Topic
Home / Narasi Islam / Hidayah / Direktur Itu Bersyahadat

Direktur Itu Bersyahadat

dakwatuna.com – New York. Ketika pertama kali mengikuti kelas the Islamic Forum, wanita ini cukup menyebalkan sebagian peserta. Pasalnya, orangnya seringkali tertawa lepas, bersuara keras dan terkadang dalam mengekpresikan dirinya secara blak-blakan. Bahkan tidak jarang di tengah-tengah keseriusan belajar atau berdiskusi dia tertawa terbahak. Hal ini tentunya bagi sebagian peserta dianggap kurang sopan.

Theresa, demikian dia mengenalkan dirinya, sangat kritis dan agresif dalam menyampaikan pandangan-pandangannya. From what I learned I do believe Islam is the best religion, katanya suatu ketika. but why women can not express themselves freely as men?, lanjutnya. Dalam sebuah diskusi tentang takdir dan bencana alam, tiba-tiba Theresa menyelah wait..wait what? I don think God will allow people to suffer.

Ternyata maksud Theresa adalah bahwa Allah itu Maha Penyayang dan tidak mungkin
akan menjadikan hamba-hamba-Nya menderita. Dia menjelaskan bahwa tidak mungkin
bisa disatukan antara sifat Allah Yang Maha Pemurah dan penyayang dan bencana dalam yang terjadi di berbagai tempat.

Biasanya saya memang tidak terlalu merespon secara serius terhadap pertanyaan atau pernyataan si Theresa tersebut. Saya tahu bahwa dia memang memiliki kepribadian yang lugas dan apa adanya, dan sangat cenderung untuk merasionalisasi segala hal. Belakangan saya tahu bahwa Theresa dengan nama akhir (last name) Gordon, ternyata adalah direktur sebuah rumah sakit swasta di Manhattan. Kedudukannya itu menjadikannya cukup percaya diri dan berani dalam mengekspresikan dirinya.

Namun dalam tiga minggu sebelum Ramadan lalu, terjadi perubahan drastis pada sikap dan cara bertutur kata Theresa. Kalau biasanya tertawa terbahak apa adanya, dan bahkan tidak ragu-ragu memotong pembicaraan atau penjelasan-penjelasan saya dalam diskusi-diskusi di kelas, kini dia nampak lebih kalem dan sopan.

Hingga suatu ketika dia bertanya: Is it true that Islam does not allow the women to laugh loudly? Saya mencoba menjelaskan kepadanya: It depends on its context jawabku. Some women or people laugh loudly for no reasons but an expression of bad attitude. But some others do laugh because that is their nature, jelasku. Maksud saya dalam penjelasan tersebut, jangan-jangan Theresa sering tertawa keras dan apa adanya memang karena tabiatnya. Bukan karena perilaku yang salah. Kalau memang itu sudah menjadi bagian dari tabiatnya, tentu tidak mudah merubahanya. Sehingga kalau saya terfokus kepada masalah ketawa, jangan-jangan dia terpental dan lari dari keinginannya untuk belajar Islam.

Suatu hari Theresa meminta waktu kepada saya setelah kelas. Menurutnya ada sesuatu yang ingin didiskusikan. Setelah kelas usai saya tetap di tempat bersama Theresa. I am sorry Imam katanya. Why and what is the reason for the apology?, tanyaku. I think Ive been impolite in the class in the past, katanya seraya menunduk. Sister Theresa, I have been teaching in this class for almost 7 years. Alhamdulillah, Ive received many people with many backgrounds. Some people are very quite and some others are the opposite, jelasku. But I always keep in mind that people have different ways of understanding things and different ways of expressing things, lanjutku.

Saya kemudian menjelaskan kepadanya karakter manusia dengan merujuk kepada para sahabat sebagai contoh. Di antara sahabat-sahabat agung Rasulullah SAW ada Abu Bakar yang lembut dan bijak, tapi juga ada Umar yang tegas dan penuh semangat. Ada Utsman yang juga lembut dan sangat bersikap dewasa, tapi juga ada Ali yang muda tapi tajam dalam pandangan-pandangannya. Even between themselves, they often involved in serious disagreement, kataku. Tapi mereka saling mamahami dan saling menghormati dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada. Do you think I will be able to change?, tanyanya lagi. Saya berusaha menjelaskan bahwa memang ada hal-hal yang perlu dirubah dari cara bersikap dan bertutur kata, dan itu adalah bagian esensial dari ajaran agama Islam.

Tapi di sisi lain, saya ingin menyampaikan bahwa dalam melakukan semua hal dalam Islam harus ada pertimbangan prioritas. I am sure, one day when you decide to be a Muslim, you will do so, motivasi saya. But dont expect to change in one day, lanjutku.
Hampir sejam kami berdialog dengan Theresa. Ternyata umurnya sudah mencapai kepala 4. Bahkan Theresa adalah seorang janda beranak satu wanita dan sudah menginjak remaja.

Hari-hari Theresa memang sibuk Sebagai direktur rumah sakit di kota besar seperti Manhattan, tentu memerlukan kerja keras dan pengabdian yang besar. Tapi hal itu tidak menjadikan Theresa surut dari belajar Islam. Setiap hari Sabtu pasti disempatkan datang walaupun terlambat atau hanya untuk sebagian waktu belajar.

Sekitar dua minggu sebelum Idul Adha, Theresa datang ke kelas sedikit lebih awal dan nampak berpakaian rapih. Selama ini biasanya berkerudung untuk sekedar memenuhi peraturan mesjid, tapi hari itu nampak berpakaian Muslimah dengan rapih. You know what, Ive decided to convert, katanya memulai percakapan pagi itu. Alhamdulillah. You did not decide it Sister!, kataku. When some one decides to accept Islam, its Gods decision, jelasku. Beberapa saat kemudian beberapa peserta memasuki ruangan. Saya menyampaikan kepada mereka bahwa ada berita gembira. A good news, Theresa have decided to be a Muslim today.

Hampir saja semua peserta yang rata-rata wanita itu berpaling ke Theresa dan menyalaminya. So the big lady will be a Muslim?, kata salah seorang peserta. Memang Theresa digelari big lady karenanya sedikit gemuk.

Menjelang shalat Dhuhur, saya meminta Theresa untuk mengambil air wudhu. Sambil menunggu adzan Dhuhur, saya kembali menjelaskan dasar-dasar Islam secara singkat serta beberapa nasehat kepadanya. Saya juga berpesan agar kiranya Theresa dapat menggunakan posisinya sebagai direktur rumah sakit untuk kepentingan Islam. Insha Allah!, katanya singkat.

Setelah adzan dikumandangkan saya minta Theresa untuk datang ke ruang utama masjid. Di hadapan ratusan jamaah, Theresa mempersaksikan Islamnya:
Laa ilaaha illa Allah-Muhammadan Rasul Allah. Allahu Akbar!

Redaktur:

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (49 votes, average: 9.73 out of 5)
Loading...

Lahir 5 Oktober 1967. Setelah menyelesaikan SD di salah satu kampung terpencil di Sul-Sel, oleh orang tuanya dimasukkan ke Pondok Pesantren Muhammadiyah "Darul-Arqam" Makasar. Setelah Tamat dari pesantren 1987, Syamsi Ali mengabdikan diri sebagai staf pengajar di almamaternya hingga akhir 1988 di saat mendapat tawaran beasiswa dari Rabithah Alam Islami untuk melanjtkan studinya pada the International Islamic University, Islamabad, Pakistan. Tahun 1992 S1 dalam bidang Tafsir. Dilanjutkan pada universitas yang sama dan menyelesaikan S2 dalam bidang Perbandingan Agama pada tahnu 1994.

Selama studi S2 di Pakistan, Syamsi Ali juga bekerja sebagai staf pengajar pada sekolah Saudi Red Crescent Society di Islamabad. Dari sekolah itulah kemudian mendapat tawaran untuk mengajar pada the Islamic Education Foundation Jeddah, Saudi Arabia di awal 1995.

Pada musim haji tahun 1996, Syamsi Ali mendapat amanah untuk berceramah di Konsulat Jenderal RI Jeddah Saudi Arabia. Dari sanalah bertemu dengan beberapa haji luar negeri, termasuk Dubes RI untuk PBB, yang sekaligus menawarkan kepadanya untuk datang ke New York, AS. Tanpa menyia-nyiakan, Syamsi Ali berhasil ke New York di awal tahun 1997.

Di New York inilah kiprahnya semakin luas. Selain menjadi pengasuh masyarakat Muslim di New York dan di AS pada umumnya, dengan menghadiri berbagai undangan ke berbagai kota di AS, Syamsi juga aktif melakukan ceramah ke berbagai kalangan lainnya, Muslim maupun non Muslim. Setelah tragedy 11 September silam, Syamsi semakin sibuk memenuhi undangan untuk menjelaskan Islam ke berbagai kalangan, termasuk mewakili umat Islam dalam Memorial Service dengan tema: "Pray for America" bersama seluruh pemimpin agama se Amerika. Syamsi juga mewakili umat Islam AS mendampingi Bush pada saat kunjungannya setelah tragedy 11 September 2001 lalu.

Syamsi Ali juga aktif mengkoordinir berbagai kegiatan antar komunitas Muslim. Sebagai contoh, mendirikan Imams Council of NYC bersama tokoh-tokoh Muslim di kota New York tahun 1998 lalu. Syamsi juga mengetahui Muslim Parade di kota New York sejak tahun 1998 hingga kini.

Ditengah-tengah kesibukannya sebagai aktifis Muslim sekaligus staf Perwakilan RI untuk PBB New York, Syamsi Ali masih menyempatkan untuk melanjutkan studi pada the Graduate Center of NYU dalam bidang ilmu politik.

Syamsi beristerikan Muthiah Malik, dan kini dikarunia 3 anak; Maryam Zakiyah 9 tahun (lahir di Pakistan), Utsman Afifi 6 tahun (lahir di Saudi) dan Adnan Osama (lahir di New York)

Lihat Juga

Rawan Imigran, Trump Kirim Ribuan Tentara ke Perbatasan

Figure
Organization