Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Fiqih Islam / Apakah Rajab Bulan Allah?

Apakah Rajab Bulan Allah?

dakwatuna.com – Tulisan ini merupakan jawaban Dr. Yusuf Al Qaradhawi yang menanyakan tentang hadits keutamaan bulan Rajab, dan bagaimana hukumnya menyebar luaskan hadits palsu?.

Berikut jawaban beliau. Tidak ada riwayat yang sahih tentang bulan Rajab, kecuali bahwa bulan Rajab merupakan bulan-bulan Haram atau mulia, sebagaimana firman Allah swt dalam surat At Taubah:36 “Di antara dua belas bulan itu, ada empat bulan mulia”, yaitu bulan Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram.

Tidak ada hadits sahih yang meriwayatkan tentang keutamaan Rajab, kecuali hadits yang derajatnya “Hasan”, bahwa Rasulullah saw. tiada lebih banyak melakukan shaum kecuali pada bulan Sya’ban. Ketika Rasulullah saw. ditanya kenapa demikian?. Beliau menjawab:

: أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يصوم أكثر ما يصوم في شعبان، فلما سئل عن ذلك قال: أنه شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان.

“Sya’ban adalah bulan yang dilupakan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan.”

Dari keterangan hadits ini, dipahami bahwa bulan Rajab mempunyai keutamaan.

Adapun hadits:

“رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي”

“Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadhan bulan umatku.” Hadits ini adalah hadits munkar dan hadits lemah sekali, bahkan banyak dikalangan ulama yang mengatakan hadits ini ma’dhu’, alias hadits palsu yang tidak bisa diterima. Tidak ada nilai ilmiyahnya juga tidak ada nilai agamanya.

Hadits-hadits lain yang menerangkan keutamaan bulan Rajab, juga demikian. Seperti “Barangsiapa yang shalat demikian, baginya pahala sekian. Barangsiapa beristighfar sekian baginya pahala sekian”… ini semua sangat berlebihan dan semuanya tidak bisa diterima.

Di antara tanda hadits ini bohong, palsu adalah: “Sangat berlebihan dalam pahala atau ancaman.” Ulama berpendapat, “Bahwa janji mendapatkan pahala besar atas perintah yang remeh, atau ancaman dahsyat terhadap dosa kecil, adalah tanda bahwa hadits itu bohong atau makdzub.”

Contohnya, hadits yang sering diucapkan banyak orang,

“لقمة في بطن جائع خير من بناء ألف جامع”

“Sesuap nasi untuk orang yang kelaparan, lebih baik dari pada membangun seribu masjid jami’.” Hadits ini artinya sendiri sudah mengindikasikan kebohongan, karena tidak masuk akal. Bahwa sesuap nasi untuk orang yang lapar pahalanya lebih besar dari pahala orang yang membangun seribu masjid jami’.

Hadits-hadits yang menerangkan keutamaan bulan Rajab seperti dalam katagori ini…. oleh karena itu bagi setiap muballigh, pencermah, da’i dan ustadz untuk lebih hati-hati dalam menyitir hadits-hadits ma’dhu’ atau palsu dan menjelaskan kepada umatnya bahaya menggunakan hadits-hadits seperti ini… karena,

“من حدث بحديث يرى أنه كذب فهو أحد الكاذبين”

“Barangsiapa menyampaikan sebuah hadits padahal ia melihat hadits itu hadits bohong, maka ia bagian dari kelompok orang-orang yang pembohong.”

Namun, kadang ada orang yang tidak mengetahui bahwa hadits-hadits itu hadits maudhu’, maka ia wajib belajar dan menggali lagi hadits itu. Hendaknya ia berusaha untuk mengetahui sumbernya.

Sudah banyak kitab-kitab yang bisa dipercaya yang mengklasifikasikan derajat hadits. Ada kitab-kitab yang membahas khusus hadits-hadits dha’if atau lemah dan hadits maudhu’ atau palsu, seperti “Al Maqashid Al Hasanah” karya As Sakhawi. “Tamyizut thayyib minal khabits lima yaduru ‘ala alsinatin naas minal hadits” karya Ibnu Ad Daibi’. “Kasyful khafa wal ilbas fima isytahara minal ahadits ‘ala alsinatin naas” karya Al ‘Ajluni… banyak kitab-kitab lain yang hendaknya diketahui para khatib… mengetahui dengan sebaik-baiknya, sehingga mereka tidak meriwayatkan hadits, kecuali hadits itu bisa dipercaya. Karena perilaku inilah yang menciderai pemikiran dan wawasan Islam, yaitu tersebarnya hadits-hadits palsu yang sering disampaikan dalam khutbah, di buku-buku dan dikalangan lisan banyak orang. Padahal hakikatnya hadits ini bohong dan merendahkan agama.

Oleh karena itu, hendaknya kita menjaga dan membersihkan pemikiran dan wawasan Islam dari jenis hadits seperti ini.

Dan semoga Allah swt merahmati para ulama, ustadz, da’i dan siapa saja yang mengenalkan kepada orang lain, mana yang orisinil, mana yang bisa diterima, mana yang ditolak.

Bagi kita, hendaknya mau menerima riwayat yang sahih dan menjelaskan kepada orang lain. Mau meninggalkan yang palsu, karena hakekat agama ini telah sangat sempurna. Dan cukuplah kalau kita melaksanakan hadits yang sahih. Tidak mencari-cari hadits yang palsu.

Semoga Allah swt. senantiasa memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. (ut)

Redaktur: Ulis Tofa, Lc

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (40 votes, average: 7.03 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization