Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Tazkiyatun Nufus / Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Bendera Merah Putihdakwatuna.com – Enam puluh dua tahun yang lalu, tepatnya di hari suci, hari Jum’at dan di bulan suci, bulan Ramadhan, persis tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang nota bane kaum muslimin, berjuang sabilillah melawan penjajah, dibawah teriakan takbir mereka melawan kaum kuffar, dibawah bendera laa ilaaha illa Allah mereka berkorban jiwa dan raga, banyak dari mereka yang menjadi syuhada’. Sehingga Allah swt memberikan nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini.

Umat Islam yang berjumlah mayoritas di negeri ini sudah seharusnya mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Mensyukuri kedaulatan dengan pembangunan dan persatuan. Ini menjadi bukti penghargaan kepada para pendahulu bangsa ini, sekaligus agar Allah swt menambah nikmat-nikmatnya kepada bangsa ini. Bukankah Allah swt pasti menambah nikmat-Nya bagi siapa saja yang bersyukur?

Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita mengisi kemerdekaan? Bagaimana mensyukuri nikmat kepemimpinan?

Dengan tegas Allah swt telah memberi arahan kepada bangsa ini bagaimana seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat kepemimpinan. Allah swt berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41:

”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan, bisa dalam konteks kepemimpinan nasional, daerah, atau konteks yang lebih sempit seperti menjadi pemimpin dalam perusahaan. Nah, ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan atau melaksanakan amanah kepemimpinan ini:

Pertama, Iqamatus Shalah, mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlakul karimah.

Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Seorang penyair Mesir, Syauqi berpetuah:

”Sesungguhnya eksistensi suatu bangsa ditentukan oleh moralitas dan akhlakul karimah, jika moralitas menjadi panglima maka jayalah bangsa itu, sebaliknya, jika moralitas rendah, maka tunggulah kehancurannya”.

Nah, kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan keta’atan kepada Allah swt. Shalat merupakan mi’rajul mukmin, jalinan langsung seorang mukmin dengan Tuhannya, disinilah qalbu menjadi luluh, pikiran menjadi terjernihkan dan tak jarang mata berderai. Ketika itu, kepribadian seseorang akan menjadi lembut, santun dan cenderung pada kebaikan, serta benci pada penyimpangan. Inilah rahasia firman Allah swt. ”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. QS. Al Ankabut: 45.

Shalat juga menjadi barometer sukses tidaknya seseorang di akhirat kelak, sebab pertama kali yang akan dihisab dari setiap manusia nanti adalah amaliyah shalat. Jika shalatnya baik, otomatis semua amalan yang lain akan dinilai baik, sebaliknya jika kualitas shalatnya buruk, maka dengan sendirinya seluruh perbuatannya dianggap buruk. Wal iyadzu billah. HR. Al Hakim.

Shalat juga suatu perintah yang diakhir hayat Rasulullah diwasiatkan pada umatnya agar jangan sampai meninggalkannya, Rasulullah berujar: Ash Shalah… Ash Shalah.

Pertanyaannya adalah: Shalat yang bagaimana yang dikehendaki oleh agama? Tentunya shalat yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan rukunnya, dibarengi dengan memahami bacaan dan do’a yang dilantunkannya serta ditunaikan dengan khusyu’. Tidak sekedar gerakan hampa dan ucapan kosong tanpa makna. Disinilah pentingnya umat Islam kembali mengkaji fiqih ibadah shalat dan mempraktekkannya.

Ayat ini juga menggunakan redaksi jama’ ”aqamush shalah” yang artinya banyak, yaitu dilaksanakan dengan berjama’ah di masjid. Makanya ketika Rasulullah saw ditanya oleh salah satu sahabatnya, amalan apa yang paling dicintai Allah swt? Rasulullah saw menjawab: ”Ash Shaltu ’ala waqtiha, shalat tepat waktu”. HR. Bukhari.

Shalat tepat waktu berjama’ah di masjid juga menjadi cermin syi’ar dan kekuatan umat Islam.

Dengan pelaksanaan shalat yang berkualitas seperti ini, moralitas tidaklah menjadi mimpi dan otopia belaka yang sulit diwujudkan.

Kedua, Iitauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial.

Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah ruhani dan akhihrat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran dibanyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah berzakat.

Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan pendapatan atau harta kita dari yang tidak halal atau yang masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga sebagai simbol kepedulian seseorang kepada sesama.

Dalam konteks institusi, zakat dan kepedulian sosial ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang memihak kepada rakyat dan program-program yang berorientasi pada kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan. Bukan untuk suatu kelompok dan golongan tertentu. Sehingga kesejahteraan milik semua dan merata.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum.

Kecenderungan kekuasaan adalah mendorong pelakunya untuk menyimpang dan menyalah gunakan jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, fir’aun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol dari masyarakatnya.

Dalam kehidupan bernegara, oposisi itu dibenarkan oleh Islam, jika dalam rangka konstruktif dan kompetisi yang sehat dalam kebaikan.

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, peran kontrol sosial mejadi sangat mendesak dilaksanakan, sehingga mampu mengerem banyaknya kemaksiatan dan penyimpangan agama.

Tingakatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi para du’at atau siapapun yang bisa memberikan nasehat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.

Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw, ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah, penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Subhanallah, seseorang sama dimata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.

Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah swt semata.

Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada kehendak Allah swt. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia. Dan Allah swt pasti menepati janji-Nya, yaitu akan menolong orang yang mengikuti kehendak-Nya. Allah swt berfirman:

”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” QS. Ali Imran : 159.

Disini, manusia tidak perlu menyombongkan diri karena kecerdasan, kecanggihan perlengkapan atau bahkan banyaknya pendukung. Merasa semua bisa diatur, tanpa menyertakan Allah swt.

Manusia tidaklah apa-apa tanpa lindungan Allah swt. Buktinya, sampai sekarang kasus Lapindo belum terselesaikan, bola beton itu pun tidak bisa menyumbat keluarnya lumpur yang kian deras. Gempa bumi, banjir, longsor dan lain sebagainya yang bersal dari kehendak Allah swt, manusia tidak bisa menghindarinya.

Sungguh, manusia kecil tiada berarti jika dibandingkan dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu segala persoalan sudah seharusnya disandarkan pada Allah swt.

Enam puluh dua tahun Indonesia merdeka tidaklah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata manusia. Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati kemerdekaan tidak sekedar perayaan serimonial saja, tidak sekedar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekedar aneka lomba yang tidak mendidik.

Sebagai generasi yang menghargai jasa para pendahulu, maka spirit perjuangan mereka, semangat pengorbanan jiwa dan raga mereka, harus senantiasa kita warisi. Yaitu semangat pelayanan kepada publik, semangat berkorban untuk kebaikan dan semangat kompetisi dalam pembangunan. Itu direfleksikan dalam bentuk pembangunan moral lewat pelaksanaan ibadah, penguatan ikatan sosial dengan cara menunaikan zakat, dan penegakan hukum dengan adil, juga gerakan amar makruf nahi munkar.

Semoga dengan kesungguhan menjalankan strategi yang Allah swt gariskan ini, Allah swt berkehendak baik, menjadikan bangsa ini, bangsa yang besar, maju dan bukti Islam rahmatan lil ’alamin bagi masyarakat dunia insya Allah. Allahu A’lam.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (27 votes, average: 7.00 out of 5)
Loading...

Tentang

� Lahir di kota Kudus, Jawa Tengah, pada tanggal 05 April 1975. Menyelesaikan jenjang pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah di Ma�ahid Krapyak Kudus. Tahun 1994 melanjutkan kuliah di LIPIA Jakarta. Program Persiapan Bahasa Arab dan Pra Universitas. Tahun 2002 menyelesaikan program Sarjana LIPIA di bidang Syari�ah. � � Semasa di bangku sekolah menengah, sudah aktif di organisasi IRM, ketika di kampus aktif di Lembaga Dakwah Kampus LIPIA, terakhir diamanahi sebagai Sekretaris Umum LDK LIPIA tahun 2002. � � Menjadi salah satu Pendiri Lembaga Kajian Dakwatuna, lembaga ini yang membidangi lahirnya situs www.dakwatuna.com , sampai sekarang aktif sebagai pengelola situs dakwah ini. � � Sebagai Dewan Syari�ah Unit Pengelola Zakat Yayasan Inti Sejahtera (YIS) Jakarta, dan Konsultan Program Beasiswa Terpadu YIS. � � Merintis dakwah perkantoran di Elnusa di bawah Yayasan Baitul Hikmah Elnusa semenjak tahun 2000, dan sekarang sebagai tenaga ahli, terutama di bidang Pendidikan dan Dakwah. � � Aktif sebagai pembicara dan nara sumber di kampus, masjid perkantoran, dan umum. � Berbagai pengalaman kegiatan internasional yang pernah diikuti: �� � Peserta Pelatihan Life Skill dan Pengembangan Diri se-Asia dengan Trainer Dr. Ali Al-Hammadi, Direktur Creative Centre di Kawasan Timur Tengah, pada bulan Maret 2008.� � Peserta dalam kegiatan Muktamar Internasional untuk Kemanusian di Jakarta, bulan Oktober 2008.� � Sebagai Interpreter dalam acara �The Meeting of Secretary General of International Humanitarian Conference on Assistanship for Victims of Occupation� bulan April 2009.� � Peserta �Training Asia Pasifik �Curriculum Development Training� di Bandung pada bulan Agustus 2009.� � Peserta TFT Nasional tentang Problematika Palestina di UI Depok, Juni 2010 dll.� �� Karya-karya ilmiyah yang pernah ditulis: �� � Fiqh Dakwah Aktifis Muslimah (terjemahan), Robbani Press� � Menjadi Alumni Universitas Ramadhan Yang Sukses (kumpulan artikel di situs www.dakwatuna.com), Maktaba Dakwatuna� � Buku Pintar Ramadhan (Kumpulan tulisan para asatidz), Maktaba Dakwatuna� � Artikel-artikel khusus yang siap diterbitkan, dll.� �� Sudah berkeluarga dengan satu istri dan empat anak; Aufa Taqi Abdillah, Kayla Qisthi Adila, Hayya Nahwa Falihah dan Muhammad Ghaza Bassama. �Bermanfaat bagi Sesama� adalah motto hidupnya. Contak person via e-mail: ulistofa-at-gmail.com� atau sms 021-92933141.

Lihat Juga

Bersyukurlah, Maka Hidupmu Akan Bahagia

Figure
Organization