna.com – Wina Austria yang baru menjadi tuan rumah final perhelatan akbar EURO 2008 termasuk 10 negara terkaya di dunia. Keindahan alam flora yang senantiasa dipelihara, ditambah keberadaan bangunan tua yang indah di pusat kota ’zentrum’ yang terdiri dari bangunan parlemen, museum, taman nasional, bangunan opera, monumen ’mozart’ yang terkenal dan gedung bersejarah lainnya menjadi faktor kenyamanan tersendiri tinggal di Wina. Keteraturan tata letak kota dan sarana transportasi yang memadai dengan harga sangat terjangkau menjadikan wina merupakan destinasi pavorit para wisatawan mancanegara di musim panas mereka. Belum lagi, beberapa organisasi dunia berkantor di kota ini, seperti UN, OPEC dan lain sebagainya. Persoalan daur ulang sampah di negeri ini merupakan yang terbaik di dunia. Sampah-sampah didaur ulang menjadi sumber energi panas yang sama sekali tidak menyisakan bau tidak sedap yang menyengat dan mengganggu pemandangan kota.

Sesuai dengan namanya, wina juga terkenal dengan minuman wine yang berasal dari anggur yang menjadi kebanggaan petani Austria. Para petani disini merupakan kelompok warga ’berada’ dengan ribuan hektar kebun anggur yang dapat disaksikan terhampar luas sepanjang perjalanan menuju perkampungan di Wina. Memang masalah pertanian mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Bahkan pengolahan pertanaian disini sudah menggunakan alat teknologi canggih yang cukup dilakukan oleh satu orang untuk mengelola sekian hektar lahan pertanian. Dan yang luar biasa, bahwa alat yang berharga puluhan juta tersebut dimiliki secara individu oleh para petani.

Hal yang menarik bahwa di negara sosialis Eropa Barat ini kebebasan beragama cukup terjamin. Persoalan keagamaan mendapat perhatian serius di negara sosialis ini, sebagai contoh bahwa pelajaran keagamaan diajarkan di sekolah pemerintah, termasuk pelajaran agama Islam yang diajarkan oleh guru keturunan Turki. Di negara ini, Islam adalah agama ketiga terbesar dengan presentase 4,2 % yang berjumlah sekitar 344, 391 orang setelah agama Katolik dan Protestant. Meskipun menjadi agama ketiga, tetapi geliat dan semangat menjalankan ajaran agama Islam di Wina cukup tinggi, hal ini terlihat dari semarak dan berjubelnya warga muslim dari beragam etnis untuk menjalankan shalat tarawih, shalat jum’at dan tadarus Al-Qur’an di masjid-masjid yang cukup menampung mereka. Berbeda dengan keadaan gereja yang menghiasa seantero Wina dengan model bangunan tua nan megah justru sepi dari pengunjung dan semakin ditinggalkan oleh penganutnya. Menurut warga Austria, mereka lebih baik menjadi “Atheis” daripada terkungkung oleh aturan gereja dan pajak yang harus mereka bayar yang kadang memberatkan.

Membangun masjid bukan persoalan di negeri anggur ini. Paling tidak terdapat 8-9 masjid menghiasi kota Wina. Yang paling megah dan menjadi sentral kegiatan keislaman disini adalah Masjid Islamic Center Vienna yang merupakan sumbangan Raja Faishal bin Abdul Aziz, Raja Saudi Arabia. Masjid ini merupakan masjid yang paling representatif karena bentuk tampilan bangunannya adalah masjid, tidak seperti masjid-masjid yang lain yang tampak dari luar hanya berupa bangunan apartemen yang didesain untuk kegiatan beribadah. Masjid-masjid di Wina umumnya dibangun oleh komunitas tertentu untuk sarana beribadah dan silaturahim diantara mereka, namun tetap terbuka untuk komunitas manapun yang akan menjalankan ibadah shalat. Sebagai contoh misalnya, Masjid Telfs, Masjid Rashid yang didirikan oleh komunitas Muslim Ghana dan Nigeria, Masjid Bad Voslau dan Masjid Ridvan yang dibangun oleh komunitas muslim Turki. Demikian juga Masjid Syura yang diimami langsung oleh imam dari Palestina yang bernama Syekh Ibrami Adnani, yang biasanya dilanjutkan dengan kajian tafsir berbahasa Arab. Peserta atau jama’ah kebanyakannya warga Arab atau jama’ah yang bisa berbahasa Arab.

Secara historis, Kebanyakan orang Muslim datang ke Austria setelah tahun 1960 sebagai “pekerja tamu” dari Turki, Bosnia dan Herzegovina serta Serbia. Ada juga mereka yang berasal dari keturunan Arab dan Pakistan. Keberadaan warga Turki muslim khususnya di Wina sangat membantu dalam hal menyediakan makanan dan minuman yang halal. Daging sapi, ayam dan kambing mudah didapatkan dari mereka. Bahkan justru pasar-pasar Turki lebih padat dikunjungi oleh mereka yang akan membeli belah untuk kebutuhan makan sehari-hari daripada pasar-pasar yang dikelola oleh warga Austria. Jangan tanya tentang restoran Kebab Turki yang menjadi menu pavorit warga muslim di Wina.

Seperti umumnya di bulan Ramadhan, kegiatan keagamaan terlihat cukup semarak di beberapa masjid, terutama di masjid Islamic Center yang berada cukup strategis di pinggiran sungai tempat beristirahat dan berjemur orang bule di musim panas. Di masjid ini, disediakan makanan berbuka puasa dan diadakan sholat berjama’ah lima waktu, termasuk shalat tarawih dan shalat Idul Fithri yang diimami langsung oleh seorang salah Syekh dari Arab. Yang unik, bahwa di masjid ini diadakan dua bentuk shalat tarawaih, yaitu di lantas atas untuk mereka yang shalat tarawih plus witir 11 rakaat dan di lantai bawah untuk mereka yang shalat tarawih plus witir 23 rakaat yang notabene dihadiri oleh mayoritas warga muslim Turki. Perbedaan shalat ini tidak menjadi pintu konflik antar beragam etnik muslim di Austria, namun justru menjadi sarana perekat dan toleran dianatara mereka. Umumnya warga muslim Indonesia lebih memilih shalat di lantai atas.

Kajian keislaman dan seminar juga kerap diadakan di masjid ini seperti kajian tentang ’I’jazul Qur’an Al-Ilmiy’ yang disampaikan secara berkala setiap pekan oleh DR. Abdullah Al-Mushlih dari Liga Muslim Dunia (Muslim Muslim League) yang bermarkaz di Mekkah al-Mukarramah, Saudi Arabia. Demikian juga kajian ba’da tarawih tentang tafsir maupun akidah yang menggunakan bahasa Arab. Tidak ketinggalan pengislaman warga Austria diadakan di masjid ini sebagai simbol pemersatu umat muslim di Austria.
Khusus untuk warga muslim Indonesia, keberadaan Masjid Islamic Center Wina memberi arti tersendiri. Masjid ini dijadikan sebagai kiblat penentuan awal dan akhir Ramadhan, demikian juga dalam konteks beribadah, kebanyakan mengacu kepada tatacara beribadah di masjid ini, baik shalat tarawih, shalat jum’at dan sebagainya.

Setiap jum’at warga muslim Indonesia yang terdiri dari Staff KBRI, diplomat, pekerja professional dari UN, OPEC, Badan Atom International dan mahasiswa akan memadati masjid ini untuk melepas rindu dengan masjid dan bersilaturahim diantara mereka yang mungkin sukar ketemu kecuali saat bersama beribadah di masjid ini. Sungguh suatu pandangan menarik apalagi keberadaan masjid ini tepat di tepi sungai ‘Donau’ yang membentang melingkari Austria dan pusat kantor badan internasional termasuk United Nation.

Redaktur:

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (3 votes, average: 9.33 out of 5)
Loading...
Pria kelahiran Cirebon ini berlatar belakang pendidikan dari Pondok Modern Gontor, Jawa Timur. Setelah itu melanjutkan pendidikan ke S1 di Islamic University, Madinah KSA, S2 di Universitas Kebangsaan Malaysia, dan S3 di universitas yang sama. Saat ini bekerja sebagai dosen di Pasca Sarjana STAIN Cirebon, UIJ, SEBI, dan Ma'had Nuaimy. Aktif di Sie Rohani Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) UKM Malaysia. Amanah yang diemban saat ini adalah sebagai Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Muslim Indonesia (FORKOMMI) di Malaysia, dan sebagai ketua Ikatan Da'i Indonesia (IKADI) DKI Jakarta. Produktif dalam menghasilkan beberapa karya, di antaranya Al Qur'an Edisi Do'a, buku Studi Tafsir Al-Munir Karya Imam Nawawi Banten, dan buku Puncak Keberkatan Rizki Tersekat (Edisi Malaysia). Selain itu juga aktif sebagai kontributor tetap pada Kolom Tafsir di Majalah Al-Iman (bil Ghoib), dan sebagai kontributor tetap pada rubrik Tarbiyah di Majalah Tatsqif. Moto hidupnya adalah "Terus belajar, bekerja, dan berjuang untuk ummat".

Lihat Juga

Muhammad Jadi Nama Paling Populer di Berlin dan Sejumlah Kota di Eropa

Figure
Organization